Perkelahian Hebat

549 46 11
                                    

Saka kenyataannya sudah berdamai dengan keadaan. Menerima bahwa ia bukan darah daging sang ayah. Bukan putra kandung bunda. Bukan adik dari si kembar Davian dan Farrel. Bahkan menerima, kalau di dunia ini ia sendiri tanpa keluarga yang berhubungan darah dengannya. Untuk sesaat ia melupakan itu semua. Sampai pada hari ini tiba. Semuanya seolah membuat Saka bungkam. Semua perhatian yang Nadia berikan secara tiba-tiba, sekarang menjadi masuk akal.

Tepat dua minggu Saka lewati dengan berbagai hal selama ujian dan setelahnya. Entah itu yang tiba-tiba kambuh, beradu pendapat dengan sang ayah yang ingin cepat-cepat operasi, dan lain sebagainya. Bukannya terpuruk, semua itu malah membuat Saka puas di hidupnya. Perhatian tak berujung dari sang bunda lah penyebabnya. Saka senang tentu saja, yang membuatnya makin percaya diri akan hasil ujiannya.

Tapi kali ini pancaran cahaya pada mata itu berubah redup, tatapannya kosong. Tepat setelah membaca setiap kalimat dalam dokumen di tangannya. Harus begini kah agar bundanya bahagia? Harus ada hal lagi kah yang Saka korbankan? Tidak cukup kah mengorbankan kesehatan tubuhnya? Kalau iya, Saka tentu saja rela, bahkan sangat.

Semua tentang kehidupannya akan Saka relakan demi sebuah kasih sayang sang bunda. Begitu lah Saka, hanya seorang remaja naif yang terlalu mudah terperdaya. Bahkan jika mau, Saka bisa saja kabur membawa semua harta papanya dan memulai kehidupan baru. Namun balik lagi, Saka tidak seiblis itu.

Surat peralihan warisan. Buat apa juga untuknya. Saka belum tentu akan berkeluarga. Saka belum tentu bisa meneruskan perusahaan papanya. Bahkan belum tentu bahagianya ada disitu. Saka memang tidak membutuhkan itu semua sekarang. Yang penting sekarang adalah bunda, agar bunda selalu bahagia dan menganggap dirinya ada, Saka akan melakukan apapun.

Tepat sebelum penanya menari di atas kertas putih tersebut, Saka tersentak karena sebuah tangan kekar dan lebih besar darinya tiba-tiba merebut dokumen. Saka mendongak dengan takut-takut. Ia langsung menyadari kalau ayahnya marah. Bahkan kata-kata Chandra selanjutnya memvalidasi isi pikiran Saka, dan yang membuat ia makin tak menyangka lagi adalah kalimat yang keluar dari mulut sang ayah. Kalimat yang tak ingin Saka dengar.

"Aku mau kita cerai." Ucap Chandra tanpa ada keraguan. Ia menatap Nadia dengan mata berapi-api, pertanda tingkat kemarahannya lebih tinggi kali ini.

"Hahah, kakak serius?" Kepala Nadia tiba-tiba terasa seperti tersengat listrik mendengar ucapan sang suami barusan, apalagi terucap secara tiba-tiba. Bahkan tawa kecil mengudara guna menghilangkan kepanikannya.

"Iya, aku serius. Aku udah gak kuat sama perilaku kamu. Semua sandiwara yang kamu buat cuma untuk kepentingan kamu, aku udah capek, Nad. Aku udah gak mau nyakitin anak-anak aku lagi." Suaranya menggema di ruang rawat besar itu, yang untungnya kedap suara.

Namun, tak mungkin untuk tidak terdengar dari depan pintu yang terdapat sofa di depannya. Davian dan Farrel yang tadinya duduk diam segera masuk mendengar suara ayahnya yang menggelegar dan jelas marah. Keduanya langsung mengerti setelah melihat situasi. Davian mendekati ranjang Saka, melihat kondisi anak itu tidak baik.

"Bang...."

"Sst tenang ya, abang disini." Davian menggenggam tangan bergetar adiknya.

"Ayah, bunda."

"Gak ada yang sakit hati sama aku, kak. Davian Farrel, semua baik-baik aja kan." Sangkal Nadia tak mau kalah. Tanpa sadar mengabaikan panggilan Farrel, menandakan keduanya tak peduli jika putranya menonton perkelahian mereka.

"Tuh liat aja, anak kamu satu lagi aja gak ada kamu sebut. Sadar gak?" Cengiran Chandra berikan, merasa wanita di depannya ini terlalu pintar membela diri.

Nadia membisu. Kata-kata Chandra selalu tepat sasaran. Nadia tidak pernah merasa terpojokkan seperti sekarang. Dari dulu, semua permintaannya selalu dituruti. Satu kata saja keluar hal yang tidak Nadia sukai, keesokannya pasti langsung lenyap dari hadapannya. Efek dari anak sematawayang. Dan Chandra baru menyadari dari mana sikap egois sang istri. Dia menyesal, sebagai seorang suami dan ayah. Gagal menuntun istrinya, dan gagal memenuhi hak anaknya. Sungguh hati Chandra sangat sedih.

Cerita Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang