Haechan yang terbangun dari tidurnya sedikit meringis karena efek obat anti rasa sakitnya yang mungkin sudah habis.
Setelah perbincangan tentang 'bulan madu' itu, Jeno menyuruhnya untuk tidur dan beristirahat. Dan sebagai istri yang baik, Haechan hanya bisa mematuhinya. Kini ia sudah terbangun dari tidur siangnya yang sepertinya berdurasi sangat lama. Seingatnya tadi tidur pukul 1 siang dan sekarang setengah 6 sore.
Memandangi sekitarnya dimana warna jingga dari luar terlihat. Haechan menguap dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Terdiam merenung, keberadaam suaminya tidak terdeteksi. Dimana Jeno-Jeno itu??
Merengut, Haechan memutar posisi tidurannya untuk mendusal pada gulungan selimut disisinya yang kosong. Merasa halus juga wangi mengingat seprai dan selimutnya baru di ganti tadi. Haechan memejamkan kedua matanya, rasa kantuk masih terasa tapi, akan pusing jika ia melanjutkan tidur.
Ah iya, ponselnya dimana??
"Kak Jeno dimana??" Gunamnya dengan pikiran mungkin Jeno yang menyimpan ponselnya.
Kembali mendusal pada selimut Haechan meringis karena sakitnya yang kembali terasa. Dari punggung, pinggang, perut bawah, selangkangan dan lubangnya, belum perut bawahnya seperti yang akan lepas. Sakit seperti terluka.
Menghela napas, memilih untuk menggigit bibir bawahnya untuk bangun dari tidurnya. Kedua tangannya menyengkram kuat selimut yang menutupinya.
Sial, ini terlalu sakit!
Haechan menunduk, menahan rasa sakit hingga kepalanya pusing. Ini benar-benar sakit.
Terdiam, merasa tidak mungkin jika meminta pertolongan pada Jeno. Mungkin saja jika Jeno sedang sibuk lalu akan marah dan memukulnya??
Ah, persetan dengan rasa sakit! Lebih baik ia tahan saja!
Perlahan Haechan menurunkan kedua kakinya, bagai dejavu seperti saat tadi pagi, Haechan pun berlari kecepat yang ia bisa untuk ke kamar mandi. Tentu untuk mandi.
Memasuki kamar mandi dan membuka semua bajunya dengan tergesa karena menahan rasa sakitnya. Bahkan untuk mandi hingga memakai baju piyamanya pun ia tergesa-gesa.
Setelah perjuangan panjang, Haechan kini hanya bisa terduduk di pinggir ranjang besar itu. Napasnya terengah menahan gejolak sakit yang sudah ia tahan selama mandi tadi. Ia juga masih pendarahan hanya saja tidak sebanyak tadi pagi.
Tunggu, kenapa rasanya ia seperti perempuan yang sedang menstruasi?? Tapi selama ini ia memang tidak menstruasi sih, sepertinya ini memang pendarahan pasca aborsi anak kakaknya.
Hahhh.
Menghela napas lelah, tidak habis pikir dengan jalan kehidupannya. Ya, lepas dari itu, lebih baik ia keluar kamar untuk mencari keberadaan suaminya. Tentu untuk mencari ponselnya.
Haechan berjalan tertatih-tatih, sangat pelan karena tenaga juga sifat bar-barnya sudah di pakai untuk mandi tadi. Rasanya seperti 5 tahun ia berjalan mendekati pintu utama kamarnya. Hingga akhirnya ia meraih kenop pintu dan membukanya perlahan.
Wahhh.
Tidak sadar saat kemarin tiba, tapi ini apartement yang sangat luas, sederhana dan sangat nyaman. Minimalis di ruangan yang besar membuat nya terlihat sangat luas.
Meneliti ruangannya dimana di dominasi oleh parabot dengan warna putih dan natural. Sangat menenangkan, Jeno ini memliki selera hunian yang bagus.
Sayup-sayup Haechan mendengar perbincangan serius di... mungkin ruang tamu?? Atau keluarga??
Kembali berjalan dengan tertatih, Haechan mengikuti arah sumber suara dimana itu adalah ruang keluarga. TV di sana memang menyala tapi dengan suara yang kecil, dengan Jeno dan oh, kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)