🌈Happy Reading🌈
'Ya ampun Ra, emang sengsara aja hidup lo mah, karakter si author emang pada sinting kayaknya' kekehku dalam hati.
Ingin tau kenapa berbicara seperti itu? Ya karena aku dan Ernest sedang melihat seorang gadis yang berdebat dengan dua orang pemuda.
Kami berdua dapat mendengar jelas keributan yang mereka bicarakan, karena area ruang ekskul agak sedikit jauh dengan area kelas yang dipisahkan oleh lorong dan area taman.
Jadi tidak akan ada kelas yang mendengar keributan mereka.Sekedar informasi setiap ruangan dan lorong yang ada disini memiliki kamera cctv dan alat komunikasi yang terhubung satu sama lain.
Hanya saja tidak ada siswa dan siswi yang mengetahuinya kecuali guru dan komite disiplin.
Serta sepasang murid yang masih memandang keributan itu."Lo jangan gangguin Aya terus bisa ngga sih?" ujarnya mendorong bahu si gadis.
"Gue ngga ngapa-ngapain dia!" gadis itu balas menyentak kedua pemuda itu.
"Alah, lo kan emang suka caper, jadi mana mungkin ngaku." kekehnya
Plaakkk
Suara tamparan begitu memekakkan telinga, namun emosiku begitu bergejolak ingin sekali menghajar kedua pemuda itu.
Ernest menatap dingin, dengan rahang yang mengetat tegang. Rangkulannya dipinggangku pun terasa sedikit menyakitkan.
Gadis itu kini dicekik oleh pemuda satunya, terlihat ia kesulitan untuk bernafas, tangannya berusaha melepaskan cekikan itu namun sulit.
"Lo tuh harusnya mati!" lantangnya.
"Le-lepas sakiiittt" gadis itu terbata-bata
Saat aku akan beranjak mendekati mereka, Ernest semakin merangkul pinggangku seraya berujar "tunggu sebentar lagi." sekilas dari ujung mataku kulihat tatapannya mendingin.
"Heyyyy....siapa disana?!" ujar seorang pemuda dengan lantang.
Pemuda yang mencekik Raquella pun segera melepaskan cengkeramannya hingga gadis itu jatuh terduduk dilantai dengan terbatuk-batuk.
Mereka berdua segera pergi meninggalkan tempat itu saat pemuda yang meneriakinya semakin berjalan mendekat.
"Siapa itu?" ujarku mengeryitkan kening.
"Orlando Bennedict wakil sekertaris dari komite disiplin yang disegani karena wajah tampannya dan yang selalu memberi hukuman tanpa pandang bulu pada siapapun." jelas Ernest mengelus pinggangku yang ia rangkul terlalu kuat sedari tadi.
"Loh disegani kok karena wajahnya, mana wakil sekertaris pula, gak salah tuh?" cibirku pada pemuda itu.
"Walau ia hanya wakil sekertaris tapi anggota inti komite disiplin sangatlah tegas dalam memberikan hukuman." kini Ernest beralih menyandarkan kepalanya pada pundakku yang padahal tinggiku pun hanya sebatas dadanya saja.
'Sial emang, masa gue pendek kayak gini' batinku menangis sedih tak terima kenyataan ini huhuhu......
"Lagi?" tanya pemuda yang kini berada di hadapan Raquella.
"Makasih, tapi Lo ngga usah berharap gue bakal ngaku atau apapun itu." sarkasnya.
"Hahaha.. Dengan keadaan Lo yang kayak gini aja udah gue duga Lo pasti dikira cari masalah sama gadis itu kan." tawanya terdengar menyebalkan.
Raquella bungkam karena apa yang pemuda itu ucapkan ada benarnya. Tapi ucapan selanjutnya membuat hati kecilnya tersentak.
"Gue bingung kenapa seorang ratu bully disekolah ini selalu lolos dari hukuman? Hanya karena perintah mutlak dari seorang pemilik sekolah? Konyol memang karena komite disiplin yang seharusnya mendisiplinkan murid-murid disini dengan memberi mereka efek jera oleh berbagai hukuman, tapi semua itu sama sekali ngga berpengaruh buat Lo" ujarnya dingin.
"Lo itu ngga seberarti itu buat selalu disanjung apalagi sama pemilik sekolah ini. Bisa aja nanti Lo bakal dihempas dan dilupain gitu aja." pemuda itu pergi meninggalkan Raquella yang masih dalam keadaan terduduk dilantai dengan termenung.
"Widih, tuh mulut minta dicabein kayaknya." ujarku geram
"Sudahlah, kau tidak lelah?" ujar Ernest yang kini menaruh dagunya dipucuk kepalaku.
'Mentang-mentang gue pendek nih orang seenaknya aja' batinku lelah.
*dilain sisi*
Seorang pemuda dengan seragam yang dibalut jas memandang seorang gadis dari layar ponselnya.
Ia sedikit mengusap pelan layar ponsel tersebut seakan memang sedang menyentuh gadis tersebut agar tidak terluka.
Mengingat gadis itu sering diperlakukan buruk membuatnya geram dan ingin segera mematahkan tangan yang berani-beraninya melukai wajah cantik maupun tubuh eloknya itu.
Namun ia masih saja harus bersabar entah sampai kapan, ia tidak ingin dijauhi oleh gadisnya itu jika ia bertindak gegabah.
Perlahan tapi pasti gadis itu akan kembali ke pelukannya sesuai dengan ucapan orang tersebut. Kini ia tersenyum kecil saat bayangan gadis cantik itu berkelebatan dipikirannya.
*kembali pada Laurencia.
Mereka berdua masih saja memandang Raquella yang kini berdiri dan mulai berbalik arah dengan berlari kearah mereka.
Lauren yang awalnya sedikit terkejut malah dibuat semakin terkejut lagi saat gadis itu menabraknya hingga hampir terjungkal kebelakang namun tertahan oleh Ernest yang memang masih merangkulnya.
Gadis itu bahkan masih saja menundukkan kepala dan berlari menuju arah taman belakang gedung ekskul ini.
Sekedar informasi ruang ekskul ini memang berada di sebuah gedung yang berada di belakang gedung utama yang dihubungkan oleh beberapa lorong dan taman jadi tidak terlalu dekat dengan gedung lainnya.
Kami berdua lantas mengikuti kemana perginya gadis itu dengan tenang karena kalau terburu-buru ya capek!
Sesampainya disana terlihat ia duduk disebuah kursi panjang dengan masih saja menundukkan kepalanya.
Aku sempat berpikir apakah tidak akan patah jika ia terus-terusan seperti itu?
Oke singkirkan pikiran konyol itu dan mari kita lihat apa yang akan ia lakukan setelah ini.Raquella sendiri tidak menyadari ada dua orang yang sedari tadi memperhatikan bahkan mengikutinya hingga ke tempat ini.
Ia sudah cukup lelah menghadapi kesalahpahaman yang tercipta oleh gadis sok polos itu.Karena gadis itu ia selalu dijauhi, ia selalu dibentak, bahkan tak jarang dilukai oleh saudaranya sendiri.
Ia tak berbuat apapun pasti akan selalu kena imbasnya.Ia sudah cukup lelah jika harus selalu seperti ini, gadis itu selalu menuduhnya membully padahal tidak sama sekali. Karena itu kini ia benar-benar membully gadis sialan itu tapi ia malah semakin dibenci oleh orang lain.
Apa yang ia lakukan sepertinya selalu salah, ia hanya berharap bahwa orang yang selama ini ia tunggu segera kembali kemari dan membantunya.
Raquella sangat menyayangi orang tersebut karena ia selalu memanjakan dan memberikan perhatian yang melimpah padanya, padahal ia jarang sekali diperlakukan seperti itu oleh keluarganya sendiri.
Rindu yang selama ini ia tahan rasanya sudah semakin menggebu-gebu. Biarlah orang berkata ia terlalu mengharapkan orang tersebut. Biarlah ia menjadi egois untuk kali ini saja pada sosok itu.
Tak peduli apapun yang terjadi ia akan berusaha mempertahankan apa yang kini menjadi satu-satunya yang ia miliki dan ia harapkan. tanpa menyadari bahwa do'anya sudah terkabulkan.
Sosok itu sudah semakin dekat dengannya, namun ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laurencia.
Ficção GeralLaura inggrid tidak pernah menyangka bahwa ia masuk kedalam novel "Cahaya untuk Lorenzo" yang sangat klise dengan alur kisah cinta antara pemuda dingin dan gadis baik hati serta polos. tentu saja di setiap cerita akan selalu ada karakter antagonis y...