🌈Happy Reading🌈
Lauren kini berada di taman dengan secangkir teh hijau dan sepiring biskuit cokelat.
Terdengar aneh mungkin bagi beberapa orang, mengingat teh hijau yang terkesan pahit dipadukan dengan biskuit cokelat yang manis.Namun itulah Lauren yang tidak akan bisa kalian tebak seperti apa orangnya.
Ia sangat menikmati waktu sore yang cukup cerah ini, dan merasa bahwa perasaannya sangat senang."Ya beginilah orang gila, sudah membantai tahanan sekarang santai menikmati kudapan." Zergan, terkekeh kecil seraya duduk disamping adik perempuannya yang manis ini.
"Apa yang membuatmu kemari kak? Dimana Ernest dan Louis? Oh iya apa semua yang kuminta sudah siap?" pemuda itu memutar malas bolamatanya mendapati pertanyaan yang bertubi-tubi.
"Bisakah kau bertanya satu persatu sayang? Aku bingung menjawabnya tahu." ujar Zergan menepuk pelan kepalanya.
"Aku merindukanmu, kedua bocah itu masih memantau pergerakan dari orang yang kita incar, dan juga semua sudah siap sesuai keinginanmu sayang." terangnya seraya mengecup kening Laurencia.
Gadis itu sendiri kini beralih menelusupkan wajah pada dada bidang pemuda tersebut, helaan nafasnya terasa berat, karena beban yang kini ia jalani akan semakin sulit, musuh-musuhnya mulai melakukan pergerakan karena cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahui keberadaannya.
***
Suasana di ruangan begitu dingin dan menusuk tulang, terdapat beberapa orang disana, namun tidak ada satu pun dari mereka berniat untuk bersuara.
Keadaan semakin memuakkan ketikan decakan di ruang sunyi itu terdengar cukup nyaring, membuat semua arah pandang menatap sang empu suara dengan sorot mata yang juga muak.
"Sampai kapan kita seperti ini?" tanyanya tak sabar.
"Menurutmu sampai kapan? Gadis licik itu sulit disingkirkan, semuanya sudah berjalan lancar selama ini..."
"Iya memang berjalan dengan lancar hingga ia beranjak usia tiga belas tahun. Semuanya sudah tidak berjalan lancar." selanya dengan raut wajah marah.
"Mayatnya saja tidak ditemukan sudah pasti dia masih hidup! Sejak dulu bukankah sudah kukatakan untuk membunuhnya juga, namun kalian menolak! Sekarang lihat rencana kita mengambil alih segalanya hampir hancur." teriakan itu terus terdengar dengan lantang, bahkan beberapa pecahan barang pun ikut meramaikan suasana.
"Kenapa papa begitu berisik? Aku muak mendengarnya tahu." ujar seorang gadis dengan penampilan lugu, yang sama sekali tidak mencerminkan sikap polosnya itu.
"Kamu juga sama bodohnya! Kenapa kamu tidak bisa mendekatinya, hah!" sentak pria tersebut.
Sementara yang lain hanya diam mengamati pertengkaran sepasang ayah dan anak yang tidak ingin saling mengalah.
Suasana di ruangan tersebut memang panas, karena perasaan mereka kini sedang dilanda kecemasan dan ketakutan akan hal yang tidak terduga.Rencana yang disusun sedemikian rupa seakan kini mulai menunjukkan kegagalan yang fatal akibat seseorang.
Pertemuan yang seharusnya mencari jalan keluar malah berantakan akibat kedua orang yang masih saja bertengkar.Andaikan saja dulu mereka menuruti ucapan dari pria tersebut, mungkin saat ini mereka menikmati hasil kerja keras mereka selama beberapa tahun ke belakang.
Namun semuanya sudah terlanjur, kini mereka harus kembali membuat rencana agar situasi yang tidak terkendali ini menjadi ada pada genggaman mereka kembali.
Satu-satunya cara ialah dengan mempercepat rencana yang hampir saja gagal tempo hari.
Karena dengan itu mereka semua bisa memegang kendali atas "orang-orang" tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laurencia.
General FictionLaura inggrid tidak pernah menyangka bahwa ia masuk kedalam novel "Cahaya untuk Lorenzo" yang sangat klise dengan alur kisah cinta antara pemuda dingin dan gadis baik hati serta polos. tentu saja di setiap cerita akan selalu ada karakter antagonis y...