Seusai kemah tahunan selesai, kelas sepuluh dan kelas sebelas giliran menghadapi ujian semester genap selama lima hari. Dan selama lima hari ini itu semuanya berjalan lancar.
Kini adalah hal yang selalu ditunggu-tunggu murid, apalagi jika bukan libur sekolah. Ada banyak murid yang mengisi liburan sekolah dengan pulang kampung, jalan-jalan, bahkan yang berdiam diri di rumah juga ada. Hana salah satu contohnya.
Hari ini Jefan sudah berjanji mau mengajari Hana mengendarai motor Jefan dengan iming-iming jika Hana bisa dan sanggup motor itu akan Jefan berikan untuk Hana. Tapi jika tidak maka motor itu akan terus terbengkalai di garasi rumah.
Sudah siap untuk berangkat ke lapangan tempat Jefan akan mengajari Hana, Bunda tiba-tiba saja keluar membawa sebuah tote bag kecil.
"Ini apa Bun?" Tanya si bungsu ketika tangannya menerima tote bag tersebut.
"Cemilan buat kalian, dimakan ya, jangan jajan sembarangan!" Kata Bunda.
Dua bersaudara itu menurut saja kemudian langsung pergi meninggalkan rumah dengan Jefan yang mengendarai motor. Pergi ke lapangan yang cukup jauh dari rumah. Entah kemana Jefan akan membawa Hana pergi, yang jelas Hana tidak mengenal tempat itu.
Sesampainya di lapangan yang hanya ada tanah lapang nan luas, Hana segera turun dari motor. Dia memperhatikan sekeliling yang sepi seperti tidak ada tanda-tanda orang yang akan datang ke sini. Dia bertanya pada kakaknya. "Kak, kok sepi sih?"
Sebelum menjawab, Jefan membuka helm-nya. "Ya iyalah sepi, kalau gak sepi gak mungkin gue milih tempat ini, gimana sih lo!"
Hana side eye. "Biasa aja dong!"
"Udah buruan sini naik, gue di belakang ya takutnya lo kenapa-napa."
"Ya kalau lo di belakang beratlah bego!"
"Kalau gak gitu bahaya anjir! Takut kabur gas!"
Tidak mau perdebatan dengan kakaknya semakin panjang, Hana memilih untuk menuruti perkataan Jefan. "Iya iya yaudah, awas lo!" Dan menyuruh Jefan enyah dari jok pengemudi.
"Pelan aja ye, jangan terlalu kenceng narik gas-nya."
"Iya iya." Lalu Hana duduk di jok pengemudi sementara Jefan di jok penumpang. Pelan-pelan Hana mulai menghidupkan mesin motor, menarik gas-nya sedikit dan motor mulai melaju perlahan.
Jefan was-was sekali takut adiknya kabur gas, dia sesekali memperingati Hana agar terus menjaga gas motornya. Badan Hana sempat oleng karena tidak seimbang, terlebih dia sedang membonceng kakaknya, hampir saja terjatuh jika Jefan tidak cekatan mendaratkan kakinya ke tanah dan memegang stang motor, menahan motor agar tidak terjatuh.
"Gue bilang pelan-pelan goblok." Jefan mulai sewot karena Hana sedikit bandel tidak mau mendengarkan perkataan Jefan.
Mereka terus mengelilingi lapangan sampai Hana sedikit lancar, mengulanginya berkali-kali. Namun, motor itu berhenti ketika mereka mendengar seperti suara motor lain yang baru saja berhenti di dekat mereka.
Hana kaget, begitu juga dengan Jefan.
"Turun Dek, biar gue yang bawa motornya." Hana menurut ketika Jefan menyuruhnya turun dan berganti posisi. Setelah mereka berganti posisi, Jefan membawa motornya ke arah motor yang berhenti tadi.
"Oi Bang," sapa Jefan pada orang itu.
"Ternyata beneran lo, gue kira tadi gue salah liat." Balas orang itu.
"Kagak, ini beneran gue." Kata Jefan. "Ngapain di sini, Bang?" Kemudian bertanya.
"Rumah gue di deket sini, kebetulan tadi lewat terus gue denger kayak ada suara motor dari sini, jadi gue ke sini buat liat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditionally
Teen Fiction[On-Going] "Jay, lo tau lagu 'Unconditionally' karya Katy Perry, gak?" "Tau." "Menurut lo apa makna dari lagu itu?" "Lirik lagunya sendiri tentang cinta tanpa syarat, dan 'Unconditionally' itu sendiri artinya adalah 'Tanpa Syarat'. Gue gak yakin...