"Yah, ini dompet sama hp orang itu."
Sang putri datang dari dalam sebuah ruangan dengan membawa ponsel dan dompet milik seseorang, segera dihampiri oleh Ayah Reyhan.
"Ada lagi gak?" Tanya Ayah Reyhan.
Hana menggeleng. "Cuma itu."
"Dia gak bawa tas?" Tanya Ayah Reyhan lagi yang kembali mendapatkan gelengan kepala dari sang anak.
Oh jangan kalian kira mereka sedang melakukan aksi pencurian. Tidak kok tidak. Mereka melakukan hal itu guna untuk mengetahui identitas orang yang mereka tolong. Tidak lebih dari itu. Mereka hanya berniat menolong.
Ayah Reyhan menghidupkan ponsel di genggamannya, menampilkan lock screen berlatar biru bertuliskan 'don't touch my phone!' dengan di bawah tulisan itu terdapat sebuah nama.
"Juna Nathalino.."
Mendengar sang ayah yang bergumam nama seseorang membuat Hana mendekat ingin ikut melihat benda pipih tersebut.
Walaupun terkesan tidak sopan karena membuka ponsel orang sembarangan, Ayah Reyhan menggeser layar itu ke atas guna membuka kunci yang terdapat di ponsel tersebut. Tentu saja Ayah Reyhan melakukan hal itu agar bisa mengetahui siapa keluarga dari orang yang di tolongnya itu.
"Gak bisa, Dek." Katanya pada sang ayah ketika kunci layar ternyata memiliki pin sandi.
Hana terdiam sebentar sebelum dia beralih membuka dompet milik laki-laki tadi. Ada kartu tanda penduduk, kartu mahasiswa, kartu kredit, beberapa lembar uang, dan juga sebuah foto. Hana pun mengambil kartu tanda penduduk beserta kartu mahasiswa kemudian melihat-lihat identitas laki-laki itu lalu mencocokkan nama yang tertera di kedua kartu tersebut dengan nama yang terdapat pada look screen ponsel tadi.
"Namanya bener Juna Nathalino, Yah." Gadis itu lalu memberikan kedua kartu yang dipegangnya pada sang ayah beserta ponsel tadi untuk kembali di periksa.
Sementara tangannya lancang mengambil sebuah foto yang terdapat pada dompet itu. Melihat seksama dua wajah di dalam foto itu sampai-sampai dahinya dibuat mengkerut. Foto yang memperlihatkan dua anak kecil tengah memegang mainan masing-masing di tengah-tengah taman kota sembari tersenyum. Tapi, wajah salah satu dari mereka seketika mengingatkannya pada satu nama.
Jayden...
Entah kenapa nama itu muncul begitu saja. Apakah ini karena memang firasatnya yang berkata kalau laki-laki itu dan Jayden ada hubungan, atau dia hanya terlalu bucin sampai-sampai nama Jayden yang muncul?
"Halo,"
"Ah, maaf Bu, apa Ibu keluarga dari pemilik handphone ini?"
Pikirannya akan seseorang seketika buyar begitu suara sang ayah yang terdengar seperti sedang berbicara dengan seseorang. Raut wajahnya seolah bertanya siapa yang sedang berbicara dengan ayahnya itu.
"Maaf karena saya lancang mengangkat telepon Ibu dan membuka dompet anak Ibu, tapi niat saya ingin menolong anak Ibu."
Hana diam. Memperhatikan ayahnya tengah fokus berbicara di telepon.
"Anak Ibu, Juna Nathalino sedang berada di rumah sakit. Saya dan anak saya tadi menemukannya pingsan di depan minimarket."
"Dia tidak apa-apa, Bu. Dokter bilang dia hanya kelelahan."
Dan saat ayahnya itu menyebutkan alamat rumah sakit tempat mereka berada, telepon itu berakhir dengan ucapan selamat malam dari Ayah Reyhan.
"Ayah," panggil Hana.
Ayah Reyhan seakan peka akan tujuan panggilan itu, kemudian berucap begini. "Kamu tenang aja, Ibu dari laki-laki itu sedang menuju kemari."
Barulah Hana bisa bernafas lega saat Ayah Reyhan berkata demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditionally
Teen Fiction[On-Going] "Jay, lo tau lagu 'Unconditionally' karya Katy Perry, gak?" "Tau." "Menurut lo apa makna dari lagu itu?" "Lirik lagunya sendiri tentang cinta tanpa syarat, dan 'Unconditionally' itu sendiri artinya adalah 'Tanpa Syarat'. Gue gak yakin...