3

8.3K 857 10
                                    


.

.

.

   Elovis kemudian menunjuk kearah pegunungan akan tetapi wanita tersebut berpikir bahwa Elovis tinggal didalam hutan pegunungan.

"Kamu tinggal disana sendiri?"

   Kata wanita itu sembari menunjuk pegunungan yang terdapat banyak pepohonan yang lebat. Elovis hanya mengangguk ria dan kembali menikmati tomatnya.

   Wanita tersebut memandang Elovis dengan sendu,anak sekecil dia tinggal di dalam hutan sendiri dan tanpa orang tua yang menemaninya,entah bagaimana dia bertahan hidup disana,itu pasti berat baginya.

"Mau tinggal dengan bibi?"

   Kata wanita itu tanpa berpikir panjang untuk mengajak Elovis tinggal bersamanya,lagi pula dia sangat menginginkan seorang anak tetapi takdir berkata lain untuknya.

'Sistem.'

"Wanita ini mengajak anda untuk tinggal bersamanya."

   Elovis nampak berpikir sejenak. Jika dia menolak maka dia tidak akan punya tempat tinggal,dia harus mencari tempat tinggal terlebih dahulu.

   Setelah berpikir, Elovis kemudian menganggukkan kepalanya menandakan bahwa ia setuju untuk ikut dengan wanita tersebut,lagi pula wanita ini sepertinya seorang penyayang.

   Melihat anggukan dari sang empu,mata wanita itu berbinar bahagia. Teman sebayanya selalu menceritakan tentang keseharian mereka bersama anak-anaknya jika sedang berkumpul bersama. Jadi dia ingin merasakan menjadi seorang ibu juga.

"Nama bibi adalah Emilie, kamu bisa memanggil bibi dengan sebutan 'Ibu' oke?"

'Sistem.'

"Namanya Emilie,dia ingin anda memanggilnya ibu."

'Baiklah... Sebutan 'Ibu' didunia ini apa?'

"Anda bisa mengatakan langsung kepadanya,dia akan mengerti apa yang anda katakan."

'Jika bisa begitu mengapa kau tidak mengatakannya sedari tadi?'

"Anda tidak bertanya."

'Yang benar saja.'

   Melihat sang anak yang melamun,Emilie menepuk pundak Elovis untuk menyadarkannya.

"Ada apa?"

   Elovis yang merasakan tepukan di pundaknya pun menatap wanita di depannya.

'Sistem.'

"Dia mengatakan 'ada apa?'"

   Elovis menggelengkan kepalanya kepada Emilie sebagai jawaban.

"Tidak apa-apa ibu."

   Emilie yang dipanggil oleh Elovis merasakan kebahagiaan yang menjalar di hatinya,berbagai macam perasaan yang bercampur aduk di hatinya. Ia kemudian membawa Elovis kedalam pelukannya.

   Rasanya sedikit aneh untuk jiwa yang sudah hampir menginjak kepala dua dipeluk seperti ini,tetapi selagi ada kesempatan untuk merasakan kasih sayang seorang ibu,lebih baik jangan disia-siakan.

"Sekarang kita pulang ya?"

'Sistem.'

"Dia mengatakan 'sekarang kita pulang ya?'"

"Baik ibu."

   Emilie tersenyum mendengar jawaban Elovis. Ia membawa sang anak kedalam gendongannya dan tidak lupa pula membawa bakul yang berisikan sayuran lalu melangkahkan kakinya keluar dari daerah perkebunan.

   Saat di perjalanan pulang, Emilie kembali bertanya kepada Elovis.

"Ibu belum tahu namamu,siapa namamu?"

'Sistem.'

"Nama anda."

"Elovis ibu."

   Emilie hanya mengangguk disaat mendengar jawaban Elovis.

"Ibu,tolong tutup tubuhku dengan mantel milikku."

   Kata Elovis didalam gendongan Emilie karena merasakan kulitnya sedikit panas akibat terkena sinar matahari yang tidak tertutupi oleh mantel.

   Emilie segera melakukan apa yang di katakan Elovis. Ia menarik mantel dan menutupi seluruh tubuh Elovis di dalam gendongannya. Dia sedikit heran mengapa Elovis membawa mantel musim dingin di saat musim panas ini.

   Elovis yang merasakan hawa sejuk dari mantelnya pun mulai menyamankan posisi di dalam gendongan Emilie dan bersiap untuk tidur,mungkin saja ia sangat kelelahan karena telah melakukan perjalanan jauh.

'Sistem,bangunkan aku jika terjadi sesuatu.'

"Baiklah."

   Setelah mendengar jawaban dari sistemnya,Elovis akhirnya tertidur diperjalanan pulang.

.

.

.

Bersambung...

Just a Dream?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang