Sudah sepuluh menit berlalu, Nadia masih betah mondar-mandir di lorong rumah sakit yang kebetulan jarang di kunjungi orang. Entah kenapa kini pikirannya semakin bercabang setelah melihat bagaimana si bungsu yang dipaksa memakai alat menyakitkan itu. Ini baru pertama kali Nadia melihat Saka drop parah sampai membuat dokter dan suster kuwalahan mempertahankan hidupnya.
Nadia memandang lamat dokumen berjudul peralihan warisan tersebut. Dari awal inilah yang selalu ia inginkan.
Kekayaan.
Dimana hal itu yang hilang dari 5 tahun awal ia menikahi Chandra. Awalnya Nadia merupakan dari keluarga yang sangat berkecukupan, malah kadang lebih. Namun suatu insiden merenggut itu semua. Saat itu Nadia baru saja memulai perkuliahan, mendapati kabar ibunya yang drop karena kanker darahnya tentu sang ayah tak tinggal diam. Ia segera membawa sang istri ke rumah sakit tepat tengah malam. Namun karena terlalu panik, kecelakaan tak diinginkan terjadi. Kecelakaan itu langsung membunuh keduanya.
Itulah yang membuat Nadia tak suka mendengar diagnosis dokter tentang penyakit pada putranya. Sudah dua trauma yang ia dapatkan, Nadia tak mau lagi. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Dia bukan Tuhan yang bisa merubah takdir umatnya. Tapi Nadia sadar ia bodoh dalam bertindak.
Semua rencana yang terpikirkan oleh Nadia sudah terlaksana. Membekukan hatinya pada Saka agar ia tak terlalu merasakan kehilangan nantinya. Kini kekayaan juga kembali menjadi miliknya. Sekarang apa? Apakah itu membuat Nadia bahagia? Tidak. Nadia sama sekali tak bahagia. Semua yang ia dapatkan terasa kosong.
Setetes air mata mulai jatuh perlahan membasahi pipi beningnya. Rasa bersalah menusuk hatinya telak. Nadia memukul-mukul dadanya menyadari kebodohan yang ada. Jika ia benci orang yang disayangnya sakit, seharusnya ia memberikan perhatian, bukan malah membuat mereka merasa sendiri. Nadia mengumpat pada dirinya, merasa terlalu lambat untuk menyesal.
"Gimana perasaan mu setelah melihat Saka berjuang tadi?" Tiba-tiba suara berat yang sangat Nadia kenal menyingsingkan sepinya. Nadia mendongak, menatap wajah lelah sang suami. Hanya sebentar, kemudian ia palingkan wajahnya merasa malu. Matanya ia seka dengan cepat sembari meremas dokumen di tangannya.
"Kalau kamu masih belum nyesel juga, Nad, aku udah gak bisa apa-apa lagi. Saka itu sayang sama kamu. Gak bisa kah, sedikit saja kamu kasih sayang kamu buat Saka. Ini mungkin bisa aja yang terak-"
"Aku sayang sama Saka!" Potong Nadia sebelum Chandra menyelesaikan kalimatnya. Yang lebih tua menghela napas pelan kemudian mendudukkan diri di depan sang istri.
"Kalau begitu, kenapa sikap kamu seperti membenci Saka?" Tanya Chandra melembutkan nada bicaranya.
"Ayah gak bakal percaya kalau aku cerita. Karena di mata ayah, aku wanita sekaligus ibu yang sangat buruk. Alasan aku juga bukan alasan yang sepele, ini susah buat aku, yah." Nadia menatap Chandra dengan mata berkacanya.
"Bilang." Ucap Chandra tanpa menaikkan nada bicaranya.
"Ibu sakit, meninggal sama ayah pas kecelakaan. Asta..... juga sama, didiagnosis sakit terus pergi selamanya. Aku gak bisa liat itu lagi." Dengan tersedu-sedu Nadia berucap. Bukan karena ingin meminta belas kasih dari lelaki itu, namun karena memang hatinya yang sakit jika kembali mengingat kenangan buruk.
"Kalau begitu, salah Saka dimana sampai kamu berbuat seperti ini?"
Nadia terdiam. Tertampar akan kenyataan itu. Nyatanya, Saka memang tidak salah. Ia hanya seorang anak yang tak tau apa-apa, yang tiba-tiba saja terikat bersama dirinya. Nadia masih diam, membiarkan suaminya melanjutkan ucapannya dengan harapan dirinya kembali tertampar.
"Kalau kamu gak mau hal itu keulang lagi, kenapa berbuat seperti itu? Seharusnya kamu gak nutup hati. Hah.... Tanpa aku bilang pun kamu pasti sudah sadar kan." Sarkas Chandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Langit
Teen FictionOrang berekspetasi kalau anak bungsu itu selalu bahagia dan hidup dengan penuh perhatian. Namun, itu tak berlaku untuk Saka. Walau ia anak terakhir dari kembar 3 tak membuatnya bisa melakukan hal sesukanya. Hidup dengan kekangan sang bunda. Saka be...