part 34

5.9K 490 3
                                    

🌈Happy Reading🌈

"Sampai saat ini semuanya berjalan sesuai dengan keinginanmu Lauren, lantas apa lagi yang akan kamu lakukan?" mereka berempat kini berada di ruang keluarga, kakek mereka telah kembali pulang ke negaranya untuk melepas rindu pada pujaan hatinya selama ini.

"Apalagi? Tinggal tunggu saja." ujar Lauren dengan acuh.

Ernest sibuk bermain game dengan adiknya, Louis. Karena tidak ada kegiatan yang akan mereka lakukan hari ini, jadi ya nikmati saja hidup.
Namun tidak dengan Lauren, ia masih sibuk melakukan tugasnya sebagai seorang pemimpin perusahaan walau dengan dalih kakek Zack yang mengambil alih untuk sementara waktu.

Tidak mungkin bukan jika ia terang-terangan mengatakan pada sekertaris pribadinya bahwa ia masih hidup. Jadi selama ini ia hanya perlu melakukan pekerjaannya dari rumah dan sisanya akan dilakukan oleh sang kakek.

Kasihan para karyawannya jika ia tidak melakukan pekerjaan ini, mau makan apa mereka coba kalau ia malas-malasan.
Ya walaupun sebenarnya ia ingin sekali melakukan hal itu, namun tetap saja sekalipun ia duduk santai didepan tv, sebuah laptop tetap saja berada dipangkuannya.

Perusahaan peninggalan orang tuanya adalah harta yang harus ia jaga, karena ada ribuan karyawan yang bekerja untuknya selama ini.

Pundi-pundi uang jelas masuk kedalam kantong pribadinya, tapi ia juga harus memperhatikan karyawan yang sudah bekerja keras untuk tetap mempertahankan kehidupannya juga.

Memang bekerja di perusahaan miliknya ini sangatlah sebuah keberuntungan untuk mereka, walau seleksi yang sangat ketat namun dengan gaji, tunjangan serta fasilitas yang diberikan tentu saja menjanjikan.

Kualitas para karyawan benar-benar haruslah lolos kualifikasinya, ia tak mau perusahaan yang ia tata kembali dengan susah payah hancur karena tikus-tikus nakal yang biasanya terdapat di perusahaan.

"Kak, bisa bantu aku mengecek kondisi perusahaan diluar kota? Karena kulihat cabang perusahaan disana sedikit menurun." ujar Lauren pada Zergan.

"Aku akan menyuruh anak buahku kesana, kamu jangan  khawatir ya." Zergan mengusap sayang pucuk kepalanya dengan mata yang kini ikut terfokus pada layar laptop dihadapan Lauren.

"Beristirahatlah sejenak sayang, kamu sudah bekerja sangat keras selama beberapa hari terakhir, biar kubantu untuk mengawasinya ya." Lauren menatap sayu pada kakaknya itu, lantas mengangguk kecil dengan mata yang kini mulai mengantuk.

Zergan menarik Lauren agar duduk dipangkuannya, setelah mendapat posisi yang nyaman, Lauren segera menyelami alam mimpinya karena jujur saja ia sudah sangat kelelahan, semalaman ia bergadang karena ada beberapa file perusahaan yang terlihat janggal.

Untung saja semuanya tidak terlalu buruk dan dapat segera teratasi.
Sementara Zergan meneliti satu persatu pekerjaan yang dilakukan oleh adik sepupunya ini, ia memperbaiki yang menurutnya sedikit kurang ataupun membantunya mengirim file-file tersebut pada kakek mereka untuk segera kembali ditangani.

Ernest dan Louis selalu diam seperti patung jika sudah bermain game bersama, memang tidak ada kehebohan seperti kebanyakan orang lain yang bermain game, namun wajah mereka terdapat beberapa lebam.

Yap, kedua saudara kandung itu selalu memukul orang yang kalah dalam permaian game itu, jadi tidak perlu heboh bukan, apalagi saat ada Lauren yang bekerja disekitar mereka yang bermain game, tentu saja suara bising akan menganggu konsetrasinya.

"Kalian tahu, anak buahku sudah menangkap mereka yang terlibat kasus kecelakaan pada Lauren tempo hari." ujar Zergan dengan pandangan tetap pada layar laptop dan sebelah tangannya yang membelai lembut Lauren.

"Wah, benarkah!" Louis segera mengalihkan pandangan pada Zergan dengan sangat antusias.

"Iya benar. Mereka kini berada di ruang bawah tanah." acuhnya.

"Kak ayo kita kesana! Aku ingin sekali menghajar wajah-wajah orang yang sudah membuat kakak cantikku terluka." ajak Louis yang diangguki oleh Ernest.

Louis segera berlarian dengan riangnya, sementara Ernest mengecup pipi Lauren terlebih dahulu, yang membuat gadis itu sedikit terusik dan membuat Zergan melemparkan tatapan tajam dan mengancam pada Ernest yang kini ikut berlari menyusul adiknya.

Walaupun ia terlihat kaku dan dingin, jujur saja ia takut pada Zergan jika pemuda itu sudah marah, apalagi saat ini ia sedang memangku berlian keluarga Smith, tentu saja kemarahannya akan lebih menakutkan daripada biasanya.

***

Suara langkah kaki Louis menggema di ruangan tersebut, ia juga bersiul kecil seraya sesekali berjingkrak kegirangan di sepanjang lorong.

"Salam, tuan muda." ujar salah seorang pengawal disana dan diangguki oleh Louis.

"Wah, wah jadi ini orang-orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan kakakku? Punya nyawa berapa kalian mengusik keluarga kami?" tanya Louis dengan tersenyum kecil dan tatapannya yang merendahkan.

Bukannya mendapat jawaban yang terdengar hanya suara gumaman dari mulut yang tersumpal kain. Membuat Louis mendelikkan mata pada pengawal yang disana.

"Hey! Aku bertanya pada mereka! Kenapa kalian tutup mulutnya? Jadinya mereka hanya menjawab hm hm hm saja. Buka sana!" ujar Louis dengan sewot.

"Maafkan kami tuan muda." sahut para pengawal yang kini sibuk membuka ikatan kain dimulut mereka.

"Heh bocah tengil lepaskan saya!" sentak seorang pria tua dengan perut buncitnya yang terlihat seperti badut dimata pemuda itu.

"Ingin rasanya aku memotong tubuh kalian saat ini, namun aku mendadak tak berselera melihat perut buncit dan wajah menyebalkan kalian. Dah semua aku akan kembali lagi nanti." Louis segera pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Ia merasa perasaannya mendadak muak, ia membutuhkan pelukan dari kakak perempuannya, walau harus menghadapi Zergan ia tak peduli.

Dilorong ia bertemu dengan Ernest yang memasang wajah dingin andalannya, namun Louis juga merasa bahwa suhu disekitar terasa semakin menekan dan semakin dingin juga.

"Halo bro! Aku keatas duluan!" seru Louis menepuk pundak kakaknya lantas segera mengambil langkah seribu.
Tak ingin membuat kakaknya semakin kesal.

Ernest sendiri menatap adiknya dengan dingin, walau ia sendiri bertanya-tanya mengapa pemuda itu pergi begitu saja.

"Salam, tuan muda Ernest." sapa mereka semua.

"Hey tolol! Lepaskan saya!"

"Iya betul, kamu tidak siapa kami, hah!"

"Beraninya kalian melakukan ini pada kami!"

"Dasar bocah tolol, kamu tidak dengar ucapan kami hah!"

Tatapan Ernest semakin dingin dan membuat suasana sekitar terasa semakin kuat tekanannya, beberapa pengawal bahkan merasa sulit bernapas akibat tindakannya.

Para tahanan pun beberapa pingsan karena tak kuat dengan tekanan yang diberikan oleh Ernest, namun yang lainnya memasang wajah menyebalkan membuat Ernest sangat muak. Dan mungkin inilah yang membuat sang adik memilih pergi.

"Jaga mereka baik-baik hingga nona muda kalian kemari setelah ia bangun nanti, jika kalian tidak menjaganya dengan baik maka kepala kalian taruhannya." ujar Ernest seraya pergi meninggalkan tempat itu juga seperti yang dilakukan oleh Louis.

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang