part 37.

5.8K 521 32
                                    

🌈Happy Reading🌈

Kedua pemuda yang kini masih tertidur pulas diatas tempat tidur, harus terusik karena ketukan pintu yang lama-lama terdengar seperti sebuah gedoran yang mungkin bisa saja merusak pintu kamar tersebut.

"Tuan muda buka pintunya! Tuan muda tolong! Tuan!" teriakan itu terus saja terdengar diiringi dengan pintu yang masih saja diketuk kencang.

Zergan dan Ernest menatap pintu tersebut dengan malas, hingga semenit kemudian mereka berdua sadar bahwa Lauren tidak ada diantara mereka.

Mereka bergegas beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamar dengan tidak santainya.
Nampak beberapa maid berdiri dengan ekspresi ketakutan diwajah mereka.

"Ada apa? Kenapa kalian menganggu tidur kami?" ujar Zergan acuh.

"Tuan muda, nona muda bersikap aneh." salah satu diantara maid itu berujar dengan wajah yang semakin pucat.

"Katakan dengan jelas." Ernest menatap maid tersebut dengan tajam, saat gadis mereka disebut-sebut.

"Kami melihat nona muda membawa kelinci putih yang sudah berlumuran darah, bahkan pakaian nona tak luput dari darah kelinci tersebut." Emila. Nama maid yang menjelaskan dengan tubuh yang bergetar ketakutan.

"Dimana!?" Zergan yang mulai dilanda panik tak sengaja membentak mereka yang menunjuk lorong di sebelah kanan kamar tersebut.

Ernest segera berlari menuju ruang yang ia yakini bahwa Lauren berada disana, sebagai orang yang selama beberapa bulan ini selalu bersamanya, ia sudah mulai memahami apa yang akan terjadi pada gadis itu.

Saat tiba di pintu masuk terdengar suara tertawa yang begitu menggema di ruangan tersebut.
Zergan yang baru saja tiba disamping Ernest, menunjukkan wajahnya yang menyeringai.

Pemuda itu masuk mendahului Ernest yang masih mencerna apa, kali ini apa lagi yang akan dilakukan oleh Laurencia?
Ia segera masuk untuk memastikan bahwa tidak akan ada hal yang buruk tapi..

Diujung lorong yang berbau anyir dan lembab, Lauren berdiri di tengah-tengah ruangan dengan kepala seseorang ditangannya yang masih mengucurkan darah segar dari batang leher yang terpotong.

"Lauren." Ernest memanggil gadis itu dengan intonasi suara yang rendah.
Sementara Zergan tersenyum manis pada 'mangsa' Lauren yang lainnya.

Suara cekikikan terdengar dari Laurencia, gadis itu berbalik menatap Ernest dengan matanya yang semerah darah.
Tubuh serta wajahnya terdapat banyak sekali darah dari orang-orang yang ia siksa.

Iya, apalagi memangnya? Ini ruang bawah tanah dimana para tahanan dipenjara.
Dan sekarang malah terlihat seperti arena pembantaian.
Walaupun ini mansion milik Zergan, tapi ia mengakui bahwa semenjak sendiri, ia sudah jarang sekali melakukan kegilaannya.

Lauren melempar kepala yang berada ditangannya pada Ernest, lalu bertepuk tangan seraya berjingkrak kegirangan.
Pemuda itu masih berusaha mencerna sebenarnya apa yang terjadi saat ini.

"Dia bukan Laurencia bukan Violetha." ujar Zergan seraya meneguk teh dari cangkir yang ia pegang.

"Apa maksudmu?" tanya Ernest tanpa mengalihkan pandangan dari Lauren yang kini asik memotong jari-jari tangan para tahanan. Bahkan teriakan mereka saja cukup memekakkan telinga.
Namun melihat gadis itu, sepertinya ia sama sekali tidak terganggu sedikitpun.
Yang ada hanya suara tertawaan yang terdengar ceria.

"Untuk kami yang memiliki kelainan pada jiwa, tentu saja dapat melihat jiwa lain didalam raga mereka." terang Zergan

"Violetha memanglah alter ego atau mungkin disebut juga jiwa lain dari Laurencia, dan itu memang benar adanya, aku bahkan sangat mengetahui kegilaan apa yang bisa dilakukan oleh Violetha. Namun dilihat dari perangainya saat ini yang terkesan kekanakan, itu sudah dapat dipastikan bukanlah Violetha walaupun netranya semerah darah." Ernest semakin tidak mengerti.

Karena dimatanya tetap saja sama, walaupun ia tahu bahwa Lauren memiliki alter ego tapi bukan berarti sikapnya akan semengerikan ini bukan?.
Lihatlah kini ia memaksa tahanan yang ia potong jari tangannya untuk memakan jarinya sendiri.

Para pengawal bahkan tahanan yang lain nampak berwajah sangat pucat.
Mereka tak mengira akan melihat pemandangan mengerikan seperti ini.
Gadis berwajah cantik itu terlihat sangat senang saat sepotong tangan berhasil ia dapatkan dari seorang pria muda yang pernah terlibat kasus kebakaran yang menimpanya dulu.

"Aku lelah, dah semuanya aku pergi dulu ya nanti aku kembali lagi ya." ujarnya tersenyum lembut dan mulai berlari kecil meninggalkan tempat tersebut.

Kini suara tertawa Zergan yang terdengar sangat puas setelah melihat pertunjukkan yang dibawakan oleh adik perempuannya.
Kini ia percaya bahwa Laura benar-benar akan membantu Lauren untuk membalas dendam pada orang-orang yang saat ini mulai menunjukkan wajahnya.

"Jangan terlalu dipikirkan, kamu akan mengerti cepat atau lambat Ernest. Sekarang semua sudah berakhir, jadi saat ini ayo kita kembali pada kelinci kecil kita."

Ernest masih saja memasang wajah datar walau isi pikirannya begitu ramai, ia benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Penjelasan yang diberikan Zergan saja terasa sulit untuk ia pahami.
Apakah ia mendadak menjadi bodoh? Atau bagaimana dan ia kesal mendapati pikiran itu dikepalanya.

Ia dengan kesal menendang pintu sel tahanan dan pergi begitu saja dengan wajah yang tertekuk sangat kesal.
Sementara Zergan hanya kembali menunjukkan senyum rupawannya yang manis.

***

Sementara itu Lauren kini asik berendam didalam bathub untuk membersihkan diri, perlahan matanya terasa berat dan lelah hingga akhirnya terlelap.

Tak lama Zergan memasuki kamar mandi tersebut dan mendapati kelinci kecil mereka rupanya kelelahan setelah melakukan pertunjukkan.

Ia membawa Lauren kedalam kamar setelah menutupi tubuh polosnya dengan handuk, dan meminta para maid untuk segera memakaikan pakaian pada gadis itu.

Setelah berpakaian para maid bergegas keluar dan membiarkan para tuan muda untuk melanjutkan tugas mereka.
Ernest pun tak lupa untuk memasang cairan infus pada Lauren atas permintaan Zergan, ia benar-benar masih tak mengerti apa yang terjadi saat ini.

Zergan menghisap tembakau disudut sofa seraya memperhatikan Ernest yang tidak bisa menutupi rautnya yang kesal dan bingung.

"Sudahlah Ernest, aku muak melihat wajah menyebalkanmu itu. Kemari duduklah disampingku." ujar Zergan yang memang merasa muak dengan sepupunya itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" pemuda itu langsung bertanya sesaat setelah duduk dengan satu kaki diatas meja.

Zergan ingin sekali memukul atau minimal mematahkan kakinya yang sangat tidak sopan sekali, tapi ia urungkan mengingat bahwa pemuda disampingnya terlihat kacau.

"Tadi itu bukan Violetha maupun Laurencia, karena gesturnya yang terlihat berbeda." ujar Zergan.

"Tapi matanya merah itu berarti Violetha kan?" selidik Ernest dengan memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Sudah kubilang bukan! Violetha hanya mengendalikan sedikit kegilaan dari jiwa lain itu karena ia juga menyadari bahwa jiwa itu lebih gila lagi dari yang lainnya." Zergan merasa semakin ingin memukul kepala pemuda disampingnya itu dengan linggis bila perlu.

Karena percuma saja menjelaskan pada Ernest, pada kenyataannya hanya orang gila saja yang bisa mengerti orang gila.
Bukan begitu??











====================================================

Mohon maaf para kanjeng raja dan ratu...
Pangeran dan tuan putri...
Mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kelalaian diriku yang astaghfirulloh ini.

Nih pasti ada yg mikir author kok omong doang, mau update, mau double update kok kagak ada..
Ya maaf kanjeng, ini mood buat nulis susah banget buat baik.. Apalagi ini lagi sibuk siapin buat acara agustusan.

Jadi ya begitulah....

Maaf ya, maaf sekali..... Dimohon para kanjeng memahami diriku yang kecil ini...

Dadah para kanjeng...

Love you sekebon deh pokoknya.

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang