15. Le Voltaire

4.5K 436 27
                                    

LE VOLTAIRE adalah restoran mewah yang terletak di ujung jalan Rodeo. Restoran dengan gaya Eropa itu menyajikan hidangan-hidangan khas Prancis. Pengunjung yang datang kebanyakan adalah orang tua dari kalangan atas, untuk sekedar makan malam atau merayakan acara istimewa.

Jemy dan Jensen berjalan dipandu oleh seorang maître d'hôtel. Jensen terlihat santai, namun Jemy berusaha untuk berjalan tegap yang justru membuatnya malah terlihat kaku. Jensen meremas tangan yang ada di genggamannya pelan. Memberi isyarat agar Jemy tak perlu gugup.

"Nggak usah gugup. Santai aja," bisik Jensen tepat di telinga Jemy. Bukannya tenang, Jemy malah merasa semakin grogi. Suara rendah Jensen membuat darahnya berdesir dan dadanya semakin berdebar.

Keduanya dipandu menuju sebuah meja di sudut ruangan yang mengarah ke tempat terbaik dengan pemandangan paling indah. Di meja itu telah duduk dua orang laki-laki. Ayah dan anak. Si ayah berusia awal enam puluhan, sementara anaknya sedikit lebih tua dari Jensen. Keduanya memiliki gestur tubuh yang sama. Saat Jensen dan Jemy mendekat, mereka berdiri bersamaan dan mengancingkan jasnya kompak. Gerakannya sama persis karena si anak telah dilatih dengan baik oleh ayahnya.

"Selamat malam, Mr. Seo," sapa Jensen ramah seraya mengulurkan tangan.

"Jensen Lynx. Long time no see..." balas Johnny Seo menjabat tangan Jensen mantap lalu merangkul pundak anaknya, "...and this fireball is my son, Yoru." Johnny tertawa bangga. Pemuda di samping Johnny juga menjabat tangan Jensen sama mantapnya lalu memperkenalkan diri. "Hm, saya nggak tahu soal fireball itu, tapi saya memang anaknya. Senang bertemu Anda, Mr. Lynx."

"Nice to meet you. Just call me Jensen, please," balas Jensen tak kalah mantap menyambut jabatan tangan itu. "Dan ini perkenalkan teman saya, Natanio Jeremy." Jensen mengenalkan Jemy pada Johnny dan Yoru. Sebelah tangannya berada di punggung Jemy, mengusap pelan.

"Natanio Jeremy. Jemy for short. Nice to meet you," ucap Jemy bergantian menyalami Johnny dan Yoru.

"Nice to meet you Jemy. What a handsome and charming young man," sanjung Johnny yang diangguki oleh Yoru. Jemy tersenyum. Agak kaku namun ia senang dipuji demikian. "Thank you, Mr. Seo."

Setelah perkenalan, Jensen segera mempersilakan kedua tamu undangannya duduk. Secara bersamaan mereka menempati kursi masing-masing. Di sebelah kiri Jemy adalah Johnny, di depannya ada Yoru dan tepat di samping kanannya adalah Jensen. Saat semua sudah duduk, kepala pelayan datang membawakan buku menu. Kegugupan Jemy semakin memuncak dan ia tiba-tiba ingin pergi ke toilet. Tanpa aba-aba ia berdiri dan tiga orang lainnya melakukan hal yang sama, mengejutkan Jemy.

Jensen mendekatkan dirinya. "Mau kemana?" tanyanya lirih. Jemy kemudian tersenyum pada dua tamu yang lainnya. "Mau ke toilet." Johnny dan Yoru membalas senyuman Jemy. "Lantai dua. Ujung tangga belok kiri," kata Jensen sudah hafal dengan tata letak Le Voltaire. Jemy mengangguk kecil. "Saya permisi sebentar," ucapnya kemudian berlalu pergi.

"Boleh aku pesenin?" tanya Jensen lembut dan sopan. Jemy berbalik lalu spontan menjawab, "Uu, ya, oke..." Buru-buru ia tersadar bahwa sikapnya kurang tepat. Ia menghela napas cepat lalu memperbaiki nada bicaranya tak lupa membubuhkan senyum. "Ya, silakan. Terima kasih."

Jemy kembali tepat ketika pramusaji menghidangkan makanan pembuka. Ia tampak bersemangat. Perutnya sudah menjerit minta diisi sebab seharian ini ia hanya sempat sarapan roti dan pisang. Dan untuk perut karet Jemy semuanya tidak berasa apa-apa. Ia butuh nasi. Paling tidak makanan berat lainnya yang mengenyangkan.

Jemy duduk sepelan mungkin. Ia tak ingin mengganggu Jensen dan Yoru yang tampak sedang membicarakan hal serius. Rupanya basa-basi mereka telah lewat dan kini mereka sedang membicarakan maksud pertemuan mereka malam ini.

SCARLET | NOMIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang