Hulla, apa kabar kalean? Daku lama nggak update nih. Ada yang nungguin?
Makasih buat yang udah vote n komen😘😘💕💕💕
Karena pekerjaan yang menumpuk dan konsekuensi dari keputusan spontan yang diambil Pijar saat tidak konsentrasi, akhirnya membuat wanita itu harus menanggung risiko. Sebenarnya Kevin terus mendesak untuk meralat atau mundur saja dari project itu. Hanya saja, Pijar tidak ingin melewatkan pekerjaan ini. Terlebih Resto BBQ Gangnam, mempunyai beberapa cabang yang tersebar di beberapa kota. Kalau mereka menyukai konsep desain perusahaannya, bisa jadi manajemen food n beverage itu akan mengambil perusahaannya menjadi rekanan tetap dalam desain resto mereka.
"Bisa-bisanya kamu menyanggupi permintaan nggak nalar itu!" sergah Kevin begitu Pijar masuk di ruang tim desain. Lelaki itu melayangkan pandangan sengit sampai dia berdiri di ujung meja.
Pijar memandang seluruh anak buahnya yang ada di situ. Walau seolah tak peduli, tapi sebenarnya mereka memperhatikan direktur marketing itu menegur sang CEO. Tak menjawab Kevin, Pijar lalu duduk, dikelilingi wajah-wajah lelah dan lesu walau perut mereka sudah terisi makanan siang ini.
"Sudah, sudah! Kita di sini bukan buat berdebat." Pijar meletakkan tasnya di atas meja dan mengeluarkan i-pad nya. "Jadi, Retno … kamu sedang ngerjain project kantor dinas pendidikan?"
"Iya, Bu." Gadis berhijab biru donker itu mengangguk.
"Feri juga … Cintya juga." Pijar mengecek kembali tim yang akan mengerjakan desain interior seluruh ruang di dinas pendidikan kota. "Jadi, yang free Banu …."
"Saya dan Nindi masih ngerjain project interior kliniknya Dokter Dinar. Beliau minta minggu ini jadi," tolak Banu halus dengan alasan yang tidak dibuat-buat.
Pijar mengerucutkan bibir sambil manggut-manggut. Dikenakannya kacamata untuk memperjelas pandangan, seolah ingin mencari nama lain. Namun, tetap saja tidak ada anak buahnya yang lain. Tim desain hanya ada lima orang dan sudah dibagi dua tim. Kalau misalnya Pijar memaksakan tim Banu-Nindi untuk mengerjakan, project yang sudah deal lebih dulu akan terbengkalai.
Akhirnya, seperti pada keputusan awal, Pijar terpaksa mengerjakan desainnya sendiri. Walau sebenarnya dia sangsi, apakah dia bisa menyisihkan waktu untuk mengerjakannya mengingat sang ibu mertua menginap di rumah.
Setelah berdiskusi dengan Kevin, dia kembali ke ruangannya. Di belakang meja jati itu, dia duduk dengan setia sambil memegang stylus pen, untuk menggoreskan desain furniture pesanan Resto Gangnam BBQ.
Tak terasa, waktu merangkak cepat. Jam dinding sudah menunjuk pukul empat sore. Sebenarnya Pijar masih ingin melanjutkan pekerjaannya. Menorehkan imajinasi dalam sebuah gambar membuatnya sering lupa waktu. Tapi, mau tidak mau, Pijar harus mengakhiri pekerjaannya sore itu dan membereskan barang-barangnya. Sementara Kevin, yang pada akhirnya tak tega membiarkan dia bekerja sendiri, masih duduk di depan mejanya.
Lelaki itu mengernyitkan alis ketika melihat Pijar siap menenteng tas. "Kamu mau ke mana?"
"Pulang. Ibu datang. Nggak mungkin aku pulang kesorean. Bisa-bisa beliau akan menyuruh Mas Bhre melarangku bekerja."
Kevin mendengkus. "Jar, kamu ini takut banget sama mertuamu?
"Bukan takut, tapi aku nggak enak sama Ibu. Ntar beliau mikirnya aku nggak peduli mertuanya datang."
Sebenarnya, selama ini hubungannya dengan ibu Bhre tak sebaik yang terlihat. Dia tidak ingin sesuatu hal kecil membuat hubungan mereka semakin renggang. Lagi-lagi, semua bermula dari saat dia melahirkan. Sikap Mama ke Bhre yang tak baik, membuat Ibu meradang. Ditambah kondisi Nala yang harus masuk inkubator dengan segala macam alat yang terpasang juga mengakibatkan Ibu selalu menyalahkannya walau tak langsung. Sekuat tenaga Pijar berusaha untuk tidak mengeluh, ketika berjuang bekerja dan membesarkan Nala sendiri di saat Bhre disibukkan menjalani pendidikan spesialis. Namun, tetap saja Ibu tak berubah. Wanita yang melahirkan Bhre itu semakin dingin bila bertemu dengannya dan menjadikan pekerjaan Pijar sebagai kambing hitam atas apa yang terjadi pada Nala.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweetheart (Completed)
RomanceDikarunia putri mungil yang menderita penyakit jantung bawaan, membuat Pijar Arunaputri merasa bersalah dan berjanji akan menjadi ibu yang baik bagi Nala Nindita. Dia akan melakukan segalanya demi kebahagiaan sang putri, termasuk menunda kehamilan. ...