🌈Happy Reading🌈
Cuaca hari ini sepertinya sangat mendukung keadaan di kantin karena sangat mendung dan dingin.
Dan hal tersebut di karenakan seorang gadis yang bersitegang dengan pemuda yang nampaknya bodoamat."Kak jangan gini dong." gadis itu memelas dengan tatapan memohon. Namun lagi dan lagi pemuda itu tidak peduli.
"Yaelah ngga bakal juga gue apa-apain Lo! Ngga nafsu sama yang tepos!" gadis itu melotot tajam dengan kedua tangan yang seakan menutupi dadanya.
"Kulkas kayak Lo bisa ngomong juga? Mana nyebelin lagi." pemuda itu mengangkat bahunya acuh.
"Ra. Kamu kan ikut olimpiade sains sama bahasa, aku tahu sebenarnya kamu itu mampu buat bersaing sama yang lain, tapi karena kamu kurang belajar selama ini jadi Zergan yang akan bantu kamu." Rara mengerucutkan bibirnya kesal. Kenapa? Kenapa harus Zergan? Emang gak ada lainnya pikir Rara.
"A-anu kak Zergan bisa ngajarin aku aja ngga? Soalnya kak Enzo akhir-akhir ini dingin banget sama aku, padahal aku kan pacarnya." Rara semakin mendelikkan mata saat gadis yang tak diundang itu berkata dengan lirih dan bersikap lemah lembut.
"Dimana?" tanya pemuda dengan jas almamater khas organisasi komite disiplin itu menatap Aya yang kini sedang salah tingkah.
"Di rumah aku aja gimana kak?" ujarnya dengan lembut.
"Bukan, bukan itu maksud gue." Aya kini menatap bingung pemuda tampan itu lantas berujar "maksud kakak?".
"Maksud gue otak Lo dimana sampe berani ngomong sama gue?" Rara menahan tawanya sekuat mungkin saat mendengar jawaban yang terkesan kasar dari Zergan.
"Hiks hiks hiks kakak kok gitu sih." air mata buaya itu kini mulai membasahi pipinya.
"Aya kamu kenapa?" waw lihatlah seorang pahlawan kesiangan mendadak muncul untuk menyelamatkan si putri menye.
"Rara Lo apain Aya lagi sih? Lo ngga capek gangguin Aya terus?!" Alvin tiba-tiba membentak Rara yang kini memasang wajah muak. Ia tidak habis pikir dengan pemuda yang berstatus kakaknya.
"Heh, kutu badak emang Lo punya bukti apa sampe nuduh Rara kayak gitu?" ujar Erlin seraya bersandar dibahu Ernest.
"Gue ngga ngomong sama Lo ya jalang!" Erlin membelalakkan matanya saat kata kasar itu terucap.
"Ayang, masa Erlin dikatain jalang padahal kan cewek yang dipeluk dia yang jalang. Masa udah punya pacar mau dipeluk cowok lain, berarti dia yang jalang kan ayang." gadis itu mengadu pada Ernest yang membaca buku namun pikiran yang entah kemana.
"Ayang, ih ayang denger ngga sih?" Erlin mengguncang lengan yang masih saja diabaikan.
"Heh. Lo kapan jadian sama kak Ernest? Manggil ayang segala?" tanya Jane yang jengah dengan tingkah temannya itu.
"Diem ya kamu itu ngga diajak." ujar gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal.
"Jalang haus belaian ya gitu." sarkas Alvin dengan wajah merendahkan.
"Woyyy sialan! Berani-beraninya Lo ngomong kayak gitu sama sahabat gue, cewek yang Lo peluk tuh jalang di club Marinka!" Rara membentak pemuda yang sejak tadi membicarakan kata buruk pada Erlin, sementara gadis itu diam tertunduk dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
Plaaakkkk
"Lo dan temen Lo itu yang jalang! Aya gue cewek baik-baik! Kalau dia jalang mungkin Lorenzo juga ngga mau sama dia!" tamparan dan ujaran keras itu membuat seisi kantin ricuh.
"Zergan." pemuda yang disebut mengalihkan pandangan pada Ernest yang kini menatapnya tajam.
"Alvin, Rara, Banu, Jhon, Kanaya, Erlin dan Jane. Nama yang gue sebut barusan kalian semua pergi ke ruangan komite disiplin untuk disidang."
"Tanpa bantahan atau kalian saya laporkan pada kepala sekolah untuk dikeluarkan dari sekolah ini." ujarnya melenggang pergi begitu saja.
"Anjirrrr kok kita ikutan kena juga? Padahal kita cuma diem aja!" sewot Banu dengan memandang Aya tak suka.
"Iya siapa yang nyari gara-gara, siapa juga yang kena masalah. Ayolah kita pergi aja sebelum nama kita dikeluarin bisa ngamuk orang tua gue." Jhon pun menarik Banu untuk segera pergi dari tempat itu meninggalkan kantin yang mulai berbisik membicarakan kejadian tersebut.
"Jane, antar Rara kesana gue sama Erlin nyusul." Ernest pergi meninggalkan kedua gadis itu dengan seorang gadis yang tertutupi oleh hoodie miliknya.
"Kak aku ngga bikin masalah, Rara yang cari masalah duluan sama aku. Dia sama temen-temennya bilang kalau aku itu cewek murahan. Kak Zergan juga diem aja waktu aku ditampar Rara." bohong! Wah kebohongan yang hebat bukan. Dan yang lebih tolol-nya lagi pemuda itu sangat percaya pada omong kosong dari gadis ular dipelukannya itu.
Dilain sisi Ernest tak berbicara apapun selain merangkul pundak kecil dari gadis disampingnya.
"Ayang kok ngga belain Erlin." cicitnya namun terdengar oleh pendengaran tajam Ernest.
"Ngadepin mereka jangan pakai mulut tapi tindakan jadi kamu tenang aja, si brengsek itu akan mendapat balasan atas kata-kata kasarnya sama kamu." Erlin menunduk dengan jemari tangan yang terus memilin tak beraturan.
"Jangan takut. Ada aku." Ernest mengeratkan rangkulannya saat akan memasuki ruangan komite disiplin.
Didalam sudah terdapat orang-orang yang disebut oleh Zergan. Mereka menyebar tak ingin berdekatan satu sama lain.
Ada Banu dan Jhon yang masih kesal karena kelakuan Alvin dan Aya.
Ada juga Rara dan Jane yang asik memakan cemilan mereka.Ketua komite disiplin duduk di kursinya dengan memegang sebuah catatan ditangan kanannya.
"Erlin kamu baik-baik aja kan?" tanya Rara pada gadis itu saat mendekat pada mereka dengan raut khawatir yang terlihat sangat jelas di wajahnya.
"Si Alvinjing emang benar-benar ngga punya otak ya." sahut Jane yang ikut memegang tangan Erlin.
"Aku ngga apa-apa kok, ada kak Ernest yang temenin aku." Erlin menatap pada Ernest yang membelai rambutnya dengan mata yang sibuk pada ponsel.
"Zergan gue pergi." yang hanya diangguki malas oleh si ketua komite disiplin itu.
"Kamu sama mereka, aku ada urusan dulu tenang aja kalian ngga bakal ada apa-apa." ujarnya saat tangan gadis itu mengenggam erat seragamnya.
"Iya kamu sama kita aja, kalau kak Ernest udah bilang gitu berarti kita ngga bakal kena masalah." Rara menarik lembut temannya itu agar berada disampingnya.
"Baik kalian saya panggil karena membuat keributan di kantin." Zergan melipat kedua tangan didada dengan sorot mata yang tajam pada mereka semua.
"Gue sama Banu ngga ngelakuin apa-apa kenapa ikutan dipanggil?" tanya Jhon tak terima.
"Iya karena kalian teman dan saksi atas perlakuan teman kalian itu." ujarnya dengan senyum remeh.
"Ya tetep aja kita ngga ngelakuin apapun!" Banu tak kalah kesal mendengar ujaran itu yang seakan mereka itu memang ikut bersalah.
"Jadi mau kalian apa?" tanya Zergan dingin.
"Ya lepasin kita lah, orang kita ngga salah apa-apa. Yang punya masalah dia bukan kita." Jhon mengangguk setuju dengan ucapan temannya itu.
"Lo kok gitu sih? Lo temen gue atau bukan?" Alvin merasa tak terima dengan kedua temannya yang terang-terangan tak ingin terlibat masalah. Padahal Aya-nya kan gadis polos yang baik hati. Sekaligus queen dari Lion king kok mereka ngga mau bela queen-nya sih.
"Kita emang temen Lo, tapi gue ngga mau ikutan masalah yang bikin gue harus masuk ke ruangan ini. Gue ngga mau bokap sama nyokap gue dipanggil kesini." Banu pergi meninggalkan ruangan tersebut setelah Jhon mendapat persetujuan dari Zergan.
"Kak gimana ini? Aku kan queen mereka kok mereka ngga mau tolongin aku sih. Ketua kalian kan pacar aku jadi kalian harus lindungin aku dan kasih pelajaran sama orang yang mau nyakitin aku." Aya terus saja memanipulasi kata-katanya agar ia bisa memanfaatkan Alvin yang menurutnya itu bodoh karena bisa tertipu dengan mudahnya.
Alvin tersenyum lembut dan merangkul pinggang gadis itu agar semakin menempel padanya. Ia akan memberi pelajaran pada kedua temannya dan pada ketiga jalang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laurencia.
General FictionLaura inggrid tidak pernah menyangka bahwa ia masuk kedalam novel "Cahaya untuk Lorenzo" yang sangat klise dengan alur kisah cinta antara pemuda dingin dan gadis baik hati serta polos. tentu saja di setiap cerita akan selalu ada karakter antagonis y...