EPILOG

2.4K 90 0
                                    

Sebuah map plastik dipeluk Serra dengan gugup. Tarik nafas, embuskan. Tarik nafas, embuskan. Setelah siap, ia mengetuk pintu ruangan Hendra yang setengah terbuka.

"Masuk."

Kepala Serra menyembul dari balik pintu. "Pagi, Pak."

"Ya, ada apa, Ser?"

Perlahan, gadis itu masuk dan mengambil tempat duduk di hadapan atasannya. Ia mengeluarkan selembar kertas dari map, lalu meletakkannya di atas meja Hendra. "Saya mau mengundurkan diri, Pak."

Hendra mengangkat wajah, memandangnya sejenak tidak percaya. Tanpa membaca surat itu, ia justru bertanya langsung kepada yang bersangkutan, "Lho? Kenapa? Nggak betah, ya, Vino jadi atasan kamu?"

"Oh, bukan, Pak. Saya dapat tawaran di hotel lain," jawabnya, sesuai dengan alasan yang ia tulis di surat tersebut.

"Posisi SMM?"

"Iya, Pak."

"Ya, kalau alasannya begitu, saya nggak bisa tahan kamu jadi Wedding Sales terus di sini. Bagaimana pun, kamu punya kapasitas di posisi itu. Kalau memang jenjang karirmu bisa naik di hotel lain, saya izinkan. Kecuali, kalo mereka tawarin kamu ke posisi yang sama seperti sekarang, baru saya nggak kasih kamu resign."

Serra lega mendengar penuturan Hendra. "Terima kasih, Pak." Jeda sejenak, lalu, "Sebenarnya, itu alasan yang pertama."

Sebelah alis Hendra terangkat.

"Kedua, alasan saya resign, karena saya mau menikah," ucap Serra sambil mengeluarkan undangan pernikahan berwarna emas dari mapnya.

Lagi-lagi tanpa membaca terlebih dahulu, Hendra langsung menyambar, "Lho? Menikah kok jadi alasan resign? Emangnya di sini ada peraturan dilarang menikah?"

"Nggak ada sih, Pak. Tapi, di sini 'kan peraturannya dilarang menikah dengan sesama karyawan hotel."

"Emang kamu mau nikah sama siapa?"

Serra menunjuk undangan di meja. "Itu, Pak, nama calon saya."

Mata Hendra terbelalak begitu melihat nama Levino Patra dan Serrafin Savira tertulis di sana. Ia memajukan tubuhnya, lalu berbisik tanpa suara, "Kalian kecelakaan?"

Gadis itu terperangah dan menggeleng kuat-kuat. "Nggak, Pak."

"Terus? Kok bisa? Setiap hari aja kerjaannya berantem, tahu-tahu kawin. Kayak kucing aja."

Serra tampak meringis mendengar kebenaran dari Hendra. Ya, meskipun mereka punya hubungan asmara, perdebatan itu tetap ada. Vino tetap menjadi orang yang paling senang menjahili Serra. Sementara gadis itu hanya seorang manusia biasa yang punya batas kesabaran. "Hmm sebenarnya, selama ini kita pacaran, Pak. Hampir dua tahun."

"Hampir dua tahun? Kok nggak pernah bilang sama saya? Ah, kecewa saya baru dikasih tahu sekarang. Semua orang udah tahu, ya, kalian pacaran?"

"Nggak kok, Pak. Cuma Indi yang tahu. Kita sengaja nggak expose hubungan di kantor. Nanti jadi bahan gosip dan kita dianggap nggak profesional dalam bekerja."

"Ah, kalo saya mana mungkin mikir begitu."

Hendra menghela napas panjang, memberi senyuman hangat. "Ya sudah. Terima kasih, ya, Ser, atas semua kerja keras kamu untuk hotel ini. Sukses selalu di mana pun kamu berada, dan semoga lancar urusan pernikahannya. Jangan diajak berantem terus Vino-nya."

"Saya juga berterima kasih sama Bapak, udah banyak bantu saya," ucap Serra sambil setengah membungkuk.

Setelah keluar dari ruangan, Serra mengembuskan napas lega. Dalam hati, ia bersyukur. Terlepas dari segala skandal yang beredar, Hendra memang atasan yang baik untuknya. Rasanya, jadi semakin berat meninggalkan tempat yang bertahun-tahun menjadi tempatnya mencari nafkah, pengalaman, pembelajaran, juga rekan-rekan kerja yang menyenangkan. Meskipun ada beberapa juga yang menjengkelkan, tetapi ia tak menganggapnya sebagai sebuah masalah besar, karena memang begitulah dunia kerja. Berhadapan dan harus bekerja sama dengan orang dengan berbagai macam karakter, entah cocok atau justru berseberangan dengan diri kita.

Bermodalkan seluruh pengetahuan dan pengalaman yang ia punya, sekarang ia yakin untuk melangkah lebih jauh lagi. Bersiap untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dalam sejarah karirnya.

Bukan hanya karir, ia juga akan segera punya peran baru sebagai seorang istri. Wajahnya mendadak tersipu begitu kata 'istri' terlintas dalam benaknya. Ah, padahal masih pagi, tetapi ia sudah merindukan calon suaminya yang tak bisa ia temui di kantor hari ini karena sedang cuti.

Baiklah, rasanya ia harus menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat hari ini supaya bisa pulang tepat waktu dan segera bertemu dengan laki-laki yang berjanji akan menjemputnya pulang kerja nanti.

***

Fun fact: Tokoh Serra pernah muncul satu kali di dalam cerita ROMANTIC INTERLUDE, sebagai saudara sepupu Ale.

***

Author's Note:
SELAMAT!!! Kalian telah selesai membaca cerita GARIS ROMANSA. Selamat juga pada diriku sendiri yang sudah berhasil menamatkan cerita ini hahahaha. Aku mau berterima kasih buat para pembaca untuk waktu dan apresiasinya atas karya yang aku buat. Semoga cerita ini bisa menjadi teman, penghibur, dan pengisi waktu kalian, ya.

Karya ini masih jauh dari kata sempurna. Makanya, aku sangat terbuka untuk semua yang mau kasih kritik dan saran, agar tulisanku bisa lebih baik lagi ke depannya.

Akhir kata, sampai ketemu lagi di cerita-cerita berikutnya (^o^)/~~

Garis Romansa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang