38 : Lean On Me

660 76 61
                                    

Seoul - South Korea
20 : 20 KST

Capricorn Plaza Hotel

Cermin yang terpasang di dinding marmer ini terpecah belah membuat pantulan dirinya ikut terpecah seperti perasannya sekarang. Air mengalir memenuhi wastafel yang tertutup itu membuat air bersih tumpah sampai ke lantai. Pecahan kaca berserakan dimana-mana, ternodai oleh darah yang kini bercucuran tanpa henti di pergelangan tangan si empu.

Keringat dingin bercucuran di kedua pelipisnya, kemeja hitam itu kini terbasahi oleh keringatnya sendiri. Kedua matanya memerah, menatap tajam dirinya sendiri di pantulan kaca pecah itu. Ini bukan pemandangan yang baru, perasaan ini selalu hadir setia menemani hidupnya.

Perasaan yang membakar hatinya di dalam sana, kala ribuan pisau terasa menusuknya dari belakang, dikala kepalanya terasa berputar, dan dikala hanya ia yang tahu akan semua ini. Hanya saat dimana ia melepaskan topengnya, saat orang lain tidak tahu akan dirinya sebenarnya. Luka yang tidak pernah hilang selama belasan tahun, suara-suara yang selalu menghantuinya dan kejamnya masa lalu yang selalu tertawa kepadanya.

Hwang Hyunjin, nama yang besar dimana semua orang tahu akan reputasi hebat dirinya, pria yang dikenal dengan sifat dingin dan tidak berperasaan itu. Tidak ada yang pernah tahu bagaimana luka yang ia alami, dan bagaimana dia membenci dirinya sendiri saat 'hal' ini terjadi padanya, lagi dan lagi.

"Aku tidak akan mempercayai perkataanmu, Haejoon".

Hyunjin menggenggam erat serpihan kaca itu membiarkannya menusuk kulit telapak tangannya.

Ibumu, membohongimu selama ini..

Hyunjin mencengkram erat surai hitamnya. Rasa sakit ini, ia sangat membencinya tapi ia bahkan tidak tahu mengapa perasaan ini selalu terjadi kepadanya setiap kali menyangkut hal yang berkaitan dengan ibunya.

Hyunjin kembali mengingat saat ia selalu menyempatkan waktu untuk menemui ibunya, tidak pernah ia lewatkan sekali pun. Hanya, setiap bertemu dengannya rasanya selalu menyakitkan. Rasanya teriakan dan ucapan menakutkan selalu terbesit di pendengarannya. Ia selalu mengabaikan itu, tetapi tatapan kosong dan mulut tertutup dari wanita paruh baya itu selalu membuatnya merasakan kesedihan yang luar biasa.

Ia merindukan suaranya, ia merindukan kasih sayangnya. Tetapi dengan lantang, ayahnya sendiri mengatakan bahwa itu hanya bagian dari si empu menutupi kejahatannya.

Namun, sisi lain dari hati Hyunjin mendorongnya untuk mempercayai perkataan sang ayah. Tetapi egonya mengatakan bahwa ia harus teguh pada pendiriannya. Ia ingin mengetahui fakta tetapi ia terlalu takut untuk menghadapi fakta itu sehingga selama ini ia hanya mempercayai apa yang ia percayai.

Hyunjin membelalakan kedua matanya, kala ia melihat seseorang di celah pintu dari kamar mandi ini melalui pantulan retakan cermin.

"Kau..".

Lee Felix, entah sejak kapan pemuda itu membeku di celah pintu menatap si empu yang ia kenal beberapa waktu lalu dengan keadaannya yang sangat kacau. Pria yang ia benci karena  perilaku dan sifat arogan dan egois itu, pria yang memiliki kekuasaan dan kekuatan atas kekayaannya di negeri ini. Dia bertaruh, hanya dirinya yang pernah melihat si empu dari balik kegemilangannya.

Felix, bertemu dengan manik Hyunjin. Pria itu menatap dirinya tajam, tetapi sekarang ia tidak takut lagi dengan itu.

"Pergilah dari sini".

Ucap pria tersebut dengan nafas yang terengah-engah, memalingkan matanya dari tatapan lembut si empu. Namun Felix tidak mengikuti perkataannya begitu saja, tubuhnya menolak untuk menuruti permintaan pria itu. Si empu dengan perlahan melangkahkan kakinya masuk kedalam.

Closed Eyes | Hyunlix [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang