Lahir di keluarga yang terbilang kaya tak menjamin anaknya bahagia. Saka contohnya. Walau hidup dengan bergelimang harta, tak membuat Saka cukup bahagia.
Chandra terlalu fokus pada perusahaan yang ia teruskan. Saking fokusnya, menghabiskan waktu dengan keluarga saja tak leluasa. Ayahnya terlalu keras, sampai-sampai untuk berkumpul mereka harus merencanakan dari jauh-jauh hari agar ayahnya bisa meluangkan waktu.
Hal itu yang membuat Saka tumbuh dengan kurang kasih sayang. Nadia yang hanya perhatian pada kembarannya. Bukan maksud iri. Tapi ia selalu bertanya-tanya, kenapa bundanya seperti itu.
Padanya, sang bunda hanya acuh entah ia masih dianggap anak apa tidak di rumah ini. Sedangkan ayahnya, boro-boro manjain Saka, ngobrol santai sama anak-anaknya aja jarang.
Miris memang, tapi mau gimana lagi? Walau ayahnya tetap meluangkan waktu di saat-saat tertentu sebagai sosok ayah. Seperti ulang tahun anak-anaknya, dan lainnya. Namun, tak berlangsung lama. Saat pertengahan acara ia harus pergi lagi karena panggilan mendesak.
Saka gak nuntut ayahnya ini itu. Yang ia butuhkan adalah kasih sayang, dianggap bahwa ia juga anak disini, serta mengetahui kenapa bundanya bersikap beda.
•Cerita Langit•.
🦋
."Sakaaaaa, pagi~"
Sambara menyapa dengan nada riangnya, kemudian berjalan di sebelah Saka menyamakan ritme langkah dengan yang lebih pendek.
"Pagi Sam."
"Tumben gak satu mobil sama kembaran lo."
"Oh, aku tadi berangkat pakai bus."
"Kalian lagi berantem?"
"Gak kok, cuma pengen aja gitu sekali-sekali naik bus." Saka dengan cepat menyangkal pernyataan pria tinggi di sampingnya agar tak terjadi kesalahpahaman.
"Tapi dari seminggu yang lalu lo selalu pakai bus kan?"
"Kamu ngeliat ya?"
"Orang setiap mobil lo parkir tapi lo nya gak ada ikut keluar sama abang lo."
"Gitu ya hehehe. Tapi betulan kok, aku gak lagi berantem sama abang. Emang lagi pengen naik bus aja biar mandiri."
"Hmmm."
Tak terasa mereka sampai di kelas. Kedua pria tampan itu langsung duduk di meja masing-masing. Tak lama bel berbunyi, menandakan pelajaran pertama akan segera di mulai.
.
🦋
.Suara langkah kaki menggema di koridor yang sudah mulai sepi karena beberapa menit yang lalu bel tanda pulang sekolah sudah memekik. Meski ada beberapa murid yang berpapasan dengannya, tak sedikitpun Saka berniat menyapa atau sekedar tersenyum. Padahal mereka satu angkatan hingga pernah sekelas dengannya. Dinding tinggi itu tak akan pernah runtuh mungkin.
Saka masuk ke dalam ruangan dengan papan nama ruang musik. Namun ruangan itu kosong tak ada orang. Sudah biasa baginya setiap pergi ke sana. Sepinya salah satu ekskul sekolah ini dikarenakan kurangnya minat siswa-siswi terhadap vocal. Banyak yang nolak bernyanyi karena alasan suara yang tidak mendukung dan bukan hobi.
Tapi tidak bagi Saka. Bernyanyi adalah sahabat Saka. Dari kecil dia memang suka bernyanyi untuk menenangkan hatinya kala habis dimarahi bunda. Namun Saka sudah mulai jarang bernyanyi akhir-akhir ini. Semua kesedihan dan emosi itu ia simpan rapat-rapat.
Saka duduk di sebuah kursi yang tersedia. Mengambil gitar di meja lantas memetiknya. Saka memainkan nada yang lembut. Kemudian saat di ritmenya, Saka mulai mengeluarkan suara merdunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Langit
Teen FictionOrang berekspetasi kalau anak bungsu itu selalu bahagia dan hidup dengan penuh perhatian. Namun, itu tak berlaku untuk Saka. Walau ia anak terakhir dari kembar 3 tak membuatnya bisa melakukan hal sesukanya. Hidup dengan kekangan sang bunda. Saka be...