Langit sore mulai menggelap, tanda kalau malam mulai datang. Namun, kedua orang ini belum berniat menyudahi aktivitasnya di ruang musik tersebut. Bukan sekali dua kali mereka pulang hingga larut begini. Saka jadi sering pulang telat karena ingin membimbing Jean latihan bernyanyi. Melihat dari keinginan Jean untuk belajar, ia turut senang. Saka gak mau sia-siain gitu aja ada orang yang mau belajar nyanyi dan punya niat banyak.
"Kak. Kakak gak papa pulang telat terus tiap hari karena cuma ngajarin Jeje?" Jean membuka suara ditengah-tengah kesibukan mereka menghapal nada dari sebuah lagu yang akan mereka latih.
Saka mendongak, menatap lurus ke arah Jean. "Malah aku khawatirin kamu, Jeje. Kamu gak kena marah bunda kamu kan?"
"Kalau aku sih gak papa kak. Asal buat yang bermanfaat, bunda gak masalah. Kakak gimana?"
"Umm, aku gak masalah juga kok. Ya udah lanjut lagi."
"Udah jam segini kak, gak udahin aja dulu?"
Saka membuka handphonenya untuk melihat jam. Ternyata sudah jam 5 lewat. Seharusnya ekskul sudah selesai dari jam 3 tadi.
Fyi, sekolah Saka itu pulang jam 2 siang, ekskul cuma 1 jam saat pulang sekolah. Tapi kalau masih mau nambah waktu, pihak sekolah gak masalah asal izin orang tua.
Cuma ini udah dari jam 2 sampai jam 5 mereka masih di sekolah. Mana tiap hari lagi. Saka terlalu fokus ngajarin Jean sampai lupa waktu.
"Oh iya dah jam segini. Ya udah ayo kita pulang. Maaf ya aku selalu buat Jeje pulang telat terus."
"Udah dibilang gak papa kak. Ya udah ayo."
.
🦋
.Saka membuka pintu rumah dan langsung masuk tanpa lupa mengucapkan salam. Ia kembali menutup pintu perlahan dan mulai melangkah. Namun langkahnya terhenti kala melihat bundanya yang mendekat.
"Baru pulang kamu Saka Adyasta?"
Saka terdiam mendengar suara mengintimidasi milik bundanya. Sebenarnya ia sudah mewanti-wanti akan kena marah, bukan hal yang jarang lagi.
"Jadi karena ini kamu gak mau berangkat pake mobil sama abang-abang mu? Pergi nongkrong dulu sampe jam segini baru ingat pulang?" Omel Nadia penuh amarah.
"Gak bun, tadi Saka ada ekskul."
"Ekskul tiap hari? Abang kamu aja ekskul gak pulang setelat ini."
Saka tersentak. Ternyata bundanya tau kalau ia pulang telat tiap hari. Itu berarti tandanya Saka masih di perhatikan bundanya. Lengkung tipis tercipta dibibir ranumnya.
"Ada anak baru jadi Saka harus ajarin dia."
"Banyak kali alasan mu ya, udah mulai bohong sama bunda?"
"Gak bun, Saka gak bohong. Bunda bisa tanya sama pembina ekskul." Lengkung tipis yang awalnya keatas, perlahan turun kebawah, mengetahui bahwa bunda tak percaya dengan cakapnya.
"Itu ada pembina ekskul, kenapa gak dia aja yang bimbing anak baru itu? Kenapa harus kamu? Bunda khawatir sama kamu Saka. Tiap hari pulang telat gini."
Rasa senang kembali memeluk hati Saka. Sang bunda diam-diam masih perhatian dengan menunjukkan kekhawatirannya. Tapi tetap saja cara bunda menunjukkan khawatirnya ke ia dan ke abangnya berbeda. Jika abangnya diperingati dengan nada lembut dan halus, sedangkan Saka, bundanya harus memarahinya dulu. Walau Saka tau, khawatir padanya itu hanya di mulut lain di hati.
"Udah ya kamu gak usah banyak alasan. Kalau besok-besok kamu masih pulang telat gini, bunda bakal hukum kamu."
Setelah mengatakan itu, sang bunda berlalu pergi meninggalkan si bungsu yang masih mematung melihat kepergian bundanya. Padahal Saka udah jujur, masih aja dibilang alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Langit
أدب المراهقينOrang berekspetasi kalau anak bungsu itu selalu bahagia dan hidup dengan penuh perhatian. Namun, itu tak berlaku untuk Saka. Walau ia anak terakhir dari kembar 3 tak membuatnya bisa melakukan hal sesukanya. Hidup dengan kekangan sang bunda. Saka be...