part 25

8.6K 700 10
                                    

🌈Happy Reading🌈

Ernest kini berada di sekolah, ia masih terdiam didalam mobil sport yang biasa ia gunakan bersama Lauren.

Semalam ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dijelaskan oleh pemuda itu. Jadi selama ini pikirannya benar bahwa mobil yang dikendarai oleh Lauren memang sengaja disabotase agar terjadinya kecelakaan.

Ia lebih tidak menyangka bahwa pemuda itu yang ia lihat saat bersama Louis di lokasi kecelakaan. Pantas saja wajah dan sorot matanya tampak sedang menutupi sesuatu rupanya....-

"Er, gue udah dapet bukti lainnya." ujar William disampingnya.

Pemuda itu mengambil alih laptop yang disodorkan olehnya dan segera melihat isi dari file-file itu dan hasilnya begitu diluar prediksi.

Ernest menghela nafas sejenak dan memijit pelan pangkal hidungnya seraya berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk membalas perbuatan dari orang-orang ini.

Haruskah ia bunuh mereka secara langsung atau secara perlahan-lahan seperti yang diajarkan oleh Lauren? Mungkin jika Lauren ada disini ia akan bisa berpikir lebih baik, tapi nyatanya kehilangan dia membuat otak cerdas Ernest sedikit tumpul.

Braaakkkk

Suara gebrakan di kaca mobil miliknya membuat kedua pemuda itu mengalihkan pandangan pada sisi pengemudi yang lain dan tak bukan adalah sisi Ernest.

Terlihat seorang pemuda berwajah rupawan namun berekspresi dingin dan datar menatap malas padanya.

Ernest dan William segera keluar dari dalam mobil. Ternyata diluar sudah cukup berisik karena para murid-murid yang sibuk menggosipkan pemuda di samping Ernest.

"Ada apa? Kau bersekolah disini?" tanya Ernest yang hanya diangguki pemuda itu.

"Ruang kepala sekolah." kata-katanya dingin namun sarat akan bertanya.

"Ruangannya ada dilantai 3 gedung sebelah, karena area ini khusus untuk senior high school, berbeda dengan junior yang berada disebelah sana." jelas William seraya menunjuk sisi kanan bangunan yang sama tingginya.

"Kau ingin kesana? Aku punya kenalan adik kelas disana." tawar Will yang ditatap malas oleh saudara Ernest.

"Gue udah ngambil kelas akselerasi, jadi gue bisa ditempatin di kelas 2 ipa 1." ujarnya menjelaskan.

"O-oh gitu ya." Will mengelus tengkuknya dengan canggung tak tahu bahwa pemuda yang mungkin berusia 14 tahun itu harusnya masih kelas 1 atau 2 Smp rupanya Sma.

"Lo udah tahu kelasnya dimana? Bukannya Lo baru datang?" tanya Ernest.

"Waktu gue mau naik pesawat kak Lauren chat gue dan dia bilang udah ngurusin kepindahan sekolah gue kesini, dia juga udah ngasih tau gue harus ke kelas mana." Louis memandang sekitar dengan raut datar, namun bila diperhatikan lagi ada raut sendu yang tergambar jelas diwajahnya.

Ernest dan Will hanya mengangguk singkat, lantas beranjak dari tempat itu untuk menuju ruang kepala sekolah dan mengantar Louis ke kelasnya.

Di sepanjang jalan banyak gadis yang berbisik pada mereka bertiga. Ya mengingat bahwa William kini sudah terlihat modis dan keren dibanding penampilan sebelumnya.

"Sekolah kita nambah cogan."

"Ihh dedek gemes."

"Ernest mau dong jadi pendamping kamu."

"Will kamu kok jadi makin cakep sejak gaul sama Ernest, jadian yuk say."

"Emang ngga sia-sia gue masuk sekolah ini, udah banyak cogan, sekolah elit, dan.... ah sudahlah."

"Mukanya gemesin banget."

"Kayaknya masih bocah deh."

"Sirik aja Lo jamet, iri ya muka Lo ngga seimut dia?!"

"Heyy....cewek sipit tolong bedain mana yang muka masih bocah, sama yang emang kelihatan bocah!"

"Lo ngomong apaan sih?"

"Tau ah pokoknya tuh yang disamping si kulkas masih bocah."

"Ya berarti tuh anak pinter banget makanya bisa langsung masuk seangkatan kita."

"Semoga sekelas sama gue deh."

Setelah berjalan beberapa saat mereka tiba di ruangan kepala sekolah.
Saat ingin mengetuk pintu, dari dalam sudah ada yang membuka dan Will terperanjat karena terkejut.

"Bapak ngagetin." ujar Will seraya mengusap dadanya.

Berbeda dengan dua kutub yang malah memandang kepala sekolah dengan tatapan datarnya hingga membuat suasana canggung.

"Ehem, kamu Louis?" suara kepala sekolah nampak sedikit gugup saat bertanya pada pemuda disamping Ernest yang hanya dibalas dengan mengangguk.

"Lauren sudah memberitahu bapak tempo hari, tentu saja kamu sudah tahu bukan kelasmu dimana?" ujarnya dengan tenang.

"Iya pak kalau begitu permisi." Louis sedikit menundukkan tubuhnya dan pergi begitu saja diikuti oleh Ernest.

"Kamu jangan lupa belajar ya, olimpiade sebentar lagi." ujar pak kepala sekolah pada William yang hendak menyusul mereka.

"Baik pak." sahutnya seraya bergegas pergi.

"Ckckck...keluarga Smith benar-benar tak terduga." kepala sekolah berdecak pelan tak percaya dengan setiap anggota keluarga tersebut. Ia pun pergi meninggalkan ruangan dan hilang tepat di persimpangan lorong kelas.

Kringg kringg Krriiinnngggggg.....

Bel tanda masuk terdengar nyaring membuat para murid bergegas kekelas mereka masing-masing.

Will dan Ernest mengantarkan Louis hingga kedepan kelas yang ternyata sudah terdapat guru didalamnya.

*gurunya rajin sekali ya:-)

Ernest mengkode Will untuk mengetuk pintu kelas.

Tok tok tok

Tak lama seorang guru wanita dengan raut keibuan keluar dari dalam kelas. Ia melihat tiga pemuda yang berdiri didekat pintu kelas dengan raut yang berbeda-beda.

"Bu saya mau mengantarkan murid baru dikelas ini." ujar William sopan seraya menarik lengan Louis kedepan guru tersebut.

"Oh baik terimakasih, silahkan kalian berdua masuk kelas, biar ibu saja yang membantunya." Will dan Ernest pergi begitu saja meninggalkan Louis yang masih terdiam di tempatnya berdiri.

"Nak, tunggu disini sebentar ya, saat ibu panggil kamu masuk ya." Louis hanya mengangguk kecil.
Guru tersebut masuk dan memberi pengumuman untuk muridnya.

"Baiklah, ibu ingin memberitahu bahwa akan ada murid baru dikelas ini, semoga kalian bisa berteman dan membantunya untuk beradaptasi disini ya. Nak silahkan masuk." tepat saat tersebut

Ruangan tersebut mendadak ricuh saat Louis memasuki kelas, banyak siswi yang mulai berbisik-bisik sementara siswanya menatap iri dan bingung.
Ya karena wajahnya yang terkesan lebih cocok menjadi murid Smp tapi malah masuk ke kelas mereka.
'Wah orang pinter nih kayaknya' batin mereka.

*Ya harusnya sih gitu:-)

"Perkenalkan nama ibu, ibu Hima guru fisika sekaligus wali kelas ini. Jadi siapa namamu?" tanya gurunya dengan tersenyum kecil.

"Louis." pemuda itu hanya menyebutkan nama depannya hingga membuat guru dan murid lain menatapnya kikuk.

"Ehem.. Baiklah silahkan duduk disamping Carl Everton. Carl angkat tanganmu." dan terlihatlah seorang pemuda yang terkesan berandalan mengangkat tangannya dibangku paling belakang.

Louis berjalan kearah kursi tersebut, dan ia duduk tepat disamping jendela yang langsung mengarah ke kebun belakang sekolah.
Dan pelajaran pun kembali berjalan dengan bu Hima yang menerangkan materi baru pada mereka.








-----------------------------------------------------------------------------

Terimakasih banyak sebelumnya udah mampir.
Nanti jam 7 malam up lagi ya..

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang