part 16

11.2K 906 5
                                    

🌈Happy Reading🌈

"Jangan membuatku marah Anderson!" pemuda itu nampak bimbang untuk memilih mengantar Aya pulang atau pergi bersamanya.

"Baik, sepertinya kau lebih memilih gadis itu daripada aku. Pergilah dan jangan menyesal jika aku pergi meninggalkan mansion." ujarku memperingatkan pemuda itu.

"Hiks hiks hiks ka-kakak harusnya ja-jangan kayak gitu hiks hiks Enzo kan pacar aku hiks hiks." Lauren menatap datar gadis yang masih menangis dipelukan keponakannya tersebut. Ia sama sekali tidak merasa iba pada air mata palsu itu.

Sungguh ia muak jika terus-menerus menghadapi air mata buaya itu.

"Lo cuma tantenya Lorenzo bukan orang tuanya yang bisa ngatur kehidupan anak-anaknya!!" Alvin menatap bengis padanya.

"Orang asing dilarang ikut campur, emangnya Lo siapa? Sampe berani meninggikan suara pada putri bungsu keluarga Smith? Dengan sekali perintah, gue bisa buat perusahaan keluarga Lo hancur!" pemuda itu sedikit tersentak mengingat bahwa gadis di hadapannya bukan dari keluarga menengah seperti dirinya.

Ia mengepalkan tangan merasa tak terima dengan ancaman itu, namun gengsinya masihlah setinggi langit hingga tak memikirkan konsekuensi dari tindakan selanjutnya.

"Lo cuma jalang yang ngga tau terimakasih sama keluarga Lorenzo! Tanpa mereka dari awalpun Lo bakal mati!!" sentaknya seraya menarik kerah pakaian yang digunakan Lauren.

Buugghh buugghhh buugghhh

Ernest menarik paksa Alvin dan langsung menghajarnya dengan membabi buta.
Semua orang yang berada di tempat itu terkejut dengan ujaran Alvin dan tindakan Ernest.

"Cukup!" Ernest melepaskan cengkeramannya seraya meludah kesamping, sorot matanya masih tajam kesal dengan apa yang ia dengar tadi.

"Kau membuatku kecewa Lorenzo, kau lebih memilih teman-temanmu dan gadis itu dibanding kami keluargamu. Apa boleh kukatakan jika aku menyesal telah kembali kemari hanya untuk dirimu? Sepertinya iya. Bukan begitu? Kau sudah beranjak dewasa sekarang jadi terserah dan maaf." Lorenzo menggeleng keras saat kata-kata itu terucap dari lisan orang yang sangat berarti baginya.

Tapi ia sendiri bimbang karena perasaan cintanya pada Kanaya tidak bisa diabaikan.
Pemuda itu semakin kalut saat melihat air mata yang disertai senyuman hangat dari tantenya itu.

"Mami. Maaf." hanya itu, hanya itu kata-kata yang dapat ia keluarkan dari bibirnya. Namun hanya gelengan kepala respon dari gadis itu.

"Kami pergi, jaga dirimu baik-baik."

"Tidak tidak tidak! Mami tidak akan pergi kemana pun! Tidak akan Enzo biarkan! Tidak!" Lorenzo panik saat gadis itu mengucapkan kata pamit.

Ia tidak akan membiarkan gadis itu pergi, ia tidak akan membiarkan masa-masa sakitnya merindu kembali terulang. Ia hanya butuh maminya, tante Laurencia untuk selalu berada disisinya.

Sejak dulu orang tua Lorenzo selalu sibuk bekerja hingga sangat sedikit waktu yang mereka miliki untuk bersama.
Ditambah saat kakek dan neneknya meninggal kesibukan orang tuanya semakin meningkat.

Mereka bekerja keras demi mempertahakan perusahaan selagi Laurencia anak bungsu dari kakek neneknya yang berarti kan adalah tantenya sendiri menjalani proses pemulihan.

Disaat waktu-waktu tersebut hanya Laurencia-lah yang menemaninya bermain, belajar dan lainnya.
Walau umur mereka terpaut satu tahun namun kepribadian gadis itulah yang seakan lebih tua dan lebih mengayomi Lorenzo.

Apapun yang Lorenzo inginkan maka saat itu juga Laurencia yang akan mengabulkannya. Ia begitu dimanjakan dengan kasih sayang hingga selama beberapa waktu kedepan begitu nyaman.

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang