"Enak gak??"
Haechan mengangguk, menyuap sosis goreng nya dengan perasaan senang karena memang enak. Mashed potato dan salad sayur yang Jeno buat pun sangat-sangat enak!
Apakah suaminya ini seorang cheff??
Padahal selama memasak tadi ia hanya mengikuti semua gerakkan yang di arahkan Jeno, tapi hasilnya sangat-sangat luar biasa.
"Kamu bisa masak??" Tanya Jeno sembari mengunyah roti panggangnya. Mematap Haechan yang dengan fokus menatap makanan yang tersaji di hadapannya membuat Jeno sedikit kecewa.
Mendengar pertanyaan Jeno, Haechan hanya menggeleng sebagai jawaban. Toh, memang ia tidak bisa memasak.
"Kalo begitu nanti kita harus masak bareng."
Mengangguk, Haechan menyendok mashed potatonya. Apapun itulah, Haechan hanya terima perintah.
"Haechan." Panggil Jeno meminta atensi Haechan karena bagaimana pun, ia tidak suka berbicara tanpa atensi. Seperti berbicara dengan tembok saja.
"Hum??" Gunam Haechan yang kini asik meneliti sosis di piringnya. Melihat dengan serius jika di dalam potongan sosis itu terlihat serat daging juga beberapa titik hitam yang sudah pasti itu adalah lada hitam. Pantas saja rasanya sedikit panas.
"Haechan, bisa liat kakak dulu gak??"
Seketika Haechan mendongakkan kepalanya panik, menatap suaminya dengan perasaan takut. Apa Jeno marah??
"Nahh, kan lucu. Kalo lagi ngobrol jangan asik sendiri yah, kita kan perlu komunikasi."
Haechan kira Jeno akan menamparnya atau membanting piring ke arahnya atau akan membentaknya, namun yang di dapat adalah ucapan halus juga senyuman hangat. Jeno ini aneh.
Segera, takut jika ia hanya diam Jeno akan marah yang sebenarnya membuat Haechan langsung mengangguk kuat. "Maaf kak." Cicitnya dengan suara bergetar, masih untuk terus bertahan menatap Jeno walau ia tidak bisa fokus karena takut.
"Iya, gapapa, lain kali jangan di ulangi yahh." Jeno tersenyum walau ia tidak begitu bermaksud untuk mengubah istrinya. Mungkin, Haechan memang tampak asik dengan dunia nya tapi pasti mendengarkannya. Toh masih baru 2 hari setelah pernikahan, pasti akan lebih banyak lagi ia mengetahui hal-hal yang istimewa dari istrinya.
Disitu Jeno paham dan mulai menekankan dirinya sendiri. Ia harus sabar menghadapi istrinya ini. Haechan yang pendiam dan tidak banyak bicara ini memaksanya untuk terus berbicara.
Jeno terdiam, sadar jika Haechan masih menatapnya. Tatapan bulat yang syarat akan waspada itu menyadarkan Jeno akan sesuatu namun belum berani menyimpulkan. "Udah dong sayang, kan aku udah gak ngomong. Jangan di liatin terus dong, di makan sarapannya."
Seperti anjing yang penurut, Haechan langsung menundukkan wajahnya dan kembali fokus pada sarapannya. Jeno tertegun, bagaimana latar belakang istri mungilnya ini??
.
.
.
.
."Aku berangkat dulu."
Haechan mengangguk, matanya fokus pada sepatu hitam mengkilap milik suaminya. Apa ia harus membersihkan sepatu Jeno setiap hari agar selalu bersih seperti itu??
"Ati-ati yah, oh iya, tadi pagi kakak kamu bilang nanti siang mau mampir, katanya mau ngobrol tentang Ujian nasional. Kamu belum lulus sekolah emang??" Tanya Jeno sembari meraih dagunya untuk mendongak saling bertatapan.
Astaga, lupa harus melihat Kak Jeno. Haechan meruntuki dalam isi kepalanya sendiri. Menatap Jeno yang kini menaikan alisnya bertanya. Oh iya, harus cepat di jawab.
"Belum kak."
"Oh, baru tahu. Kamu umur berapa sih??" Kini Jeno bertanya dengan serius, alisnya menukik sembari mengusap dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)