Sinar matahari pagi menusuk langsung ke mata Davian. Membuatnya terbangun karena terganggu. Ia mencoba mengumpulkan nyawanya yang sempat terbang entah kemana hingga akhirnya, ia kembali sadar dimana ia sekarang.
Dilihatnya Saka masih setia menutup mata walau sinar matahari juga menusuk matanya, tapi tak terlihat mengganggunya Sama sekali. Perasaan sedih semalam kembali memeluk hati Davian melihat belum ada tanda-tanda sang adik akan bangun.
Ceklekkk...
"Udah bangun kamu?" Suara itu mengalun dengan terlihatnya wujud Chandra yang berjalan mendekati.
"Iya yah. Tapi Saka belum." Ucap Davian.
"Ya udah, ini makan dulu." Chandra memberikan sebungkus makanan dari kantin pada Davian. Walau itu hanya makanan dari kantin rumah sakit, cukup enak rasanya sehingga Chandra tak perlu pergi jauh-jauh lagi untuk sekedar membeli makanan.
Sebenernya Davian tak berpikir ayahnya masih berada disini, ia pikir ayahnya itu sudah pergi ke kantor. Untunglah sang ayah mau mendengar dirinya kali ini, dan semoga seterusnya sang ayah sadar tak hanya sibuk mencari uang. Karena Davian tak butuh itu semua, yang ia butuhkan adalah waktu. Waktu untuk keluarganya.
"Heh, ini anak malah melamun. Cepat pindah ayah mau sayang-sayangan juga sama Saka." Sentak Chandra menyadari putranya malah diam.
Davian tertawa kecil lantas memindahkan tubuhnya ke sofa dan mulai makan dengan tenang. Walau masih banyak hal yang mengganjal dalam pikirannya, ia juga perlu mengganjal perutnya.
"Walau kayak gini pun, Saka tetap ganteng ya. Mirip pak Naresh." Lirih Chandra sambil mengelus puncak kepala Saka.
Davian kembali terdiam mendengar ucapan ayahnya. Apa betulan tidak ada harapan lagi kalau Saka itu adik kandungnya? Ia masih berharap ayahnya itu bohong soal Saka.
Selama 2 jam terlewati, hanya ada keheningan yang menemani ketiganya. Davian yang sibuk dengan handphonenya entah apa yang ia mainkan, dan ditemani suara ketikan keyboard dari laptop Chandra. Davian tak masalah ayahnya masih fokus pada pekerjaannya saat disini, asalkan ia tak meninggalkan Saka. Karena hanya Chandra lah yang Saka harapakan sebagai orang tua. Davian tahu bagaimana sikap bunda kepada Saka.
Cklekk.....
Pintu kamar Saka terbuka dan menampilkan seorang pria berjas putih. Itu dokter.
"Permisi pak, saya harus meriksa Saka." Sapa dokter itu dengan sopan.
"Oh, baik dok."
Chandra pun segera bangkit memberikan ruang untuk dokter memeriksa Saka dengan leluasa.
Beberapa menit berlalu, pemeriksaan pun selesai. Raut wajah dokter itu tak terlalu serius dari tadi malam.
"Gimana dok?"
"Perkembangan Saka gak terlalu banyak, namun ke hal yang positif. Tubuhnya terus merespon dan kondisinya mulai stabil. Tapi kita tetap harus mengawasinya." Jelas dokter itu.
"Umm selangnya, dok?" Tanya Davian ragu-ragu sambil menunjuk selang dimulut Saka.
"Jika satu jam ini ada sedikit perubahan, selangnya akan dilepas dan digantikan dengan masker oksigen." Jawab sang dokter.
"Baiklah, terimakasih dok."
Dan betul saja. Tepat setelah satu jam pemeriksaan pagi Saka, selang yang menusuk kerongkongan itu dilepas, digantikan dengan masker oksigen. Kini hanya tinggal menunggu Saka untuk membuka matanya.
Chandra sedikit lega melihat Saka. Jika Seperti ini tak terlalu menyakitkan melihat sang putra.
•Cerita Langit•
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Langit
Teen FictionOrang berekspetasi kalau anak bungsu itu selalu bahagia dan hidup dengan penuh perhatian. Namun, itu tak berlaku untuk Saka. Walau ia anak terakhir dari kembar 3 tak membuatnya bisa melakukan hal sesukanya. Hidup dengan kekangan sang bunda. Saka be...