Pijar menelan ludah dengan susah payah. Dia meremas paha dengan kuat. Pertanyaan Mama terasa susah dijawab.
Apakah Pijar bahagia?
Tidak! Hari ini dia sangat sedih karena melihat Bhre berjalan beriringan dengan masa lalunya. Hatinya terluka karena gambar foto-foto yang pernah dia lihat itu tidak berhenti berkelibatan di otak. Dia ingin merintih dan memeluk Mama yang biasanya akan mengelus punggungnya bila dia sedih ketika dia masih belia.
Namun, kedewasaan menggerus semua kehangatan itu. Kehilangan Papa mengubah semua dalam hidupnya dan hidup Mama. Wanita sosialita yang melahirkannya itu mengobral tas mewah dan sepatu untuk menutup hutang perusahaan. Mama yang menjadi ibu rumah tangga terpaksa banting setir mengelola perusahaan. Di saat harapan pencerahan datang ketika perusahaan papa Kevin hendak mengucurkan dana dengan syarat agar Pijar menikahi putra mereka, Pijar menolak. Dengan tega ia melukai perasaan sang mama dengan memilih Bhre dan berjanji akan memulihkan perusahaan tanpa bantuan keluarga Kevin. Sejak saat itu sekat tak kasat mata pun terbangun dan terus menerus menjulang hingga susah untuk didaki dan dirobohkan.
"Pijar bahagia, Ma." Senyuman Pijar menyelubungi dusta dan mengkhianati hati.
"Syukurlah! Setidaknya kamu bahagia hidup bersama parasit yang membuatmu lebih bekerja keras selama empat tahun dan merawat Nala sendiri." Mama mendengkus. "Mana dia tahu, Nala pernah sekarat di saat dia sedang seminar di luar negeri? Lagi-lagi kamu selalu bertahan!"
"Sudah, Ma! Jangan jelek-jelekkan papanya Nala!"
"Mama ndak menjelekkan! Tapi, itu kenyataan! Bagaimana peluh dan air mata kamu jatuh saat berusaha mengembalikan kejayaan perusahaan … Mama tahu itu! Dan itu menyiksa Mama karena sudah melepas kamu bersama dia. Mama tahu, gaji Bhre yang sudah dipotong untuk cicilan itu ndak akan cukup buat kalian sewaktu dia kuliah. Mama tahu kamu memilih mengembalikan nafkah yang Bhre beri agar bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhannya sewaktu menjadi residen. Oh, ya … bahkan Mama tahu kamu memberi uang saku dan biaya SPP yang ndak murah saat beasiswanya belum turun." Mata tua itu berkaca-kaca. Ingin sekali Pijar menyeka, tapi yang ada dia masih mematung di tempatnya. Pijar tak pernah mengira, ternyata dalam diam, Mama tahu yang ia lakukan. Siapa lagi kalau bukan dari Pilar, karena Mama tetap mengeluarkan uang untuk putranya walau Pilar mendapat beasiswa sekolah pendidikan kedokteran spesialis anak.
"Mama tenang saja. Pijar bahagia bersama Mas Bhre. Dia sayang kami berdua. Lagipula masa sulit itu sudah terlalui. Penghasilan Mas Bhre lebih dari cukup untuk menghidupi kami sekarang." Kata-kata itu lebih pada penghiburan untuk dirinya sendiri. Sampai sekarang, Pijar tak pernah memakai kartu debet yang diberikan Bhre padanya. Mungkin saldo di sana, cukup untuk membeli sebuah mobil baru.
"Syukurlah! Kalau dia menyakiti kamu, Mama nggak segan menyeret kamu dan Nala pulang."
Pijar tahu, sikap Mama adalah bentuk kekecewaannya pada sang menantu. Di saat Bhre melamar pada usia mereka yang sama-sama kedua puluh lima, lelaki itu berjanji akan membahagiakan Pijar. Demi bisa menikahi Bhre, Pijar pun berjanji pada Mama akan tetap mengurus perusahaan warisan Papa karena tentu Pilar tak akan bisa meneruskan mengingat sejak awal dia sudah mengambil sekolah menjadi dokter.
Saat itu, Mama tidak bisa mengelak. Dia hanya menuruti daripada kehilangan putrinya. Namun, peristiwa demi peristiwa menorehkan luka di hati perempuan paruh baya itu kala melihat Pijar terbaring pucat berusaha bertahan sewaktu akan melahirkan Nala.
Berulang kali Mama menghubungi Bhre dengan cemas, tapi baru pada hari berikutnya, lelaki itu datang dengan tergopoh. Namun, terlambat …
Saat Nala lahir pada bulan ketujuh dan dokter anak mencurigai adanya kelainan jantung bawaan karena mendengar suara abnormal detak jantung Nala hingga bayi prematur itu harus menjalani serangkaian pemeriksaan, Mama semakin meradang.
![](https://img.wattpad.com/cover/336291670-288-k872902.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweetheart (Completed)
RomanceDikarunia putri mungil yang menderita penyakit jantung bawaan, membuat Pijar Arunaputri merasa bersalah dan berjanji akan menjadi ibu yang baik bagi Nala Nindita. Dia akan melakukan segalanya demi kebahagiaan sang putri, termasuk menunda kehamilan. ...