9. Sahabat Baik

662 110 16
                                    

Ada yang nungguin? Mau daily update kek biasanya?

Jangan lupa vote dan komennya😘

💕💕💕

Hari ini Bhre pulang saat mereka hendak makan malam. Sebuah hal sangat jarang suami Pijar lakukan karena biasanya dia pulang pada pukul 20.00 atau bahkan lebih larut.

Lagi-lagi, percakapan kali ini berkaitan tentang 'Adik Nala'. Pertanyaan pancingan Ibu yang tadi ditanyakan pada Pijar, kembali dilontarkan pada putranya.

"Iya, Bu. Ini juga usaha." Bhre mengunyah nasi goreng kesukaannya dengan semangat.

"Makanya Panda beli dong! Di rumah sakit banyak adik bayi kan?" Nala yang ikut mendengar pembicaraa orang dewasa itu menimpali. Otak polosnya masih berpikir bahwa bayi didapat di rumah sakit, karena Kahiyang, kakak Bhre, melahirkan di rumah sakit.

Mendengar reaksi lugu Nala, Ibu dan Bhre serentak terkekeh layaknya paduan suara yang diberi aba-aba.

"Bukan begitu, Sweety. Panda dan Manda harus membuat adik."

Nala meneleng. "Buat adik? Nala diajak dong! Kenapa hanya Manda dan Panda saja? Ya, ya, ya …."

Pijar berdecak. Ingin rasanya dia menyumpal mulut suaminya yang menanggapi pertanyaan Nala. Sementara itu, Bhre mengerucutkan bibir seolah berpikir keras.

"Membuat adik itu ndak boleh diganggu biar Panda mengaduk adonannya pas." Bhre berusaha menjawab dengan perumpamaan agar bisa ditangkap oleh putrinya. Bila tidak dijawab, Nala pasti akan terus mendesak.

"Panda yang masak? Kaya bikin kue gitu? Trus Manda ngapain?" tanya Nala pada Pijar.

Pijar terbatuk. Analogi mengaduk adonan sudah cukup absurd dan dia tak ingin meneruskan obrolan aneh itu. "Ayo, Sayang. Maem dulu."

"Ih, Manda ini! Nala kan lagi nanya gimana Panda bikin adik. Harus dijawab dong!"

Pijar memelotot kesal pada Bhre saat pandangan mereka bersirobok.

"Tugas Manda itu memakan adonan yang Panda kasih trus disimpan di perut, sampai nanti Nala bisa lihat adik."

Bibir Nala membulat membentuk huruf 'O'. Nala bisa membayangkan 'cara membuat adik versi Panda'. Dia akhirnya mengukir senyum puas, lalu melanjutkan makannya. "Nala ndak sabar mau punya adik."

"Ya sudah, bilang sama Manda supaya adonan yang Panda kasih dimaem baik-baik." Bhre tersenyum tipis. Sorot matanya jail membuat Pijar tak nyaman karena merasa tersudut.

"Bhre …." Ibu memperingatkan Bhre yang memang suka selengekan. Setidaknya dalam hal ini, Ibu sependapat dengan Pijar agar tidak menanggapi pertanyaan Nala soal 'cara membuat adik'.

Seusai makan malam, mereka bercengkerama di teras belakang rumah yang dibelikan Mama untuk Pijar, tiga tahun lalu. Waktu itu, Mama mengatakan bahwa dia tidak tega mendapati cucunya tinggal di kontrakan sempit, berhubung Bhre menolak tinggal di rumah Mama setelah mereka menikah.

Pijar memandang kosong taman temaram yang diterangi sebuah lampu taman dengan hamparan rumput hijau. Otaknya berkelana mencari inspirasi desain, alih-alih mendengarkan percakapan Ibu dan Bhre.

"Kamu selama ini sibuk, Dek?" tanya Ibu pada Bhre. "Ditelepon jarang sekali diangkat."

"Iya, Bu. Nasib jadi junior," katanya sambil menyesap teh hangat yang menguarkan wangi melati.

"Mestinya salah satu ngalah. Kalau kamu sibuk, Pijar harusnya yang berhenti kerja. Sama … jangan lupa ganti uang rumah ini ke ibunya Pijar! Biar kamu ndak dianggap gimana-gimana."

My Sweetheart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang