“Udah?”
“Sedikit lagi.”
“Rasanya aneh.”
“Aneh gimana?”
“Basah, lengket.”
“Pertama-tama emang gitu. Lama-lama juga biasa kok."
"Lama-lama enakan?"
Tawa Indi meledak mendengar percakapan Vino dan Serra yang mungkin saja disalahartikan oleh orang yang tidak melihat kegiatan mereka secara langsung. “Woy! Ambigu banget omongan lo berdua.”
"Otak lo aja yang kotor," protes Vino, langsung disusul decakan Serra, sementara yang diprotes tetap tertawa sambil berlalu membawa berkas laporan kegiatan kunjungan untuk diberikan kepada sang atasan, Hendra.
"Lo jangan banyak gerak dong. Susah nih gua gambarnya,” keluh gadis itu pada sang empunya wajah, yang digunakannya sebagai media gambar, tanpa menggubris kata-kata Indi sebelumnya.
Kebetulan, Serra memang pandai melukis. Saat ini ia sedang fokus menggambar karakter Nick Wilde, seekor rubah merah yang menjadi tokoh penting dalam film kartun Zootopia, di pipi kiri Vino menggunakan cat khusus untuk wajah, yang biasa ia gunakan saat bermain bersama keponakannya. Sore nanti akan dilaksanakan acara GSM, di mana kedua orang itu bertugas untuk membawakan acara. Selain mengenakan pakaian bertema floral, mereka berdua sepakat untuk menambahkan lukisan di wajah masing-masing.
Setelah mendengar perintah Serra padanya untuk diam, Vino menurut. Lantas, ia membiarkan gadis itu lanjut memulaskan kuas pada wajahnya, sementara ia sendiri memperhatikan gambar Judy Hopps di pipi Serra. Seulas senyum tipis terbentuk di bibirnya. Pemilihan karakter yang tepat untuk menggambarkan mereka berdua. Bagaimana Nick dan Judy seringkali berselisih pendapat, tetapi tetap bekerja sama untuk sebuah misi tertentu. Semacam love-hate relationship, sama seperti ia dan Serra. Kadang akur, kadang bertengkar, meski kalau dihitung lebih banyak waktu bertengkarnya dibandingkan akur.
Serra yang kelihatannya sedang fokus melukis, sebenarnya sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kira-kira hampir setengah jam ia duduk berhadapan dengan Vino seperti ini. Situasi yang jarang terjadi di hari-hari normal pada umumnya. Jelas saja, karena setiap mereka bertatap muka saja, pasti ada pembahasan atau perbuatan Vino yang membuatnya kesal setengah mati. Namun, yang terjadi saat ini justru lebih mirip ketika ia dan keponakannya tengah bermain lukis wajah. Belum lagi, beberapa jam mendatang, mereka berdua harus tampil, menciptakan obrolan ringan di atas panggung seolah mereka akrab, juga memberikan senyum sehangat mungkin. Mampukah ia melakukannya dengan seorang Levino Patra? Bahkan, menurut penuturan Siska tempo hari, orang-orang juga hafal tentang mereka. Jangankan akrab, bisa terlihat akur saja sudah termasuk pemandangan langka.
"Vin," panggilnya pelan.
"Hm?"
Serra memoles kuas pada cat berwarna coklat tua, kemudian menggoreskan benda itu di wajah Vino kembali untuk membentuk alis Nick. "Menurut lo, kita apa sih?"
Alis Vino otomatis berkerut mendengar pertanyaan gadis itu. "Maksudnya? Ini lo lagi minta kejelasan hubungan kita apa gimana?"
Bola mata Serra berputar. "Hubungan apa? Please, deh."
"Lagian pertanyaan lo begitu," balas Vino.
Ya, benar juga, memang pertanyaannya kurang jelas. Serra mengembuskan napas panjang, berhenti sejenak dari kegiatannya. Dengan tatapan menerawang, ia berkata lagi, "Gua kepikiran aja sama omongan Mbak Siska waktu itu. Katanya, kita berdua pas banget jadi MC di acara keakraban kayak gini karena sejauh ini kita ribut mulu. Emangnya orang-orang hotel ngelihat kita begitu, ya? Kayak kucing sama anjing gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Romansa [END]
General Fiction[WattpadRomanceID's Reading List - SPOTLIGHT ROMANCE OF DESEMBER 2023] Menjadi dewasa ternyata tidak seenak yang dibayangkan. Tidak hanya memusingkan urusan jenjang karir dan kestabilan finansial, tetapi juga harus menuntaskan persoalan cinta sepert...