"GIMANA kalau ada orang yang ngenalin aku?" Suara Jemy gugup, enggan meninggalkan tempat parkir mobil. Ia menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung.
Siang ini mereka sedang berada di Khosrow Park. Sebuah taman besar yang dikelola secara privat oleh Polo Marine Park. Taman seluas 100 hektar itu sering dijadikan tempat berkumpul untuk acara kasual hingga semi formal seperti pernikahan, pesta perayaan dan yang paling sering adalah pertemuan bisnis dengan perantara pertandingan polo. Taman tersebut memiliki lapangan khusus untuk salah satu permainan bola yang sering dimainkan oleh para konglomerat untuk bersenang-senang.
Dan siang ini, Jensen mengajak Jemy untuk menghadiri sebuah acara amal dalam bentuk pertandingan polo antara dua tim dari klub favoritnya. Ada banyak kolega dan kenalan bisnis Lynx Enterprises di tempat tersebut. Karena hal itulah, Jemy sangat merasa cemas dan gugup. Ia belum terbiasa berkumpul dengan banyak orang kaya dalam sebuah acara. Terlebih ia sebenarnya bukan dari kalangan itu. Wajar bila saat ini, ia kehilangan kepercayaan diri dan lebih memilih untuk pulang.
"Penampilanku emang udah beda, tapi gimana kalau masih ada yang kenal sama aku? Ada banyak orang di sini, Jensen..." kata Jemy, berjalan mundur saat Jensen ingin mengajaknya masuk. Raut wajah pemuda itu terlihat cemas namun nada bicaranya meninggi. Lebih terdengar seperti keluhan dan protes.
"Nggak ada, Jemy. Mereka nggak ada yang main sampai Palong," bujuk Jensen seraya mendekati Jemy yang punggungnya menempel di mobil limosin hitam miliknya.
Jemy menggeleng lemah. "Kamu sampai sana."
Raut muka Jensen melunak. Satu helaan napas halus keluar dari bibirnya. Ia tatap dan dekati Jemy. Kedua lengannya melingkari pinggang pemuda itu untuk meraih tangan yang tersembunyi di balik punggung.
"Come on. Let go. Let go." Perlahan Jensen genggam kedua tangan yang saling tertaut erat lalu menarik lembut agar terlepas. Ia mempertahankan kontak mata agar Jemy percaya. Sorot teduh membuat Jemy mengendurkan pertahanannya, membiarkan Jensen untuk menggenggam kedua tangannya erat.
"Penampilanmu sempurna, Jemy. You look great. An elegant and handsome young man. Pria terhormat. Nggak ada satu pun yang bakal tahu kalau kamu kerja di Palong," ucap Jensen mengeratkan genggamannya. Jemy memang terlihat beda. Setelah ia belanja baju tempo hari, penampilannya berubah. Menyesuaikan dengan gaya berpakaian Jensen. Ia rapi dan terlihat segar. Rupawan dan elegan. Tak ada sedikit pun kesan norak atau murahan. Wajah tampannya semakin menonjol karena gaya rambut dan cara berpakaiannya yang berbeda. Siang ini ia memakai setelan kasual semi formal, serasi dengan penampilan Jensen yang rapi seperti biasa.
"Percaya sama aku. Kamu bakal have fun di dalem. Ada aku di sampingmu. Oke? Hm?"
Jemy menatap Jensen sangsi. Akan tetapi, tak ada kebohongan pada mata jernih yang dilihatnya. Jensen berkata jujur saat menyanjungnya. Bukan sekedar bujukan kosong agar ia menurut. Perlahan ia pun luluh dan menganggukkan kepala, membiarkan Jensen menggandengnya pergi.
"Jangan gugup. Senyum."
Jemy lalu memasang senyumnya yang paling lebar.
—
Pertandingan polo siang itu berlangsung seru. Para penonton di pinggir lapangan berteriak senang saat tim jagoan berhasil mencetak poin. Suasanannya meriah. Di bawah langit cerah, salah satu sudut Khosrow Park ramai dengan atmosfer santai ceria. Di tepian lapangan polo di pasangi tenda-tenda panjang beratap putih yang di antaranya dihiasi oleh untaian bendera segitiga kecil warna warni. Di beberapa titik terdapat stand yang juga menyediakan sampanye, minuman dingin, bermacam-macam cemilan dan makanan.
Tak sedikit pula yang lebih memilih untuk menggelar tikar piknik di tanah berumput, di bawang pepohonan. Rasanya menyenangkan kalau saja Jensen tidak mengenalkan Jemy pada dua orang yang menyebalkan. Gwen dan Greta Halim. Dua kakak beradik yang terkenal sebagai penggosip handal di kalangan kelas atas. Keduanya sedang duduk di samping komentator, dua orang pertama yang menyapa Jensen begitu pria itu memasuki lapangan polo.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCARLET | NOMIN [END]
Fanfiction"Lima puluh juta, enam hari. Dan setelah ini selesai, aku akan melepasmu pergi." - Jensen Lynx, CEO dan pebisnis sukses yang gila kerja mengajak Natanio Jeremy untuk tinggal bersamanya selama seminggu di sebuah penthouse hotel termewah. Pada awalnya...