part 17

11.6K 949 24
                                    

🌈Happy Reading🌈

Sementara didalam mobil sepasang pemuda dan pemudi sedang fokus dengan kegiatan masing-masing.
Si pemuda sibuk menggegam sebelah tangan si gadis dengan sebelah tangan yang lainnya sibuk mengendarai mobil itu juga.

Dan si gadis sibuk dengan lamunannya sendiri hingga.....

"Hahaha.....terlihat cukup bagus bukan?" tanyanya dengan riang.

"Rencana kita akan berjalan dengan baik setelah kejadian tadi, gadis itu akan semakin geram dan kesal saat rencananya tidak berhasil." Ernest tersenyum kecil seraya membelai sayang pipi Laurencia.

"Bagaimana dengan 'dia'? Tidakkah kau melupakannya?" Lauren mulai mengeryitkan dahi yang segera diusap oleh Ernest.

"Jangan mengeryitkan dahimu seperti itu." ujarnya tak suka.

"Baiklah, baik."

"Aku tidak akan mungkin melupakan 'dia'. selagi berada dilingkup yang aman kita bisa bergerak bebas namun dengan berhati-hati, ia tidak akan gegabah atau rencananya sendiri yang berantakan." Lauren menunjuk kearah depan mobil yang terlihat disana ada penjual sate.

Ernest yang peka pun segera melambatkan laju mobil untuk berhenti didekat tempat si pedagang berada.

"Jadi kita masih bisa melakukan rencana yang lainnya selama menurutnya tidak akan melukai orang yang ia cintai." Laurencia melanjutkan ucapannya tadi yang ia balas anggukkan paham dari pemuda berwajah datar itu.

Mereka berdua turun dan segera berjalan mendekati tenda sederhana itu, Laurencia benar-benar tidak sabar dan dengan segera memesan makanannya.

"Pak sate ayamnya 30 tusuk makan disini ya, pake lontong, acarnya dipisah, minumnya es jeruk aja dua gelas."

"Siap laksanakan, tunggu sebentar ya." sahut si pedagang.

Sembari menunggu kedua sejoli itu sibuk dengan ponsel masing-masing, saling memantau pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawainya.

"Louis akan pindah kemari minggu depan." ujar Ernest tanpa mengalihkan pandangan.

"Benarkah?" tanya Lauren datar.

"Hmm." hanya sebuah deheman yang menjawab membuat gadis itu memutarkan bola matanya dengan malas.

"Oh iya kenapa nama restoran tadi tidak asing ya, seingatku konsep dan nama restoran itu berbeda sekali dengan sekarang." ujar gadis itu seraya memikirkan restoran tadi, karena ia memang baru pertama kali kesana. Ernest yang menawari tempat pertemuannya dengan Rara yang ia setujui saja.

"Apa kau suka?" pemuda itu menatap dalam wajah rupawan itu dengan menyelipkan anak rambut pada telinganya agar semakin menunjukkan pesona gadis itu sendiri.

"Iya, sangat sesuai seleraku." sahutnya menikmati belaian jemari Ernest pada rambutnya.

"Itu memang restoran kita." ujarnya menegakkan tubuh saat pesanan mereka tiba.

"Benarkah?" Lauren menatap tak percaya pada saudaranya yang dingin bagai kulkas itu.

"Tentu saja." anggukan kepala itu membuat Lauren semakin sangsi dengan ucapan bualan itu.

Tapi saat dipikirkan itu memang seakan benar-benar nyata? Tapi benarkah? Pikirannya mendadak buntu dan saat ia mengunyah makanan seraya masih memikirkan restoran itu iapun berujar....

"Er'Launc." bisiknya lirih.

"Ernest'Laurencia." mata gadis itu seketika membulat sempurna terkejut hingga membuatnya tersedak.

"Uhhukk, uhukk uhukk...." Ernest dengan sigap memberikan segelas es jeruk yang berada di hadapannya melupakan es jeruk yang berada lebih dekat dengan gadis itu.

Lauren sibuk menepuk dadanya yang terasa sesak karena tingkah bodohnya itu, ia juga meneguk rakus es jeruk yang diberikan Ernest padanya.

Setelah merasa sedikit lega, Ernest menatap tajam seraya berujar dengan dingin.
"Apa yang kau lakukan, hah?" Lauren hanya menundukkan kepala karena masih sedikit shock dengan insiden tersedaknya baru saja.

Air mata yang ia tahan meluncur begitu saja tanpa perintah, membuat Ernest menghela nafas dan membawa gadis itu kedalam pelukannya.

"Maafkan aku, maaf." ujarnya lirih.

"Pak, maaf tolong bungkus semuanya." penjual itupun segera membungkuskan makanan tersebut, Ernest sendiri meninggalkan beberapa lembar uang diatas meja dan segera pergi dengan Lauren yang memeluknya bak anak koala.

Didalam mobil ia memangku gadis itu dengan kedua kakinya yang berada dikursi penumpang.
*posisinya Lauren duduk dipangkuan Ernest terus kakinya Lauren kesamping gitu di tempat tadi ia duduk kalian ngerti kan ya.

Sedikit sulit memasang sabuk pengaman tapi bukan berarti tak bisa.
Setelah dirasa nyaman ia segera melajukan mobil meninggalkan tempat tersebut.

Di sepanjang perjalanan Lauren sibuk menggambar pola abstrak diatas dada Ernest yang terbalut kaos putih polos yang berpadu dengan jaket hitam dengan bordiran sehelai bulu berwarna merah di sebelah kirinya.

Otaknya mendadak tidak bisa berpikir, entahlah ia hanya merasa lelah saja.
Ernest sendiri menyetir dengan sebelah tangan saja, karena sebelah tangannya sibuk membelai sayang gadis dipangkuannya.

Tak lama terdengar dengkuran pelan nan halus dari seseorang yang sudah menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Ernest.

Ia terkekeh sejenak dengan tingkah gadis yang tak terduga menurutnya itu.
Ia membayangkan apa yang akan terjadi saat adiknya tiba disini.

Pertempuran apa yang akan terjadi diantara keduanya, yang kadang kala membuat ia sendiri tak mengerti alasan mereka berdua bertengkar hingga beradu fisik.

Bahkan ia tak bisa melupakan kejadian saat lauren dan Louis hampir membakar ruang tamu karena eksperimen gila mereka yang membuat para penjaga rumah dan maid sibuk dan berlari kocar kacir karena api yang sulit padam.

Tapi jika sedang serius mereka bisa menjadi tim yang menakutkan dengan Lauren yang selalu tersenyum manis dan Louis dengan tindakan bar-barnya.

Melihat wajah damai yang tak terganggu ini lebih baik ia bawa gadis di pelukannya ini menuju salah satu apartemennya.

Katakanlah ia terkena sister compleks karena begitu menjaga dan bisa dibilang bucin akut pada saudaranya ini.
Tapi cukup ia sendiri saja yang tahu akan kebenarannya.

Ernest sudah memarkirkan mobil di parkiran khusus dan segera mengetikkan pesan pada kakaknya Laurencia.

Om Alva.

"Kami pulang ke apartemen."

Pesan sudah dikirimkan jadi tidak akan ada yang merusuh seperti kakak iparnya yang cerewet itu.
Ernest segera melepas sabuk pengaman dan melangkah pada di lift khusus yang langsung menuju lantai hunian mereka.

Didalam kamar ia menaruh dengan penuh kehati-hatian agar gadis itu tak terusik dan bangun, namun ia merasa suhu tubuhnya mendadak panas kembali.

Ia segera mengambil kain dan air untuk kembali mengompres tubuh yang belum sepenuhnya pulih itu.
Melakukan beberapa kali hingga ia merasa suhunya mulai kembali normal.

Rasanya melelahkan hingga ia memutuskan untuk tidur seraya memeluk sayang Laurencia yang menggeliat mencari posisi yang nyaman.

*
didalam pesawat komersial dengan posisi tempat duduk kelas eksekutif terdapat seorang pemuda berwajah manis tengah menikmati segelas jus mangga yang ia pesan pada seorang pramugari cantik.

Ia menatap jendela yang menampilkan kumpulan awan dan pemandangan disekitar yang menurutnya sedikit menarik untuk menghabiskan waktu perjalanan yang cukup panjang ini.

Sebuah senyum manis dengan lesung pipi yang menambah kesan manisnya hingga berada dititik seakan terkena penyakit gula itu ia berujar pelan hingga hanya ia sendiri yang mendengar.

"Tunggu aku singa betina! Kita akan bertemu kembali dan bermain permainan yang menyenangkan." ujarnya dengan tersenyum manis bukan? Jangan percaya karena itu hanya kamuflasenya saja.

Laurencia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang