09

535 49 0
                                    

Warning: di chapter ini aku akan membuat detail penyiksaan dan pembunuhan. Jadi kalau ada yang nggak kuat karena merasa mual saat membayangkan adegan chapter ini bisa skip aja. Dimohon untuk tidak menirunya.

Selamat membaca ✌🏻









Masuk kesebuah toko kerajinan tangan, Justin yang sudah sampai di pusat kota langsung masuk ke sebuah toko kerajinan tangan dan segera mencari semua bahan yang di minta oleh boneka kesayangannya.

"Permisi nona apa kau punya wig untuk boneka? Aku butuh yang pendek sampai yang panjang" tanya Justin saat sudah masuk kesebuah toko kerajinan tangan.

"Maaf tuan, kami tidak punya kau bisa membeli di toko kostum atau salon kecantikan, mungkin mereka memilikinya" balas si pelayan toko dengan ramah.

"Baiklah terima kasih, aku akan membayar ini." Justin segera keluar dari toko tersebut begitu selesai membayar dan segera pergi ke toko lainnya.

Sementara itu di rumah Justin.

"Kenapa J lama sekali? Apa susah membeli semua itu?" Khawatirnya sambil mondar mandir di depan Clif yang masih merintih kesakitan. "Hah.... Harusnya dia mengambil semua di rumahku saja disana lebih lengkap, kenapa tadi aku tidak mengatakannya" sesalnya begitu ia mengingat semua yang ia butuhkan ada dirumah dan lengkap.

Kembali berjalan ke arah Clif ia sesekali menepuk pipi pria itu agar kesadaran Clif tetap terjaga, ia tidak bisa mengambil matanya jika Clif hilang kesadaran, aneh... Tapi itu memang kesukaan Felisa mata yang masih memiliki cahaya kehidupan yang ia ambil, bahkan saat terakhir mengambil mata Axel ia juga melakukan dengan cepat sebelum Axel benar-benar menghilang.

"Clif... Tetap sadar, come on aku butuh cahaya itu" ucapnya sambil terus menepuk pipi Clif.

Mencoba membuka matanya, Clif, pria itu menatap sayu keberadaan Felisa di depannya darah dari luka di tubuhnya tak berhenti mengalir. Justin, pria itu bukannya mengobati luka temannya, justru malah menaruh ember di depan kursi bawah tubuhnya. Wajah yang kian pucat dengan keringat dingin yang mulai banyak timbul di pori-porinya semakin memperlihatkan jika ini memang akhir hidupnya.

"Please.... Biarkan aku meregang nyawa dengan tenang, aku sudah tidak kuat" ucap pria itu terbata-bata, masih berusaha mengutarakan keinginannya meskipun lemah.

"No, no, no kau harus tetap terjaga apapun yang terjadi, kita bisa bermain atau kau bisa bercerita denganku, apapun asal jangan tidur nanti kau menghilang" pinta Felisa dengan memelas. Ia harus membuat cahaya itu tetap di tempatnya.

Tak lama terdengar suara raungan mesin mobil sport dari luar rumah. Ia bisa menduga jika itu Justin yang datang. Derap langkah seperti orang berlari dengan terbubru-buru langsung masuk ke dalam pendengaran Felisa yang masih setia menyadarkan Clif

"Ck.... Kau lama sekali" kesalnya begitu pintu terbuka memperlihatkan Justin dengan banyak kantung kertas di tangannya.

"Pardon, aku harus mengambil sesuatu di tempat temanku lebih dulu" balas Justin yang langsung memeverikan sebuah toples kaca pada Felisa yang langsung di ambil oleh wanita itu. "Dan aku tidak suka kau bermesraan seperti itu dengan temanku baby girl, I'm jelaous" tambahnya dengan pandangan yang berubah tajam pada Felisa.

Felisa tidak menggubris, ia segera mengambil pisau lipat dari meja Justin yang memang sudah ia ambil dari laci, kembali menepuk pipi Clif dan mengajaknya berbicara agar tetap tersadar. Kemudian ia segera merobek kulit dibawah alis Clif. Pria itu sendiri hanya bisa merintih pasrah dengan tubuh yang bergetar hebat saat Felisa dengan santainya melubangi matanya dengan hati-hati. Mengambil gunting setelah ia berhasil mengelupas semua kulit luarnya hingga tulang tengkoraknya terlihat jelas.

"Tetap sadar sayang" ucap Felisa yang kini anteng duduk di pangkuan kaki Clif yang terikat, masih sibuk membuat rongga pada tengkorak Clif dengan menggunakan pisau lipat Justin yang kebetulan memiliki gergaji kecil juga di sana, agar ia bisa mengambil mata itu dengan sempurna dengan cahaya kehidupan yang masih tersisa.

Mendengar tuturan Felisa tentu saja membuat pria yang tengah menata belanjaannya tadi merasa geram, apa lagi saat menengok kearah suara ia mendapati bonekanya tengah asik duduk di pangkuan pria lain, ia harus menghukum boneka kucingnya setelah ini selesai.

Mendengar tuturan Felisa tentu saja membuat pria yang tengah menata belanjaannya tadi merasa geram, apa lagi saat menengok kearah suara ia mendapati bonekanya tengah asik duduk di pangkuan pria lain, ia harus menghukum boneka kucingnya setelah ini...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menggunting dengan gunting kuku yang selalu ia bawa kemana-mana, Untung ya itu tidak ikut terbakar di toko miliknya, karena verada disaku dress-nya saat itu. Terselip apik hingga tidak terjatuh, berbeda dengan teman miliknya yang satunya, pisau kesayangannya hilang jatuh di dalam gudang dan malah ikut terbakar dengan tokonya bersama boneka pajangannya. Mengingat itu ia segera menengok ke presensi Justin yang juga tengah memandangnya dengan sorot mata yang tajam tanpa sebuah senyuman muncul di wajahnya.

"I said, I'm jelaous naughty girl" tekannya dengan suara yang masih terlihat ramah namun begitu menyeramkan saat didengar.

Menghembuskan napas panjang Felisa segera bangkit begitu selesai dengan satu mata Clif, kulit pria yang tengah terikat pasrah itu sudah kian memucat, napasnya mulai tersengal-sengal, peluh dingin sudah mulai membanjiri wajahnya yang bercampur dengan darah yang keluar dari rongga matanya.

Wanita itu berpindah ke mata Clif yang satunya kali ini ia menggunting paksa kelopak matanya karena merasa Clif sudah sanggup membuka matanya. Kemudian kembali melakukan hal yang sama dengan mata sebelahnya. Begitu selesai, ia segera memasukkan bola mata itu ke toples yang sudah terisi mata Clif yang satunya bergegas merampas cairan formalin dari tangan Justin dan segera menuangkannya kedalam toples dengan hati-hati. Merasa lega begitu kedua bola mata itu sudah terndam dengan cairan pengawet mayat.

Segera menyimpan toples itu ke meja kerja Justin dan menghampiri pria yang tengah berubah menjadi dingin itu, memeluknya masih mengenakan kostum cat maid yang sudah terdapat bercak darah Clif di beberapa tempat.

"Aku tidak bermesraan J, aku hanya perlu tempat duduk saja, kau tetap memilikiku" rayunya ketika merasa Justin tidak melakukan pergerakan apapun cosplay menjadi batu. "Ayolah sayang, honey, sweet heart, daddy, master" rayunya lagi dengan membuat suara manja seperti anak kecil.

"Ck... Beri aku hadiah setelah memberimu ini semua" entah mengapa saat Felisa merayunya tadi emosinya kembali turun ia tidak bisa marah dengan boneka cantiknya jika berperilaku menggemaskan layaknya seekor kucing yang tengah bermanja dengan tuannya.

"Kau mau hadiah apa dariku?" Tanya Felisa saat ini ia tengah berada dalam gendongan Justin, mengendusi leher besar Justin sesekali juga menjilatinya sambil memberikan tanda merah keunguan juga.

"Jangan menggodaku sekarang naughty girl, kita harus menyelesaikan pekerjaan itu dulu" ucapnya dengan nada serak menahan gairah yang kembali muncul karena kelakuan boneka nakalnya. Kembali menurunkan Felisa mengusap bokong gadis itu yang terdapat ekor disana itu sangat menggemaskan untuk Justin, jadi ingin menanamkan ekor pada tubuh bonekanya, sepertinya hukuman yang cocok untuk Felisa.










Holla....
Masih ringan kan? Belum mual?
Mungkin selanjutnya

Aku lagi insomnia seminggu ini, jadi banyak ideku yang tiba-tiba hilang waktu lagi nulis, jadi kalau selanjut-selanjutnya mungkin agak membosankan maaf ya, bener-bener otakku nggak bisa bekerja dengan baik akhir-akhir ini gara-gara insomnia✌🏻

psycoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang