Masalah Sambara

686 51 4
                                    

Nafasnya tercekat dan keringat bercucuran di keningnya yang sudah berkerut. Wajah panik tergambarkan bersamaan dengan orang yang sudah membangunkannya sejak tadi. Tanpa sadar air mata mulai jatuh dengan panas di tubuhnya meninggi.

"Saka, bangun dulu sayang. Jangan gini."

Suara yang cukup ia kenal memanggil namanya, namun terasa sangat jauh. Bahkan ia kesulitan untuk membuka mata karena pemandangan yang mengerikan itu. Hingga akhirnya sebuah guncangan berhasil membangunkannya disertai teriakan memanggil namanya.

"SAKAA!!" Teriak suara itu.

Matanya terbuka sempurna. Nafasnya terengah dengan air mata masih mengalir di pipinya. Pemilik nama itu langsung menghamburkan pelukan ke dada bidang di depannya.

"Ayahh." Ucap Saka yang masih tersedu-sedu di dalam pelukan sang ayah.

"Iya Saka, ini ayah. Kamu kenapa? Mimpi buruk, ya?" Tanya Chandra sambil mengelus pundak sempit putranya.

Saka tanpa ragu menganggukkan kepala yang terasa pusing. Keringat masih memenuhi tubuhnya.

"Gak papa, itu cuma mimpi buruk. Yuk sini minum dulu."

Sang ayah melepas pelukannya perlahan dan mengambil minum yang sejak tadi berada di nakas. Setelah merasa si anak sedikit tenang, Chandra membaringkan tubuh lemas itu kembali. Menyeka keringat yang memenuhi keningnya, sengatan panas masih terasa di kulit.

"Kamu sampai demam gini. Sakit banget ya?" Tanya Chandra sambil meletakkan kembali kompres ke kening putranya.

Sebagai jawaban, Saka menggelengkan kepala. Kebohongan yang sering ia ucapkan. Entah mengapa, jika ia jujur tentang kondisinya maka itu adalah dosa. Padahal kepala, dada, tenggorokan, semua terasa tak nyaman.

"Ayah gak tidur?" Tanya Saka dengan suara pelan.

"Kamu gak ingat? Tadi malam kamu muntah darah. Ayah jadi panik sampai gak bisa tidur." Jelas wajah sang ayah terlukis kekhawatiran, lantas rasa bersalah memeluk Saka.

Pikiran Saka menerawang. Dimana sesaat setelah ia tertidur karena mimisan, ia terpaksa terbangun karena dadanya yang teramat sakit. Tenggorokannya terasa dipenuhi cairan yang rasanya seperti metal dan siap keluar kapan saja.

Karena tak bisa menahannya lagi, Saka akhirnya memuntahkan cairan itu yang ternyata adalah darah ke lantai. Batuk pun memenuhi kamar dengan nuansa kebiruan tersebut. Rasa tak nyaman memenuhi tubuhnya. Panas dingin menjadi satu.

Tak lama, sang ayah datang dengan tergesa menorobos pintu. Melihat kejadian yang mengenaskan tersebut, Chandra tak bisa tidak panik dan terus mencoba menenangkan putranya hingga tertidur kembali. Setelahnya, Chandra menetap di kamar Saka sampai ia melihat putranya yang bermimpi buruk. Tidak bisakah berikan sang putra ketenangan sedikit?

"Saka."

Panggilan itu sukses membuyarkan lamunan Saka.

"Kita ke rumah sakit ya? Ayah gak tenang liat kamu gini. Panas di tubuh kamu gak turun turun juga." Sambung Chandra, raut khawatir tak pernah hilang dari wajahnya.

Saka mengedarkan pandangannya dan melihat jam yang menunjukkan pukul 5.24, biasanya jam segini ayahnya sudah berangkat. Apa karena dirinya sang ayah belum pergi bekerja?

"Gak usah yah. Saka gak papa. Ayah gak kerja?" Tanya Saka mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gimana ayah bisa pergi kerja liat kamu gini?"

"Maaf, Saka-"

"Gak usah minta maaf, yang penting kesehatan kamu. Akhir-akhir ini kamu sering sakit ya? Kamu gak ada periksa ke dokter lagi kan, semenjak kamu dikirim surat itu."

Cerita Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang