part 20

10.5K 860 37
                                    

🌈Happy Reading🌈

Ernest sedari tadi duduk dengan gelisah, entah mengapa perasaannya mendadak tak karuan seperti ini.
Ia mengkhawatirkan keadaan Laurencia yang belum pulang dari acara kantornya.

Ponselnya bahkan tak bisa dihubungi, ia benar-benar khawatir, takut akan ada yang terjadi pada gadis judes itu.

"Bagaimana, kau sudah mendapatkan kabar dari Lauren?" tanya Alva pada keponakannya itu namun hanya dijawab dengan gelengan kepala.

"Pah, bagaimana ini Lauren belum juga pulang?" Valerie sudah terisak dengan David dipangkuannya.

Kriinggg kriinggg kriiinggg
'Anggap aja suara dering telpon rumah':-)

Semua atensi langsung menatap telpon rumah yang berdering menggema di ruangan itu.

"Biar aku saja." Alva bergegas mengangkat gagang telpon.

"Hallo, dengan keluarga Smith."

"......"

"Iya benar."

"......"

"Anda jangan bercanda!"

"......"

"Tidak mungkin itu adik saya, anda jangan macam-macam atau saya akan menghajar anda!"

"......"

"Baik, saya akan kesana."

Tuutttttt.......

"Aaaahhhhhhh Laurenciaaaaaa." teriakannya membuat mereka semua bertanya siapa yang sebenarnya menelpon.

"Pah, itu siapa?kenapa papah teriak? Apa yang terjadi dengan Laurencia?" Valerie tak henti bertanya. Jantungnya seketika berdebar dengan sangat kencang, perasaannya semakin tak karuan pada adik iparnya itu.

"Laurencia kecelakaan saat diperjalanan bahkan mobilnya masuk jurang dan kini Laurencia belum ditemukan." Alva merasakan sesak pada dadanya. Tak dapat ia rasakan tenaga pada kedua kakinya hingga ia meluruh terduduk di lantai dengan air mata yang terus berlinang dari kedua pelupuk matanya.

"Ngga, ngga mungkin! adikku ngga mungkin celaka! Dia ngga mungkin celaka!" Valerie kembali menangis dengan histeris bahkan David sendiri sudah menangis dipelukan sang mama.

Ernest, pemuda itu menatap kosong lantai yang dipijaknya, tak mungkin nona sekaligus saudaranya itu mengalami kecelakaan hingga tubuhnya belum ditemukan, itu tidak mungkin bukan.

"Tuan mari, mobil sudah disiapkan. Kita pergi menuju lokasi kecelakaan nona Laurencia." Erik si tangan kanan mengambil alih untuk sementara karena dapat ia rasakan bahwa suasana dalam keluarga Smith ini sedang tidak baik-baik saja.

Pria itu lantas memapah Alva sementara istri dan anaknya dibantu oleh Ernest.
Sorot pandang mereka sama-sama kosong.
Masih tak percaya dengan berita yang disampaikan oleh penelpon tadi.

*
Dilain sisi lorenzo merasakan debaran jantung yang tak biasa, sejak kejadian ia ditinggalkan oleh Laurencia dan Ernest ia bahkan belum bertemu lagi dengan tantenya itu.

Sesekali ia melihat Ernest yang pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang ataupun sekedar singgah sebentar.

Pernah suatu kali ia bertanya mengenai keberadaan tantenya itu, namun bukannya mendapat jawaban ia malah mendapat tatapan dingin dan ujaran ketus dari om-nya itu.

"Urus saja kekasih tercintamu itu jangan pedulikan tantemu dan keluargamu." jawaban itu yang selalu ia dapatkan bila ia kembali bertanya tentang Laurencia.

Pihak sekolah bahkan tidak mempermasalahkan ketidakhadiran Lauren selama ini, mereka berkata jika Lauren saat ini memiliki urusan yang harus diselesaikan maka dari itu ia memilih untuk homeschooling saja.

Drrtt ddrrtttt drrtttt

Getaran ponsel yang berada diatas meja membuat perhatian Lorenzo teralihkan.
Ia menatap malas ponselnya itu lantas melihat siapa yang baru saja menghubunginya.

Satu panggilan tak terjawab dan sebuah pesan singkat dari tuan Erik selaku tangan kanan dan asisten pribadi papanya.

Saat membaca pesan tersebut jantungnya seakan mendadak berhenti untuk memompo darah ke seluruh aliran tubuhnya.

Tuan Erik.

"Saya harus memberitahukan pada tuan muda Lorenzo, bahwasannya nona muda Laurencia mengalami kecelakaan tunggal yang saat ini tubuhnya belum ditemukan karena mobil yang nona muda kendarai masuk kedalam jurang, saya harap anda segera kembali."

*location.

"Ini adalah titik lokasi kejadian, bilamana tuan muda ingin bergabung bersama yang lainnya untuk bersama-sama mencari nona muda."

Lorenzo membanting meja yang ada di hadapannya, ia melempar hal apapun yang berada di jangkauannya.

Kegaduhan yang ditimbulkan oleh Lorenzo membuat teman-temannya segera menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi.

"Bro, tenang bro ada apa ini? Kenapa Lo ngamuk kayak gini?" tanya Banu yang menghalau tangan Lorenzo yang ingin meraih gelas didekatnya.

"Enzo Lo kenapa sih? Lo jangan kayak gini dong." ujar Alvin yang membetulkan sofa yang terjungkal oleh pemuda itu. Jhon dan Exel hanya menatap kejadian itu dengan bingung.

"Ini pasti gara-gara tante Lo itu kan? Udah sih lagian dia juga suka ikut campur urusan Lo sama Aya, jadi kalau dia pergi yaudah toh nanti juga balik lagi." Alvin, pemuda itu tak menyadari jika ucapannya yang terlampau santai itu sudah mengusik Lorenzo.

Buugghhhh

Tanpa aba-aba Lorenzo segera menonjok pemuda itu hingga terjengkang. Ia menarik kerah jaket dan kembali melayangkan beberapa pukulan padanya.

"Enzo, Enzo Lo kenapa? Udah anak orang bisa mati itu." ujar Jhon seraya berusaha memisahkan keduanya.

"Banu oyy bantuin gue sialan!! Cepet pisahin Lo mau Alvin mati gara-gara dihajar!" susah payah mereka berdua memisahkan Lorenzo yang sepertinya sudah terlalu emosi pada Alvin.

Exel segera turun tangan dengan menendang tubuh Lorenzo yang berada diatas Alvin hingga terjungkal kesamping.

"Anjirr, Lo maen tendang aja." Jhon bersungut-sungut pada pemuda berwajah tembok itu.

"Lo kenapa? Ngomong jangan kayak gini. Kita berempat temen Lo bukan musuh Lo. Kita bukan cenayang yang bisa tahu apa yang Lo pikirin dan Lo rasain." Exel berujar demikian seraya membantu Lorenzo berdiri.

Jhon dan Banu bahkan menatap tak percaya bahwa Exel bisa berbicara sepanjang itu dari biasanya yang hanya sepatah dua patah kata.

"Tante gue kecelakaan, mobilnya masuk jurang dan sampe sekarang belum ketemu." Lorenzo menahan sesak pada dadanya saat berkata seperti itu, kedua matanya panas menahan air mata yang ingin keluar dari pelupuk matanya.

Lagi dan lagi Jhon dan Banu terkejut mendapati berita kecelakaan yang menimpa tante Lorenzo. Mereka bahkan tak bisa membayangkan perasaan seperti apa yang dirasakan oleh temannya itu.

Sesak, sedih, dan mungkin lainnya juga sulit untuk mereka rasakan bila menjadi pemuda itu, perdebatan di restoran membuatnya menjadi pribadi yang semakin dingin dan jarang mereka nelihat pemuda itu melamun seorang diri.

Dengan kabar duka ini tentu membuatnya semakin tak karuan. Mereka hanya bisa mendoakan yang terbaik semoga tantenya dapat segera ditemukan dalam keadaan selamat.

Alvin sendiri nampak terkejut dengan penuturan temannya itu, tapi ia malah merasa puas karena tidak akan ada lagi orang yang menganggu Kanaya.

Alvin mungkin bisa memaklumi sikap Lorenzo yang menghajarnya seperti itu karena orang yang berarti untuknya mengalami kecelakaan. Karena iapun akan melakukan hal itu jika Kanaya mengalami kecelakaan yang serupa.

Dalam hati ia berharap semoga jalang itu tak pernah ditemukan dan mati membusuk dimana pun ia berada!

Tanpa ia ketahui siapa orang yang selalu ia teriaki jalang itu sedang merencanakan pembalasan yang manis bahkan padanya.

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang