"Bagus, saya suka kalo kamu fokus gini."
Haechan hanya tersenyum seadanya, mata bulatnya menatap lembar yang di beri oleh Jaemin dengan nilai 96.
"Udah jam 7, pelajaran juga udah kita bahas, saya pamit ya?"
"Emm," Haechan ragu, ia merasa tidak rela jika gurunya pulang. Haechan hanya takut juga bingung jika harus berduaan kembali dengan Jeno.
Bet!
CTARRR!
Spontan Haechan memeluk kaki Jaemin di dekatnya. Ternyata di luar sana turun hujan deras dengan sambaran petir yang mengerikan, belum apart nya yang mati lampu.
Apartemen macam apa yang mati lampu? Apartemen aneh! Miskin sekali pengelolanya tidak memiliki genset!
"Wah, kok mati sih?" Suara Jaemin terdengar, disusul pucuk kepalanya yang di usap pelan membuat Haechan mendongak menatap Jaemin yang sedang bermain ponsel.
"Ba-bapak... hp Chan di kamar." Ucap Haechan karena, hey ia ingin bermain ponsel juga, minimal ada pencahayaan!
"Hm? Mau di ambil?"
Pertanyaan Jaemin langsung Haechan balas anggukkan. Wajah gurunya yang tampak jelas karena sinar dari layar ponsel membuat Haechan semakin memgeratkan pelukkannya di kaki Jaemin.
"Ayo, kita ambil." Sinar terang terlihat. Hal itu membuat Haechan menaikkan wajahnya menatap sekeliling yang terang tersorot dimana itu berasal dari flashlight ponsel gurunya itu.
Jaemin berdiri dari duduknya, disusul anak didiknya yang semula memeluk kakinya merambat di tubuhnya untuk berdiri.
"Kamu takut gelap?" Tanya Jaemin saat Haechan beralih memeluk tangannya.
Haechan menggeleng, "Petir." Jawab Haechan dengan singkat dan Jaemin hanya mengangguk paham lalu mulai merangkul bahu sempit Haechan begitu kilat dari petir masuk melalui jendela besar itu.
"Kamarnya yang ini? Saya izin buka ya." Haechan hanya mengangguk cepat dan sang guru pun hanya terus menggiringnya masuk ke dalam kamar.
CTAR!
"AAAAAAAAAA!"
Jaemin memejamkan kedua mata begitu Haechan berteriak di sebelahnya, dimana itu dekat di telinganya. Jujur saja, anak SMA setinggi bahunya itu berteriak dengan suara tingginya disusul tangan kanannya yang di peluk erat hingga di genggam kuat.
"Dimana hp kamu?" Tanya Jaemin, ponselnya ia sorotkan pada beberapa furnitur di kamar utama itu.
"Se-sebentar pak.." Dengan tidak rela, Haechan melepas pelukkannya dari Jaemin dan berjalan ke arah meja riasnya yang ia jadikan meja belajar.
"Uh, kakak nelpon dari tadi." Gunam Haechan begitu membaca notifikasi di ponselnya. Baru siap untuk membalas pesan beruntun dari Jeno sebelum-
Tit!
Ponselnya mati kehabisan batrai.
Haechan termenung menatap layar ponselnya yang gelap, ia berpikir, benar juga sudah 3 hari ia tidak mengisi daya ponselnya. Itu mengerikan.
"Ya, halo?"
Baik Haechan juga Jaemin saling bertatapan begitu sumber cahaya dari ponsel Jaemin teralih begitu saja.
"Ya, saya masih disini, sama Haechan." Jaemin mengulurkan tangannya, mengisyaratkan Haechan untuk mendekat. Haechan hanya menurut, toh ia juga memang berniat mendekati gurunya karena gelap gulita di belakangnya.
"Hm, listriknya mati, gak tau kenapa."
Haechan mendongak menatap Jaemin begitu Jaemin membawanya dalam rangkulan lagi. Gurunya ini sedang telponan dengan siapa?? Jeno? Atau kakaknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)