🌈Happy Reading🌈
Mereka kembali berkeliling di mall tersebut, David sendiri sangat senang karena bisa menghabiskan waktu bersama sang tante.
Kini mereka berada di sebuah restoran untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang, sekaligus memenuhi keinginan si bocah yang ingin makan es krim.
"Jadi apa yang Lo beli?" tanya Lauren kembali pada Banu.
"Ah gue ngga bisa milih hadiah buat adek gue, tapi semoga aja adek gue suka dengan apa yang gue beli." ujarnya bimbang.
"Nih buat adek Lo, bilang aja dari Lo." Lauren memberikan beberapa tas belanjaannya pada Banu.
Pemuda itu sendiri malah menatapnya linglung saat menerima belanjaan itu. Ia merasa sungkan padahal mereka tidak dekat sama sekali tapi dengan mudahnya gadis itu memberikan hadiah dengan mudahnya.
"Ta-tapi ini kan kakak yang beli." ujarnya sedikit kaku.
"Ngga apa-apa ambil aja." Lauren sibuk memperhatikan David yang serius dengan makanannya, bahkan sesekali ia akan mencolek es krim yang memang berada dekat dengannya.
"Es krimnya enak mami, mau bawa pulang boleh?" tanya bocah itu dengan menampilkan gigi kelincinya.
"Habiskan yang itu dulu nanti kita pesan buat bawa pulang ya." ujar Lauren.
"Makasih mami."
"Apapun untukmu sayang." Lauren mengecup sayang pucuk kepala dari keponakannya itu.
"Makasih banyak kak, ntar gue ganti deh uang Lo ini." ujar Banu tersenyum kecil.
"Ngga usah, gue ikhlas kok." tolak Lauren.
"Tapi kak-"
"Udah terima aja." Lauren menyela ucapan itu karena jengah bila selalu membahas hal yang menurutnya tidak seberapa.
Tidak tahu saja apa yang dia lakukan itu sangat berarti untuk orang lain.*
Dilain sisi saat orang tua Lorenzo dan David pulang, mereka dengan terang-terangan menunjukkan wajah tak ramah saat melihat seorang gadis yang berada diantara pemuda termasuk anak mereka.Valerie lebih tak menyukai saat gadis itu bersandar manja pada pundak putra sulungnya hingga ia berujar "apa-apaan ini? Enzo dimana Rara? Bukannya mamah nyuruh kamu buat bawa gadis itu kerumah, tapi kenapa kamu malah bawa gadis lain?"
"Mah, Rara gak bisa kesini soalnya ada keperluan." jelas Enzo.
"Hallo om, tante. Saya Kanaya pacarnya Lorenzo." ujarnya seraya mengulurkan tangan namun tak digubris oleh pasangan suami istri itu hingga ia menarik kembali tangannya dengan tersenyum canggung.
"Alasan saja." Valerie pergi begitu saja tanpa ingin mendengar penjelasan sang putra.
Bahkan Alva sendiri pergi menyusul sang istri yang sepertinya kesal."Hiks hiks hiks Enzo orang tua kamu ngga suka sama Aya ya..hiks hiks." gadis itu terisak seraya memegang ujung baju yang ia kenakan.
Pemuda itu lantas menarik gadis itu kedalam pelukannya dan mengusap pelan rambutnya."Gue baru sadar kalau Aya ngga manggil Enzo dengan sebutan kakak. Ia bahkan terang-terangan nyebut namanya padahal sama kita dia manggil kakak." ujar John menatap datar gadis yang berada di pelukan sahabatnya.
"Hiks hiks i-itu...i-itu Aya kebiasaan de-denger Rara manggil gitu..kok kak Jhon ngo-ngomong gitu sih hiks hiks...." Jhon heran kenapa gadis itu harus menangis dan berbicara gagap seperti itu padahal ia hanya bertanya saja.
"Lo punya masalah apa sih sama Aya? Lo ketularan si ratu bully makanya jadi gitu? Tolol banget Lo jadi temen gitu aja ngga ngerti." Alvin lagi-lagi selalu emosi jika ada orang yang meragukan ataupun mengusik gadis itu.
Jhon hanya menatap datar temannya itu, entah kenapa sejak tante Lorenzo datang ia merasa menyadari bahwa ada yang janggal pada Kanaya. Terlebih sikapnya yang seakan berlebihan atau dibuat-buat? Entahlah ia sendiri tidak yakin dengan perasaannya itu. Yang ia tahu bahwa gadis itu tidaklah sebaik atau sepolos yang ia tunjukkan pada mereka selama ini.
"Gue pergi." pamitnya seraya melenggang begitu saja karena ia merasa tak kerasan lagi untuk tinggal lebih lama di ruangan tersebut.
"Kak Jhon udah ngga perhatian lagi, dia udah ngga suka ya sama Aya." gadis itu tertunduk sedih dengan jari yang saling memilin.
Lorenzo sendiri bimbang dengan apa yang harus ia lakukan, disatu sisi ada kekasihnya dan disisi lain ada tantenya.
Ia tak bisa memilih diantara salah satunya, bagi dia kedua gadis itu sangat berarti.Tak tahu saja kalau kekasihnya itu macam mak lampir yang kegigit ular beracun makanya agak sinting.
Mungkin jika Lauren memberitahu semua pada keponakan yang otaknya kurang satu ons itu cerita ini sudah tamat dari part 5.
Ya karena harus ada lika-liku naik turun dan segalanya jadi terkesan panjang seperti ini. Tapi marilah kita simak saja ya.*
Disisi satu terdapat Rara yang sedang asik berbalas pesan dengan kedua temannya diaplikasi room chat.
Mereka saling bercerita satu sama lain.Dalam hati Rara sangat bersyukur dapat dipertemukan dengan kedua gadis yang memahami dirinya bahkan mau untuk berteman dengannya.
Sejak kecil ia tidak pernah benar-benar memiliki teman yang tulus, semua hanyalah semu bagi Rara.
Namun saat masa putih abu ini ia dapat memiliki teman yang mengerti tentang dirinya.Mereka bertiga asik bertukar pesan hingga tak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat, bahkan matahari saja hendak tenggelam.
Ia lebih memilih untuk menyudahinya dan bergegas turun ke lantai bawah saat ada maid yang memberitahu bahwa ada paket untuknya."Atas nama nona Raquella?" tanya sang kurir yang berada di pos penjaga.
"Iya saya sendiri, dari siapa ya pak?" ujarnya kembali balik bertanya pada sang kurir yang dibalas dengan gelengan kepala tanda ia sendiri tak tahu.
"Terimakasih, saya pamit dulu ya." kurir itupun pergi meninggalkan kediaman Raquella.
Ia menatap kotak itu dengan bingung dan mengira-ngira siapa yang mengirimi ia paket yang cukup besar ini.
Ia membawa paket itu kedalam kamar dan segera membuka kotak tersebut untuk segera mengetahui apa isi didalamnya.Setelah beberapa saat akhirnya isi dari kotak itu terdiri dari sepasang heels, satu buah tas, satu dres bewarna biru dan putih serta beberapa aksesoris lainnya.
Tak lupa ada sepucuk pesan berisi.
'Semoga kau suka hadiahnya little girl'
❤A
Siapa ya kira-kira orang berinisial 'A' yang mengiriminya hadiah seperti ini? Rara sangat suka semua benda yang ada didalam paket ini, dan semoga saja ia segera bertemu orang tersebut untuk mengucapkan terimakasih secara langsung.
Tanpa ia sadari bahwa ada seseorang yang melihat ekspresi bahagia itu dari tempatnya berada. Dan orang tersebut sangatlah puas karena hadiahnya disukai oleh gadis kecilnya itu.
'Tunggu waktunya tiba sayang kita akan bersama setelah mereka tiada' batinnya tersenyum licik dengan sorot mata licik yang menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laurencia.
General FictionLaura inggrid tidak pernah menyangka bahwa ia masuk kedalam novel "Cahaya untuk Lorenzo" yang sangat klise dengan alur kisah cinta antara pemuda dingin dan gadis baik hati serta polos. tentu saja di setiap cerita akan selalu ada karakter antagonis y...