Saka Nakal (2)

570 53 4
                                    

Jauh di lubuk hati Saka yang terdalam, sejujurnya ia tak ingin berbuat hal seperti ini. Namun, Saka seperti menutup mata, menolak sadar akan sekitarnya yang jauh dari pikirannya. Ia hanya butuh orang untuk menolongnya sebelum terjerumus lebih dalam. Menunggu seseorang yang mau membuka pintu dan mengeluarkannya dari ruangan sesak itu.

Cklekk....

Saka melanggeng masuk ke rumah tanpa berucap salam. Tanpa takut, ia sama sekali tak menyembunyikan rambut barunya. Itu jelas terlihat hanya bagian poni yang ia warnai kuning.

Mulai menaiki anak tangga tanpa ada rasa was-was. Namun, belum sempat menginjakkan kakinya, ia terpaksa berhenti kala sebuah suara ditangkap oleh indra pendengarnya.

"Loh kamu? Kok gak ada salam?"

Itu suara Nadia yang baru dari dapur. Saka masih membelakanginya, sehingga Nadia belum melihat penampilan Saka yang baru.

"Kok diam? Jawab bunda!" Titah Nadia.

Lantas, Saka membalikkan badannya dengan berani. Apa yang bisa ia perbuat? Ia tak mungkin bisa kabur lagi selain menerima semua kemungkinan yang akan terjadi hari ini.

Hal yang Saka liat pertama kali setelah menghadap Nadia adalah wajah terkejut bunda. Berikutnya wajah amarahlah yang Nadia berikan.

Plakk....

Tanpa basa-basi, sang bunda menampar pipinya. Memang sudah Saka perkirakan itu bakal terjadi. Sehingga ia tak perlu terkejut lagi.

Tak puas hanya menampar sang putra, Nadia lebih mendekat dan mencengkram kuat pundak Saka. Sebenarnya cukup sakit antara pipi dan pundaknya, namun Saka menahannya dan tetap tenang.

"Kamu kenapa warnai rambut ha??" Bentak Nadia dengan mata menajam.

Saka masih diam dengan wajah datar. Membiarkan amukan dan amarah bundanya masuk ke dalam telinga. Menikmati setiap cacian yang bakal keluar.

"Heh jawab!! Kenapa warnai rambut??" Nadia mengguncang tubuh di depannya dan makin berteriak.

Mendengar kehebohan dari bawah, si kembar pun keluar dari kamar masing-masing. Mereka melihat ke bawah ternyata ada bunda dan Saka.

"Rel itu Saka, dimarahin bunda lagi." Ucap Davian, panik.

"Iya, karena warnai rambutnya." Farrel sadar dengan perubahan rambut Saka. Ia sedikit terkejut namun ia tutupi.

"Warnai rambut?"

"Poninya doang gue liat."

"Udah ngerasa hebat kamu? Iya?? Mau jadi anak nakal? Sekolah kamu gimana? Otak kamu Gak dipake? Jawab!!" Omelan menyakitkan terus keluar dari mulut Nadia.

Karena kepalanya terasa pusing mendengar teriakkan Nadia, Saka menepis kedua tangan bundanya dengan kasar. "Bising."

Hanya satu kata itu, yang membuat Nadia ternganga. Baru kali ini ia melihat Saka berperilaku demikian. Nadia makin naik pitam dibuatnya.

Dengan emosi menggebu, Nadia menahan paksa tubuh Saka yang sudah membelakanginya dan membalikkan tubuh itu dengan kasar. Tanpa melihat raut wajah Saka, Nadia langsung menampar pipi itu sekali lagi. Ia merasa tak dihormati dan dipermalukan sebagai orang tua.

"DASAR GAK TAU DIRI KAMU. GAK ADA HORMATNYA SAMA ORANG TUA. INGAT YA, HIDUP KAMU GAK ADA APA-APA DURHAKA SAMA ORANG TUA!"

Saka masih diam memegangi pipinya. Sedikit terkejut dengan perlakuan bunda yang tiba-tiba. Bahkan Saka merasakan darah di mulutnya.

Tak jauh berbeda dengan penonton di atas. Mereka sudah menutup mulut terkejut. Namun mereka tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada celah sedikitpun untuk membela sang adik. Mereka sadar Saka salah, dan bundanya benar walau caranya yang tak benar.

Cerita Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang