01.

8.1K 290 16
                                    

"Loh, dek, kenapa???"

Haechan hanya bisa terdiam. Memilih diam dan membungkam lapisan bibirnya yang kering.

"Kok murung banget sih?? Gak kayak biasanya, sakit???"

Mark, kakaknya menyentuh dahinya memeriksa suhu tubuhnya. Sedikit membuat Haechan bergerak karena dorongan di dahi dari kakaknya.

"Engga kok, adek mau es krim?? Hm??" Tawar Mark dan sengaja merendahkan tubuhnya menengok adiknya yang hanya menunduk.

"Mau gakk??? Es krim mochi lohh, mas beliin 5, yuk??"

Memilih membuang wajahnya, menghindar sorot mata kakaknya. Haechan bingung harus bagaimana.

"Ayokkk, mas beliin, yuk?? Es krim mochi isi coklat, stroberi, semua dehh! Yuk, jangan cembeyut gini dongg." Tangannya di raih kakaknya hingga membuatnya berdiri dari duduknya. Disusul usapan halus di punggung tangannya dan rangkulan hangat di pinggangnya.

Kakaknya menuntunnya untuk keluar rumah, berjalan beriringan masih dengan posisi sang kakak merangkul pinggangnya. Tujuannya adalah warung yang terletak di beberapa blok dari rumahnya. Ya, warung yang semasa kecil mereka suka jajan.

"Sok, di pilih, semau adek, biar mas yang bayar." Suruh Mark dengan semangat, setelahnya Mark melepas rangkulan di pinggangnya dan bertukar sapa dengan pemilik warung nya.

Haechan menatap kosong pada jajaran es krim di dalam frezer itu. Ia sama sekali tidak minat dengan es krim kesukaannya. Pikirannya penuh dengan perasaan takut.

Tangannya mendingin, pandangannya mulai mengkabur di banjiri air mata. Namun, dengan segera Haechan usap. Keringat dingin perlahan timbul seiring dengan pikiran juga asumsinya yang terus menerus memenuhi kepalanya.

"Dek?? Udah di pilih??"

Spontan Haechan mendongakkan kepalanya menatap sang kakak yang juga menatapnya bertanya. Mark menaikkan alisnya dan dengan sorot matanya menyuruh adiknya untuk segera mengambil es krim.

Dengan gemetar Haechan segera mengangguk dan membuka penutup frezer. Tangannya bergetar hebat untuk mengambil 5 es krim mochi dengan asal. Banyaknya bungkus es krim di tangan mungilnya membuat Haechan harus memeluk kelimanya.

"Dah, jadi berapa nih pak??" Mark menunjuk es krim yang di pelukkan adiknya, disusul si pemilik toko yang menyebutkan nominal.

Setelah membayar, mereka pun berjalan kembali ke rumah mereka. Masih dengan Haechan yang memeluk 5 bungkus es krim.

"Loh, habis dari mana kalian??" Bunda menyambut mereka begitu mereka memasuki ruang keluarga.

"Beli es krim, adek pengen katanya." Jawab Mark sembari mendorong punggung Haechan untuk segera menaiki tangga. Dimana keberadaan kamar mereka berada.

"Ohh, kalo liburan main kek keluar, jangan main PS terus sampe malem, kasian adek nangis terus karena kalah, ahahaha!" Suara Ayahnya terdengar mengejek Haechan, disusul Mark yang ikut tertawa di belakangnya. Masih dengan menaiki tangga karena sang ayah mengajak mereka berbicara.

"Iya yah, nanti mas ngalah deh. Lagian cengeng banget." Mark terkekeh pelan, lalu setelahnya ia semakin mendorong adiknya untuk lebih cepat menaiki tangga setelah melihat kedua orang tua mereka kini tampak santai di depan TV.

"Cepet cepett!" Bisik Mark terus mendorongnya untuk masuk ke dalam kamar kakaknya. Haechan hanya bisa menurut, melangkahkan kakinya memasuki kamar kakaknya yang bernuansa reven khas astronot. Ya, kamar kakaknya memang tidak di ubah sejak kecil.

"Nah, cepet di makan es krimnya." Suruh Mark setelah memaksanya duduk di pinggir ranjang.

Haechan hanya menurut, menaruh 5 bungkus es krim di pangkuannya dan mulai membuka 1 bungkus es krim rasa coklat, membiarkan kakaknya mengunci pintu.

RendiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang