30. Untitled.

6.9K 809 64
                                    

***

"Morning Mami." Cup! Sebuah ciuman, Nilya berikan kepada Maminya yang sedang mengoles selai kacang pada roti.

"Morning too, sayang." Melina tersenyum kepada anaknya, sembari mengoleskan selai coklat pada roti yang akan di berikan untuk Nilya.

Gadis itu tersenyum manis sembari mengucapkan terima kasih kepada Maminya itu. Kedua kakaknya entah kemana, sedangkan Papinya tadi pagi-pagi sekali langsung berangkat bekerja.

"Sudah siap untuk bersaksi, sayang?" Tanya Melina sembari memakan roti selai kacang miliknya.

Nilya berhenti, dan sejenak menatap Maminya. "Udah, Mih." Dia sebenarnya agak aneh dengan Maminya, tahulah Maminya itu taat aturan, apalagi dia kan sarjana hukum yang seharusnya begitu.

"Kamu tahu kan? Kalo kamu harus jujur saat bersaksi, apapun yang kamu tahu harus kamu bilang saat di pengadilan nanti." Kata wanita itu sembari tersenyum kecil.

"Iya Mami aku tahu kok." Jawabnya, sembari menatap mata wanita itu agar yakin kepadanya. Lagipula ia akan lebih aman saat mengatakan yang sejujurnya. "Oh ya Mih, Mami belum dapat bukti apapun soal kasus korban di sekolah aku itu kan?" Tanya gadis itu.

"Hm, bukti apa? Menurut Mami sih korban itu memang bunuh diri karena hamil. Mungkin saja ada yang memerkosa dirinya sebelumnya." Ujar Maminya itu, dengan wajah tak yakin?

"Tapi gimana, kalo sebenarnya korban ngga di perkosa?" Tanya gadis itu yang semakin mempersulit Melina itu menjawab pertanyaan tak berbobot dari gadis itu. Omong-omong wanita itu sudah menyelesaikan makannya begitu pula dengan Nilya.

"Sayang, kalo dia nggak di perkosa, mungkin dia nggak akan bunuh diri, dan putus asa begitu. Gini ya kalo dia punya pacar yang udah ngelakuin itu pasti pacarnya bakal tanggung jawab." Ujar Melina dengan senyuman kecil, baru tiga detik senyuman wanita itu memudar ketika menyadari sesuatu, terbalik dengan Nilya yang kini tersenyum.

"Aku tahu Mami udah kepikiran, jadi itu bisa aja kan Mih?" Tanya Nilya masih dengan senyumannya, Melina menatap gadis kecilnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Tapi, kita nggak punya bukti—"

Nilya langsung mengambil ponselnya, lalu memutar sebuah rekaman CCTV yang di ambil pada club Jeffran, dan memberikannya kepada wanita itu.

"Di dalam situ, ada bukti bahwa korban bersama seorang pria masuk ke dalam kamar club, dan baru keluar ketika pagi hari menjelang. Sekarang terserah Mami, karena kalo hanya bukti ini yang di serahkan maka publik juga akan menjudge korban, dan pihak dari keluarga korban akan merasa malu. Aku ngasih ini karena hanya itu yang bisa aku dapetin, tapi menurut aku Mih, korban itu di jebak." Jelasnya dengan panjang lebar, dan tentunya di dengar dengan rinci oleh Maminya.

Lama terdiam, sampai Maminya bersuara. "Kamu simpan aja bukti itu dengan baik, Mami akan berusaha menunda kasus ini agar kita bisa mengumpulkan bukti-bukti lainnya yang lebih akurat."

Nilya mengangguk dengan senyuman merekah ketika Maminya memikirkan nasib korban yang sudah tenang, jujur saja menurut Nilya memang ada yang janggal dari kasus ini, apalagi perilaku korban yang begitu baik.

Kriett...

"Kamu mau tetap di situ sayang?" Melina tersenyum geli sembari mencubit pipi anak gadisnya itu.

Nilya tersenyum, lalu mengikuti Maminya dari belakang, hari ini persidangan pertama yang seharusnya di tutup karena kasusnya yang biasa akan menjadi beda, karena yang membantu keluarga korban adalah Melina Velasquez, wanita cantik dan pintar yang adalah seorang pengacara terkenal.

Obsessed With You [Pre-Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang