03. Palong Street

5.9K 446 15
                                    

AUDI R8 warna hitam melaju di jalanan panjang Kota J. Meski sudah malam, jalanan di kota itu masih saja dipadati oleh kendaraan.

Jensen tampak kesulitan mengendalikan mobil. Beberapa kali oleng hampir menabrak pengendara lain. Sejujurnya ia tidak terbiasa dengan tuas manual. Lebih suka membonceng atau pakai yang otomatis. Tapi, daripada menunggu Pak Jojo lama, dia pun nekat pergi sendiri. Pakai mobil Eric yang terbaru. Sebenarnya, ada koleksi mobil lain, tapi di garasi bawah tanah. Jensen malas menunggu lagi. Akhirnya, beberapa kali ia kesulitan menggeser tuas persneling dan mobil melaju tersendat-sendat.

Terbiasa duduk di kursi penumpang membuat Jensen kesulitan dengan mobil manual. Daripada mobil, Jensen lebih suka naik motor sport. Motor lebih mudah dikendalikan, pun lebih fleksibel, pun lebih fleksibel, bisa dengan gampang digunakan untuk menyelip kendaraan lain, membelah jalanan yang padat.

Sayangnya, di rumah Eric tidak ada motor. Pengacara kaya itu lebih suka mengoleksi mobil super dibandingkan motor mewah. Alasannya simpel. Mobil rodanya lebih banyak dan harganya lebih mahal. Pride memiliki mobil pun lebih besar daripada sekedar punya kendaraan roda dua saja. Jensen tidak protes hanya saja dia tak biasa mengendari mobil sendiri.

Tak lama ia pun menghentikan mobilnya saat lampu berubah merah. Pemberhentiannya tidak terlalu mulus. Hampir saja menabrak SUV yang ada di depannya. Jarak antarmobil pun hanya tinggal sejengkal sebelum mobil kesayangan Eric tergores.

Audi R8 hitam yang dikendarai Jensen terlihat begitu mencolok di antara city car yang sedang berhenti.

Beberapa wanita bahkan menyapa Jensen dan menggodanya. Kepercayaan diri Jensen tiba-tiba naik. Dan keinginan untuk pamer pun muncul. Ia lalu menginjak pedal gas beberapa kali. Suara khas mobil mewah menggerung di jalanan. Beberapa wanita sampai memekik kegirangan dan beberapa lelaki menggeram iri. Jensen tak peduli. Ia menikmati tatapan mata memuja itu. Menjadi pusat perhatian adalah hal yang paling ia sukai.

Sesaat kemudian, lampu berubah hijau. Jensen melambaikan tangan ala kadarnya dengan sedikit senyuman miring lalu menginjak pedal gas dan mobilnya pun melaju menuju Marine Park, kawasan elit paling mewah di pinggir Laut Marina.

"Shit," maki Jensen saat ia salah belok. Tikungan yang seharusnya ia ambil masih ada di depan sana. Tak bisa putar balik, dia pun melanjutkan perjalanan sembari menunggu Gmaps selesai melakukan pencarian rute alternatif.

Dahi Jensen semakin berkerut saat ia merasakan jalanan di depan semakin sempit. Penerangan jalan juga semakin minim dan kondisi jalan terasa makin sepi.

Jensen menghentikan mobilnya, ragu untuk melanjutkan. Seorang lelaki paruh baya kemudian datang menghampiri dan mengetuk kaca jendela mobil.

"Permisi, mau kemana, Pak?" tanya lelaki itu ramah ketika Jensen sudah menurunkan kaca jendelanya.

"Marine Park."

"Wah, kalau Marine Park harus puter balik. Nggak bisa lewat sini, Pak. Di depan itu jalan buntu." Jensen melongok jalan di depan. Samar-samar ia melihat tembok penuh coretan telah menghadang.

"Jadi nggak bisa lewat nih, Pak? Harus puter balik?" tanya Jensen. Lelaki paruh baya itu mengangguk sambil menyunggingkan senyum. "Iya. Puter aja lewat halaman rumah ini. Nanti saya kasih aba-aba."

"Oh, gitu. Baik, terima kasih, Pak." Jensen tak bisa berbuat apa-apa lagi selain putar balik. Ia kemudian mengikuti aba-aba dari lelaki tadi dan kembali menuju jalan utama. Namun, sial buat Jensen. Sebuah taksi memotong jalannya untuk menepi. Ia pun kaget kelabakan menginjak rem dan berhenti mendadak. Ban mobilnya berdecit keras.

SCARLET | NOMIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang