Seorang gadis berambut cokelat yang kini panjangnya sudah sedikit melewati bahu itu sedang berjalan dari depan gerbang menuju gedung kelasnya. Hari ini dia di antar oleh sang kakak, diturunkan di depan gerbang, membuatnya harus berjalan untuk sampai ke gedung MIPA.
Jayden ingin sekali menjemputnya, jujur saja, tapi karena sekarang ada Riki jadi Hana melarang Jayden menjemputnya dan menyuruh agar berangkat bersama Riki saja.
Hana sudah sampai di gedung MIPA, sedang menaiki tangga agar sampai ke lantai 3. Tapi saat dia baru menginjakkan kaki di beberapa anak tangga, langkahnya terhenti begitu tidak sengaja mendengar suara dua orang murid yang sepertinya ada di depan tangga di lantai 1. Tanpa membalikkan badan dia sedikit menguping pembicaraan mereka.
"Ini gak apa-apa aku anter kamu sampe sini doang?"
"Nggak apa-apa kok Kak, lagian kasian Kakak kalau harus naik turun tangga udah gitu kan harus jalan lagi ke gedung IPS."
Meski tidak melihat wajah dua orang itu Hana bisa tahu suara dari satu orang lewat suaranya. Satunya adalah siswa dan satunya lagi siswi. Akhirnya Hana memilih untuk membalikkan badan.
"Edward." Panggilnya.
Si pemilik nama menoleh ke arah tangga. "Loh Hana? Lo ngapain disitu?"
"Ya mau ke kelas lah." Katanya.
Edward ber-oh ria. "Yaudah gih kamu naik duluan, aku liatin dari sini." Kata-kata itu untuk siswi yang tadi mengobrol bersamanya, bukan Hana.
Siswi tadi mengangguk. "Aku duluan ya Kak." Kemudian mulai menaiki anak tangga. "Misi Kak." Sempat mengucapkan permisi kepada Hana karena dia harus lewat.
Sesudah siswi itu hilang dari pandangan mata, Hana kembali melihat ke arah Edward. "Itu crush lo?"
"Kepo lo." Dia tidak memberikan jawaban pasti melainkan hanya tersenyum seolah senyuman itu bagian dari jawabannya.
Untung saja Hana paham maksud senyuman Edward. "Kayaknya dia adek kelas deh, lo tuh emang tipenya yang lebih muda ya?"
"Lo tuh emang aslinya kepo-an ya?" Edward masih tidak memberikan jawaban yang gamblang. "Udahlah gue mau ke kelas, itu anak orang jangan lo nakalin masih kelas 11 soalnya."
"Anak orang? Siapa? Yang tadi?" Beo Hana.
Edward mengangguk. "Awas aja lu kalau nakalin dia."
Hana mendelik. "Lo kira gue murid yang suka nge-bully apa." Katanya sinis.
Edward tertawa lepas. "Wkwkwk bercanda buset. Udah sono lu ke kelas, gue duluan ye." Pamitnya yang kemudian beranjak pergi lebih dulu.
Hhh.. ini agak random dan agak ke-pedean sebenarnya. Tapi banyak yang mengira jika Hana adalah crush yang dimaksud Edward, padahal nyatanya bukan. Bukankah begitu, para pembaca?
Kalian tenang saja kok, bukan hanya kalian yang mengira begitu tapi Hana sendiri pun ke-pedean mengira jika Edward ini ada maksud tertentu padanya setelah perkataan Edward di rumah sakit hari itu, saat mereka pertama kali bertemu. Lagi pula siapa yang tidak curiga jika ada laki-laki yang berkata menyukai senyum kita, mengajak kita ke kantin dengan embel-embel minta ditemani, sampai tersenyum pada kita ketika dia bernyanyi. Jika orang awam sih bisa-bisa terbawa perasaan dengan semua hal itu.
Gadis itu baru saja mendudukkan diri di kursinya, sempat dia lihat saat baru saja masuk ke kelas, tiga orang sedang berkumpul di satu meja, dua orang menarik kursi dari meja lain untuk mereka duduki masing-masing. Terlihat sedang sarapan dengan bekal yang mereka bawa sembari mengobrol. Pemandangan lucu, karena biasanya yang begitu adalah anak-anak perempuan tapi ini adalah anak laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditionally
Teen Fiction[On-Going] "Jay, lo tau lagu 'Unconditionally' karya Katy Perry, gak?" "Tau." "Menurut lo apa makna dari lagu itu?" "Lirik lagunya sendiri tentang cinta tanpa syarat, dan 'Unconditionally' itu sendiri artinya adalah 'Tanpa Syarat'. Gue gak yakin...