0.0

379K 12K 319
                                    

Suasana sepi, keadaan gelap. Semua lampu mati kecuali suatu penerangan kecil dari lampu pada bagian dapur rumah, yang tak begitu terang namun bisa menjadi satu-satunya penerangan bagi penglihatan seorang cewek yang kini mengendap-endap pelan masuk ke dalam rumah dengan menenteng sepatu ketsnya sekaligus tas supaya tak ada sedikitpun suara yang keluar.

Ia boleh bernapas lega. Mungkin untuk beberapa saat ini, sebelum ruangan yang ia pijaki tiba-tiba terang benderang. Dan matanya seketika melotot disertai kerutan di dahi sekaligus perubahan raut muka yang seakan mengatakan mati gue.

"Mumpung dikiranya Papa lagi nggak di rumah, kamu pulang malem. Gitu, Cha?"

Sandra menggigit bibir bawahnya. Matanya terpejam takut, namun ia menggeleng secara mental dan lamat-lamat membalikkan tubuh untuk berhadapan pada pemilik suara berat berwibawa yang sangat ia takuti.

Perlahan, Sandra membuka matanya. Dilihatnya sang Papa yang didampingi Mama berdiri di hadapannya. Mama mengusap-usap lengan Papa seakan memintanyaa untuk sabar.

"Mau kamu tuh apa sih? Ngapain pulang malem begini, mau jadi apa?! Kamu perempuan, Acha!"

Tuntutan sebagai seorang anak baik yang diam-diam membandel, Sandra memilih untuk diam jika tak mau dikenakan omelan berlebih. Ia menunduk, kaki-kakinya saling menggaruk satu sama lain. Gatal. Nggak diragukan berapa banyak nyamuk dari luar sana yang menghampiri sasaran empuk seorang cewek dengan pakaian yang sedikit kurang bahan. Mini dress yang memamerkan seperempat paha dan seluruh betis terekspos di hampir tengah malam dingin ini.

Damar-sang Papa-mendecak sambil menggeleng melihat anak perempuan satu-satunya dari dua anak yang ia miliki. Alsandra Briana Damara, sang kakak yang kerap disapa Acha oleh keluarga dekat ini seharusnya memberi contoh yang baik pada adik laki-lakinya, tapi malah berkelakuan tidak benar. Dan nyatanya, Ario Putra Damara si bungsu satu itu juga sama bandelnya dengan Sandra.

Apa mungkin ini karma karena mereka nggak beda jauh dengan dirinya saat muda?

"Abis dari mana kamu?"

Sandra tetap diam. Masih ia ingat kata-kata dari papanya kalau orang tua bicara jangan dijawab.

"Jawab!" tegas Damar.

"Ulang tahun temen, Pa," jawab Sandra.

"Siniin tas kamu," perintah Damar.

Sandra mengernyit bingung sekaligus enggan. Cewek itu bertanya sebelum dirinya harus memberikan. "Buat apaan, Pa?"

Damar geregetan, ia maju beberapa langkah dan langsung berebut tas dari tangan anaknya itu. Acha meraung minta dikembalikan, dan cewek itu semakin melotot tidak terima ketika Papanya mengambil dompetnya dari sana, sekaligus beserta segala isinya. Dan, tidak kurang, Papanya juga mengambil ponselnya dari sana.

Ya ampun! Hape gue, duit gue!

"Pa! Jangan handphone, jangan dompet juga dong...."

"Jangan gimana kalo kerjaan kamu hura-hura kayak gitu?! Papa kasih kamu kartu kredit biar bisa gampang beli apapun yang kamu butuhin, bukan beli apapun yang kamu mau seenaknya," usai ucapannya, Damar menunjuk pintu putih yang ditempeli papan dengan tulisan 'KAMAR ACHA' yang dihias dengan bunga-bunga warna cewek. "Masuk kamar."

"Pa, please. Handphonenya deh dibalikkin."

"Nggak ada!" tegas Damar lagi. "Masuk kamar!"

Sandra memasang tampang memelasnya sekali lagi, kali ini pada Mama seakan minta pertolongan. Tapi mamanya itu malah menggeleng seakan ia harus menuruti papanya. Yang ada malah membuat Sandra mendecak sebal, mau tidak mau cewek itu melangkah malas ke kamar dengan kepala tertunduk. Menutup pintunya erat-erat tanpa dikunci.




Childhood MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang