🌈Happy Reading🌈.
"Kalian berdua benar-benar membuatku muak, terutama anakmu itu yang tidak tahu malunya selalu saja mengusik ketenanganku!" gadis itu terus saja berbicara pada dua tikusnya.
Hanya ada gumaman dan kata-kata yang tidak jelas terdengar dari mereka, iya karena lidahnya yang sudah terputus sejak beberapa menit yang lalu.
Telinganya terasa sakit mendengar umpatan serta caci makian mereka layaknya bebek yang hendak di sembelih. Jadi lebih baik putuskan saja, walau nyatanya tetap saja berisik dengan suara yang tak jelas apa-apanya.
"Berusahalah untuk tidak bersuara agar aku tidak semakin menyiksamu ya." ujarnya pada seorang pria berperut buncit itu.
Setelah ia berkata seperti itu tanpa aba-aba ia mengayunkan kapak tumpul pada kaki kanan si pria yang jelas itu sangat membuatnya kesakitan. Raungan tak jelas terdengar dari mulut yang penuh darah dari lidah yang sudah tiada.
Raut dingin yang sedari tadi ditunjukkan perlahan sirna, menampakkan senyum manis dengan kedua netranya yang berbinar indah.
Indah bila ia menunjukkannya bukan saat membunuh orang tentu saja, beberapa kali ia melayangkan kapak itu pada kaki yang sudah tak berbentuk lantas terputuslah dari lututnya itu.
Sementara yang lain sudah menangis histeris dengan suara yang tak jelas, ia meraung-raung meminta untuk dilepaskan.
Beberapa orang yang mendampingi gadis itu sudah memuntahkan isi perut mereka, tak kuasa melihat pemandangan tubuh yang sudah terkoyak namun masih dapat hidup penuh rasa sakit.
Mungkin jika itu mereka sudah pasti akan mati karena syok akibat penyiksaan yang diluar akal tersebut.
Bayangkan saja, jari-jari tangan yang terlihat hanya tulangnya saja karena dikuliti oleh belati berlumuran garam, kedua pipi yang diukir tulisan abstrak, lidah yang diputus, sekarang kaki mereka yang dipotong oleh kapak tumpul.
Dada yang disilang oleh cambuk bergerigi tajam, dan puncaknya...
Dua buah kepala yang terpenggal dalam sekali tebasan diiringi oleh suara tawa yang ceria dari seorang gadis.
Oh ini terlalu kejam untuknya, namun ia malah menikmati hal tersebut dengan bahagia, diantaranya bahkan sudah pingsan tak kuasa melihat kekejaman itu.
"Bakar tubuhnya, kirimkan anggota tubuh yang terputus pada mereka dan kepalanya pada keluarga mereka, jangan lupa hias dengan cantik atau kalian yang akan jadi korban selanjutnya." ujar gadis itu seraya pergi membawa pedang yang ia goreskan keatas lantai kayu.
Dengan senandungnya yang merdu justru membuat bulu kuduk mereka semakin meremang.
Diluar rumah terbengkalai itu nampak hamparan rumput ilalang yang tersibak oleh semilir angin malam, bulan purnama diiringi lolongan serigala nampak syahdu untuk malam itu.
Tidak usah terlalu brutal dan terburu-buru untuk menghabisi para tikus menjengkalkan itu, cukup bermain sunyi dan nikmati kepuasan itu sendirian.
*
Acara kemah sudah dimulai sejak pagi tadi, banyak dari para siswa dan siswi bercanda ria dengan teman-temannya.
Mereka senang mendapat selingan hiburan seperti ini, menjernihkan pikiran dari banyaknya tugas pelajaran yang menumpuk membuat mereka sudah cukup senang.
Berbanding terbalik dengan es kutub kita Ernest dan Zergan yang sedari tadi menampilkan raut datar yang terlampau dingin. Membuat yang lain segan untuk mendekati mereka.
"Baiklah anak-anak mari kita mulai pembagian kelompoknya, jangan ada yang protes atau nilai kalian pada ujian akhir akan kami kurangi, mengerti!" ujar seorang guru dengan pengeras suaranya.
"Mengerti pak!" jawab mereka serempak.
"Baiklah kita mulai dari kelompok satu ada Vallen, Chris, Rebecca, Elenia dan Jacob..." dan terus saja pria tersebut memanggil satu persatu siswa siswinya dalam satu kelompok.
"Sekarang kelompok delapan ada Ernest, William, Jane, Erlin dan Jhon silahkan menuju kelompok kalian." ujarnya pada mereka.
"Kelompok sembilan Raquella, Emily, Zergan, Banu dan Adam."
"Kelompok sepuluh Lorenzo, Louis, Barbara, Axel dan Vanya."
"Kelompok sebelas Kanaya, Alvin, Casandra, Robert dan Angelo."
Masih banyak kelompok yang disebutkan oleh guru tersebut hingga beberapa saat kemudian ia memberi arahan kembali untuk kelompok masing-masing.
"Dalam satu tenda kalian berbagi tempat untuk beristirahat, kalian sudah membawa kantung tidur serta barang-barang keperluan kalian bukan, jadi tidak ada lagi alasan ini dan itu karena kami sudah memberi kalian waktu yang cukup lama untuk persiapan acara ini."
"Silahkan bangun tenda kalian masing-masing tapi tidak boleh terlalu jauh dari area perkemahan ini mengerti." mereka semua mengangguk.
"Bagi tugas dengan orang di kelompok kalian untuk mengambil air, kayu bakar membangun tenda atau apapun itu. Kami para guru akan selalu mengawasi kegiatan kalian agar semua merasa senang, dan dapat menikmati acara ini dengan lancar, sekian terimakasih." pamitnya.
Setelah itu para siswa dan siswi yang sudah terbagi menjadi beberapa kelompok mulai mendirikan tenda masing-masing dan mengerjakan kegiatan lainnya.
"Ernest dan aku akan membangun tenda, kami juga akan membereskan keperluan kita semua disini, bisakah kalian bertiga tolong ambil air dan kayu bakarnya?" tanya William.
"Oke boleh, tapi kalau bisa tendanya dibangun disekitar sini aja ya, tanahnya datar dan lapang, jauh dari semak-semak juga pohon tinggi." sahut Jane.
"Iya, iya biar nyaman kita semua disini." timpal Erlin.
"Yaudah bro kita ambil air sama kayu bakarnya, kalian disini bikin tenda dan yang lainnya juga, yuk jalan." ajak Jhon pada kedua gadis itu.
Mereka bertiga pergi meninggalkan Ernest dan William menuju arah sungai berada untuk mengambil air.
*
Dilain tempat Lorenzo sedang membuat tenda dengan Louis serta Barbara, sementara Axel dan Vanya mengambil kayu bakar di sekitar tenda yang mereka dirikan.
Kanaya tiba-tiba mendatangi Lorenzo dan mulai memasang wajah sedih didepan pemuda tersebut.
"Kak, aku mau sekelompok sama kakak aja mereka gak suka sama aku." cicitnya seraya memainkan ujung baju.
"Eh, si menye ngapain sih disini? Bukannya bantuin kelompok Lo bikin tenda kek, apa kek, ini malah kesini." sahut Barbara dengan julid.
"Kak Barbara apaan sih, kok ngomongnya gitu sih sama aku?" air mata mulai membasahi pipi Kanaya.
"Heran gue air matanya kok gak pernah habis, hobi banget deh nangis gitu." ujar Barbara seraya pergi menyusul Axel dan Vanya yang masih memunguti ranting-ranting kayu untuk kayu bakar nanti.
"Kak Enzo." kini Kanaya memegang hoodie yang dikenakan oleh pemuda yang masih sibuk membangun tenda.
"Pergi Kanaya, gue lagi sibuk disini! bantuin tuh kelompok kamu." ujar Lorenzo dingin.
"Ih kakak kok gitu sih sama aku, kakak gak sayang lagi ya sama aku." rengeknya dengan air mata yang masih saja membasahi pipinya.
"Nay, kamu kenapa sih ngomong gitu mulu? Ngga capek? Gue capek dengernya Lo selalu ngomong gitu!" Lorenzo yang jengah pun berusaha melepaskan tangan Kanaya pada hoodie-nya.
Louis yang sedari tadi melihat drama itu malah sibuk dengan cemilan yang dibawakan Laurencia untuknya dan dua pemuda kutub itu.
Jelas ia juga menitipkan untuk Lorenzo dan Raquella, walau rasanya sedikit tidak ikhlas tapi yasudah daripada harus dilempar dari atas mansion, bisa mati muda ia kan.
-----------------------------------------------------------------------
Dirasa nyambung syukur, dirasa kok ngaco alurnya, yaudah ntar di revisi lagi kalau ceritanya udah beres.
Happy weekend semuanya❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Laurencia.
General FictionLaura inggrid tidak pernah menyangka bahwa ia masuk kedalam novel "Cahaya untuk Lorenzo" yang sangat klise dengan alur kisah cinta antara pemuda dingin dan gadis baik hati serta polos. tentu saja di setiap cerita akan selalu ada karakter antagonis y...