3. Kejutan Untuk Pijar

954 123 25
                                    

Hai, Deers! Keluarga Cakrawala datang lagi. Jangan lupa vomentnya, yak. Semoga terhibur ....

💕💕💕

Menjelang pukul sebelas, Pijar masih berkutat dengan dokumen yang dia teliti. Tender yang berhasil dia menangkan untuk proyek pengadaan interior gedung dinas pendidikan kota membuatnya harus benar-benar mengecek ketersediaan bahan baku yang terjangkau dan berkualitas agar mendapatkan untung yang bisa digunakan untuk operasional perusahaan.

Di saat Pijar sedang menekuri segunung dokumen penawaran dari pihak ketiga yang ingin bekerja sama untuk menyediakan bahan baku, derik pintu ruangannya terdengar. Dari balik kacamata yang melorot di hidung mancungnya, dia menyempatkan melirik seseorang yang masuk ke ruangannya tanpa mengetuk. Bisa ditebak, kalau bukan Mama pasti Kevin, sahabat sedari Pijar masih balita.

Kevin melangkah memasuki ruangan berdesain interior vintage yang didekor oleh sang CEO. Dia menghampiri Pijar yang tak terganggu dengan kedatangannya bahkan ketika direktur pemasaran itu berada di samping Pijar dan mengamati apa yang wanita itu kerjakan.

"Harga wallpaper-nya masih mahal." Telunjuk panjang Kevin menunjuk ke angka yang ada di atas kertas. 

"Iya. Tapi untuk kayu, harganya masih lebih miring dibanding yang lain," sahut Pijar masih mencermati beberapa dokumen di depannya.

Kevin mendengkus. "Kamu tambah perhitungan ya setelah jadi emak-emak. Selisih satu rupiah aja bakal kamu kejar."

Bukan tanpa alasan Pijar menjadi sangat perhitungan. Kebiasaannya mengatur keuangan rumah tangga selama Bhre tidak ada pemasukan karena harus sekolah, membuat perempuan itu harus mengetatkan ikat pinggang. Dengan gaji dari perusahaan yang sempat pailit sejak kepergian Papa, dia menghidupi keluarga selama suaminya menuntut ilmu. Bahkan terkadang dia harus memberi uang saku pada Bhre. 

***

Ingatan Pijar kemudian kembali ke masa lima tahun lalu.

"Ini uang sakunya." Pijar menaruh tiga lembar uang kertas merah ke dalam dompet kulit Bhre. Walau suaminya tidak mengatakan, tapi kode halus dengan meletakkan dompet kosong di atas meja rias membuat Pijar mengerti. 

Pijar paham, akhir-akhir ini Bhre sedang kebingungan. Uang beasiswa suaminya belum turun, sementara Bhre harus memenuhi kebutuhannya selama di rumah sakit. Padahal tak ada sepeser pun uang yang lelaki itu hasilkan sehingga Pijar tak mendapatkan nafkah dari sang suami.

Bhre terdiam. Gerakan tangan lelaki yang saat itu berusia dua puluh tujuh terjeda. Dia menatap nanar cover bendelan kertas yang sudah dia jilid sendiri tadi malam sambil menghela napas panjang, lalu erbalik dengan tatapan sendu. "Maaf, ya, Nda. Mungkin ndak seharusnya aku buru-buru ikut pendidikan, mengingat aku bukan anak sultan."

Pijar mengernyitkan alis. Tarikan bibirnya kemudian terurai dan ia mendekati sang suami. Wanita itu memeluk erat lelaki yang sebaya dengannya. "Nggak pa-pa. Aku seneng Mas Bhre semangat. Lagian uang gaji dari perusahaan cukup buat kita bertiga."

Bhre membalas rengkuhan Pijar. Dia mengecup pucuk kepala wanita mungil yang setinggi dadanya. "Nda, ehm … pasti berat buat kamu ngurusin Nala sendiri. Aku …."

"Sssttt …." Desisan Pijar serta telunjuk yang menyentuh bibir merah Bhre memotong ucapan lelaki itu. Pijar mendongak. Kedua tangannya menangkup pipi suaminya dan menuntun wajah itu turun. Dikecupnya pelan bibir yang menjadi candu untuknya, sambil meraup napas yang beraroma mint. "Tenang. Semua baik-baik saja."

Bibir Pijar memang berkata demikian. Nyatanya semua tidak baik-baik saja. Perusahaan yang sempat mengalami kebangrutan karena penipuan oleh pihak ketiga, membuat Pijar harus memeras otak untuk memutar modal yang ada. Tanpa sepengetahuan Bhre. Tanpa disadari lelaki yang larut dalam kesibukannya menimba ilmu anestesi. 

My Sweetheart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang