Sebenarnya Jefan itu tipe-tipe kakak yang sangat amat menyayangi adiknya, hanya saja cara Jefan menyampaikan rasa sayangnya itu agak berbeda dan tidak sesuai ekspetasi orang-orang tentang kakak yang memanjakan adiknya, yang selalu berkata manis, apalagi yang sampai love language-nya physical touch.
Si sulung itu love language-nya tidak jelas sebenarnya, karena dia orangnya random. Kadang di mode acts of service dan kadang juga di mode words of affirmation. Yang jelas persentase love language terbesar ada di words of affirmation. Jadi tidak heran ya jika si sulung dikenal oleh Bunda sering menggoda perempuan sana-sini. Tapi tenang, Jefan menggoda hanya iseng, dia hanya menggoda sebentar lalu pergi, tidak sampai berkelanjutan.
Walaupun Jefan itu menyebalkan, sering iseng dan juga darah tinggian, tapi semua anggota keluarga Adhitama tahu jika si sulung itu sangat menyayangi adik semata wayangnya.
Seperti sekarang contohnya. Pagi-pagi buta sekitar pukul 05.30 pintu kamar Jefan digedor secara brutal oleh Hana sampai mau tidak mau Jefan keluar dengan perasaan dongkol.
"Apaan sih berisik banget?!"
Hana pagi ini sangat berbeda dengan Hana semalam. Jika yang semalam Hana terkesan ketus karena Jefan membahas Jayden, Hana yang sekarang adalah Hana adiknya Jefan yang seperti biasa. Bahkan gadis itu kini menarik-narik tangannya, melupakan mereka yang masih berdiri di pintu kamar Jefan.
"Kak, sadar Kak.. ayo buruan temenin beli bubur."
Kedua mata si sulung belum terbuka sepenuhnya, mengucak-ngucak sebelah matanya sembari mulai mencerna perkataan sang adik. "Hah? Apa?"
"Temenin beli bubuurr."
"Beli sendirilah," si sulung hendak kembali masuk ke kamar tapi tidak jadi keburu pundaknya ditahan sang adik.
"Iiih temenin dong! Ini jauh yang jualnya, kan gak lucu kalau pagi-pagi gini gue dibegal karena jalan sendirian!"
"Nah itu elu tau kalau ini masih pagi. Udah ya agak siangan aja, gue masih ngantuk nih."
Sesaat Jefan benar-benar melangkahkan kaki ke dalam kamar, si bungsu menarik lalu menghembuskan napasnya, sudah siap berteriak.
"BUUUN KAK JEFAN GAK MAU—" teriakannya terpotong sebab Jefan mendadak berbalik kemudian cepat-cepat membungkam mulut Hana dengan telapak tangannya.
"Masih pagi goblok, jangan teriak! Lagian lu aduan banget sih orangnya!" Jefan tetap enggan melepaskan bungkamannya meskipun Hana menggeliat dan memberontak.
Karena kamar kakak-beradik itu yang langsung berhadapan dengan ruang tengah membuat Bunda Karin yang baru keluar kamar dan hendak menuju ke dapur sempat melihat ke lantai atas, menghela napas melihat kelakuan anak-anaknya. Padahal cuma punya anak dua tapi ramainya sudah melebihi punya anak selusin. "Jef tangan kamu." Peringatnya pada si anak sulung. "Kamu juga Dek jangan teriak-teriak, masih pagi malu di denger tetangga." Sambungnya, memperingati si anak bungsu.
Hana menghempaskan tangan Jefan dari mulutnya. "Kak Jef-nya nih, masa gak mau nemenin beli bubur."
"Masih pagi juminten! Kalau udah siang mah gue diajak elu ke kebun binatang juga ayo aja!" Kata Jefan greget.
"Siang mah gue masih di sekolah!"
"Yaudah besok aja agak siangan, besok kan libur."
"Orang maunya sekarang." Kekeuh Hana. "Ayoo Kak buruu, mumpung gue masih ada waktu sebelum siap-siap ke sekolah."
"Gak. Gak mau."
Ketika Hana hendak membalas perkataan Jefan, Bunda tiba-tiba saja menyerobot. "Udah sana turutin aja Jef sebelum Ayah bangun gara-gara kalian yang berisik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditionally
Teen Fiction[On-Going] "Jay, lo tau lagu 'Unconditionally' karya Katy Perry, gak?" "Tau." "Menurut lo apa makna dari lagu itu?" "Lirik lagunya sendiri tentang cinta tanpa syarat, dan 'Unconditionally' itu sendiri artinya adalah 'Tanpa Syarat'. Gue gak yakin...