1. Baby? Nay!

1.8K 161 16
                                    

Hai, Deers! Aku update part awal yak. Cerita ini awalnya ragu aku update, krn nunggu cerita lain selesai. Semoga kalian suka juga sama cerita ini dan bisa menghibur kalian. Jangan lupakan jejak cinta ya😘

💕💕💕

"Kapan Nala dikasih adik? Udah besar tuh?"

Kelopak mata Pijar Arunaputri terbuka ketika mimpi indahnya kembali terdistraksi oleh kalimat yang dilontarkan ibu mertuanya sewaktu menelepon semalam.

Adik Nala?

Pijar mendesah. Dia menatap lelaki yang berbaring memeluknya. Dada bidang yang berukir otot liat itu kini menjadi sandaran kepalanya saat dia terjaga. Memang momen bersama mereka semalam terasa langka karena tidak ada panggilan operasi cito yang mengharuskan Bhre Cakrawala melompat turun dari ranjang dan berangkat ke rumah sakit walaupun mereka sedang panas-panasnya merajut kasih.

Saking susahnya kebersamaan mereka, Bhre akan selalu kalap menggumulinya seolah tidak ada hari esok. Bagi Pijar, hal itu tidak menjadi masalah. Namun, yang selalu membuat dia kesal sekarang adalah Bhre selalu menyemburkan benihnya tanpa pengaman di rahim Pijar, padahal beberapa hari ini adalah masa subur wanita itu.

Mendapati jarum jam sudah menunjuk ke angka lima, Pijar memutuskan untuk bangun. Dia harus segera minum pil pengendali kehamilan bila tidak ingin ada kehidupan baru bersarang di tubuhnya. Namun, baru saja dia mau menegakkan tubuh, lengan kekar itu menahan raga berkulit kuning langsat yang terbungkus selimut.

"Mas, lepas!" rengek Pijar sembari memukul dada yang tak tertutup sehelai benang.

Bhre menggeliat. Dia membuka mata yang sorotnya tajam dan mengecup kening sang istri. "Sekali lagi, yuk! Itung-itung buat olahraga."

Pijar menggeram dengan menyipitkan mata. "Masih kurang puas semalam?"

Bhre mengangguk. "Kurang banget. Lagian kita harua berusaha bikin adik buat Nala ….”

Mata Pijar mengerjap. Kalimat itu serta isyarat kedua alis yang terangkat, menjadi kode bagi Bhre untuk merealisasikan keinginan Ibu.

“Nda?” Kepala Bhre meneleng. Sorot memohon terpancar jelas dari mata sipit itu seperti anak kecil yang meminta permen. "Ayo, Nda! Panda kangen nih. Kan lama kita ndak ibadah yang menyenangkan? Ya … ya … ya?" pinta Bhre dengan gaya medok jawanya. Kedua alis Bhre naik turun menggoda sementara tangannya sudah bergerilya memanjat bukit kekuasaannya.

"Nggak, Panda. Manda harus segera ngecek sarapan." Bagaimanapun, Pijar harus melepaskan diri dari pandanya yang berlaku manja bila di ranjang. Bila tidak, bisa-bisa Nala benar-benar akan mempunyai adik.

Beruntung saat itu ada panggilan telepon masuk ke gawai Bhre. Mengetahui notifikasi khusus itu dari Ibu, Bhre lalu melerai pelukannya untuk mengangkat telepon dan melupakan permintaannya. Sementara itu, Pijar buru-buru bangun dan segera memakai daster yang berserakan di lantai. Dia melangkah menuju meja rias dan mengambil sesuatu dari dalam laci.

Botol yang bertuliskan vitamin C itu akhirnya ada di tangan. Alih-alih menyimpan dalam bentuk strip, Pijar sudah mengurai pil kontrasepsi itu dan menyembunyikan ke botol di tempat yang terlihat. Bukankah tempat persembunyian terbaik justru adalah tempat terbuka yang tidak akan disangka akan ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya?

Memang bukan tanpa alasan Pijar menyembunyikan pil itu. Walau mereka saling mencintai dan hidup harmonis selama menjelang tujuh tahun pernikahan mereka, ada satu perbedaan yang mendasar di antara mereka.

Bhre ingin punya anak, sementara Pijar belum siap hamil lagi.

Tapi, berbeda dengan sang suami. Bhre Cakrawala yang sangat berbakti pada ibunya itu ingin mengabulkan keinginan Ibu agar mempunyai cucu yang lebih sempurna. Yang sehat.

My Sweetheart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang