17. rasa iri dan cemburu

615 124 6
                                    

Happy reading~~
Typo!!!

.
.

Rasa sakit lain yang ia derita saat ini adalah dibenci oleh keluarganya sendiri. Ia akan memaklumi ketika ibu dan kedua saudara tirinya melontarkan kebencian secara langsung namun tidak untuk ayahnya, satu satunya orang tua kandungnya, yang ia miliki dan begitu ia sayangi, secara terang terangan mengabaikan keberadaannya.

Lily menggigit bibir, mengeluarkan nafas beberapa kali untuk mencegah jatuhnya air mata yang memenuhi pelupuk mata. Entah apa yang telah ia lakukan sehingga ayah bersikap acuh padanya. Tempo lalu, setidaknya ayah masih tersenyum kearahnya dan itu sudah cukup baginya. Namun kini, jangankan tersenyum menatapnya pun tidak. Melihat sikap acuh ayahnya itu berarti ibu tirinya sendiri yang menginginkan kehadirannya. Sementara ayahnya tidak sama sekali.

Tapi, ia masih bersyukur ayah tak mengabaikan jaehyun. Ibu juga menyambut kedatangan jaehyun dengan hangat seperti anaknya sendiri. Disana juga ada kedua saudara tirinya. Mereka semua berkumpul diruang keluarga.

Ia senang...

Tapi kenapa air matanya malah mengalir tanpa bisa dicegah. Perasaan iri menekan dadanya hingga terasa sesak.

Gerakan tangannya terhenti. air mata jatuh menetes disalah satu teh yang sedang ia buat. Menunduk dalam menahan Isak tangis.
"...Aku juga ingin duduk diantara mereka hiks"

Tadi, Lily dan jaehyun baru saja sampai. Tanpa sempat duduk ibu tirinya langsung menyuruhnya kedapur untuk membuat teh dengan alasan untuk jaehyun dan tentu ia harus membuat teh untuk yang lain juga.

Padahal, ia rindu ayahnya. Tapi, ayah...

Semakin diingat semakin sesak dadanya. Ia memang bukan anak kecil lagi tapi lebih baik menjadi anak kecil yang tidak tau apa apa dari pada menjadi orang dewasa yang mengerti segalanya.

"Sayang..."

Lily tersentak, berdiri tegap sembari kembali mengaduk teh. "Ada apa?... Kau tunggu saja diluar, tehnya akan selesai sebentar lagi" ucapnya tanpa menoleh. Ia tak ingin jaehyun melihatnya menangis dan terlihat kekanakan.

Tapi, entah sejak kapan jaehyun telah berdiri disisinya dan mengambil alih pekerjaannya. Lily tersentak ia menahan pergelangan tangan jaehyun. "Apa yang kau lakukan? Biarkan aku melakukannya sendiri. Kau tunggu saja diluar"

"Ayo pulang saja"

"Hah?" Lily sontak menatap jaehyun, bingung.

"Kau istriku, kau tamu disini tapi kenapa harus melakukan ini?" Intonasi itu terdengar pelan namun penuh penekanan. Jaehyun benar benar marah namun ditahan karena masih memikirkan perasaannya. "Aku diam karena kau yang meminta, sayang. Jangan sampai kesabaranku habis"

"Sayang, tidak apa apa. Ini pekerjaan mudah..."

"Jika memang mudah kenapa mereka tak melakukannya sendiri... Kenapa harus membuat istriku menangis sendirian disini?..."

Lily tersenyum mendengar itu lalu menggeleng pelan. "Kau salah paham. Aku menangis karena rindu ibuku. Rumah ini penuh kenang kenangan aku bersama ibu, jadi aku tak bisa menahannya. Lagipula, apa salahnya membuat teh untuk suamiku yang tampan, Hm?"

Jaehyun diam, manik matanya menatap sendu wajah teduh sang istri yang memaksakan untuk tersenyum walau pahit. Ia tau perkataan istrinya tak sepenuh benar. "Kalau begitu, biarkan aku membantumu"

"Jangan..." Ucapan Lily terhenti saat jaehyun menatapnya dengan bibir manyun. Lily sontak terkekeh sembari menyeka air mata. Wajah cemberut suaminya sangat menggemaskan. "Baiklah, kau bantu tuangkan gulanya sedikit sedikit, jangan sampai tumpah"

"Siap!" sahut jaehyun dengan semangat melaksanakan perintah.

Suara isak tangis tadi terganti dengan suara canda tawa dari keduanya yang saling menggoda satu sama lain.

Jaehyun menyempatkan untuk melirik Lily yang terlihat lebih baik. Ia senang dan berharap kebahagian selalu menyertai sang istri.

"aaa, sayang gulanya tumpah, kau salah memasukkannya"

"Ah, maaf"

Keduanya saling menatap. Lily menatap marah pada jaehyun namun itu terlihat lucu. Sementara jaehyun hanya bisa nyengir sembari berkata. "Maaf"

Setelah itu keduanya kembali tertawa.

Dilihat dari belakang, keharmonisan mereka seharusnya menjadi pemandangan yang menyenangkan tetapi tidak untuk seseorang yang berdiri dibalik dinding dapur. Itu Aruem. Rahangnya mengeras, menahan amarah. Kemudian melangkah pergi dengan perasaan kesal.

Aruem menghampiri ibunya diruang keluarga.
"Ibu, aku ingin bicara"

Terlihat jelas wajah bingung ibunya, menatap Areum penuh tanya. Namun ibunya langsung paham saat Areum memberi kode.

Keduanya melangkah kearah pintu utama menuju taman.

"Ada apa, sayang?"

"Ibu berbohong!" Bentak Areum berhasil mengejutkan ibunya. "Ibu bilang hidup Lily akan lebih menderita tapi apa yang aku lihat, Lily hidup dengan damai dan bahagia bersama suaminya yang tampan dan kaya!"

"Sayang dengarkan ibu...."

"Seharusnya ibu menjodohkan aku dengan jaehyun bukan Lily. Aku anak ibu kan? Tapi kenapa ibu..."

"Areum, dengarkan ibu!" Ia mencengkram pelan kedua bahu anaknya lalu berkata. "Nanti malam... Kau akan melihatnya nanti, tunggu saja. Kau pasti akan melihat penderitaan sebenarnya yang dialami anak j*l*ng itu"

Aruem menepis kedua lengan ibunya. Mendengus jengah seolah bosan dengan ucapan itu. "Ibu selalu mengatakan itu. Aku tidak percaya lagi. Aku benci ibu"

Setelah mengatakan itu Areum melangkah pergi, meninggalkan ibunya yang tampak shock.

.
.

"Kaca mata hitam?..." Jaehyun mencoba kacamata yang harus ia pakai nanti. "ugh, sayang, bahkan aku tak bisa melihat apapun. Kenapa aku harus memakai ini?"

"Itu bukan untukmu" Lily berdiri dihadapan jaehyun, berdiri diantara kedua kaki suaminya. "Ini untuk jevan" ia melepas kacamata, meletakkannya diatas nakas lalu menangkup kedua pipi tirus suaminya. "Aku masih tak yakin jevan akan tenang jadi untuk berjaga jaga aku membeli kacamata itu. Itu tak sepenuhnya tak bisa melihat. Meski samar jevan bisa sedikit melihat"

Jaehyun cemberut, segera memeluk erat Lily. Menyembunyikan rasa cemburu. "...aku harap jevan tak membuat kekacauan"

Lily tersenyum mendengar itu. Secara perlahan melepas pelukan jaehyun lalu beralih duduk dipangkuan suaminya. "Aku mencintaimu"

Jaehyun terkesiap. Entahlah, setiap kali ia mendengar itu selalu saja berhasil membuat jantungnya berdebar kencang. Tubuhnya tiba tiba memanas sehingga tak mampu lagi menahan untuk tak mencium bibir plum sang istri.

Awalnya Lily terkejut tapi setelah itu ia melingkarkan lengan pada leher jaehyun, membalas ciuman yang semakin lama semakin intens. Tangan besar jaehyun bergerak naik menekan tengkuk Lily, memperdalam ciuman seolah tak ada hari esok.

Engh~ Lily mengeluh, ia kehabisan nafas namun jaehyun sepertinya tak ingin mengakhirinya. Tubuhnya sulit bergerak, jaehyun sangat kuat.

Jika Lily masih bisa bertahan lebih lama mungkin jaehyun tak akan melepas tautan bibir. Tapi ia tak ingin egois dan menyakiti lily. Wajah keduanya memerah. Lily terbatuk pelan.
"Kau... gi...la"

"Maaf, aku sudah berusaha menahannya"

Kau bilang kau berusaha menahan?! Jika itu ditahan seperti apa jika dilepas? Pikir Lily.

Jaehyun menatap wajah merah Lily yang tampak imut lalu terpaku pada bibir plum yang tampak lebih merah akibatnya, membuat tubuhnya semakin memanas. Ia tenggelamkan wajah pada ceruk leher Lily, memberikan kecupan beberapa kali lalu berkata. "Sayang, ambil nafas lebih banyak"

"Huh?"

"Aku ingin melakukannya lagi dan mungkin kali ini sulit untuk dikendalikan"

"Apa?"

TBC
____
_______
____________

Serupa Tapi Tak SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang