18

383 36 0
                                    

Warning: di chapter ini aku akan membuat detail penyiksaan dan pembunuhan. Jadi kalau ada yang nggak kuat karena merasa mual saat membayangkan adegan chapter ini bisa skip aja. Dimohon untuk tidak menirunya.

Selamat membaca ✌🏻









"Menyebalkan." Felisa mengurungkan untuk memotong lidah Yuri tapi ia menargetkan tempat lain di bagian tubuh Yuri. "Emmmm.... dadamu besar juga, asli atau tidak? Boleh aku melihatnya? Aku ingin melihat isinya." Antusias Felisa, menengok kearah Justin kemudian bertanya, "J, apa aku boleh melihatnya? Kenapa punyaku tak sebesar dia? Apa aku ganti dengan punya dia?"

"Kau sudah sempurna Lisa. Tak perlu juga mengganti dengan dadanya, aku bisa membuat dadamu lebih cantik darinya" balas Justin masih dengan kegiatan menulisnya. "Tapi kalau kau ingin melihatnya, lakukan saja aku tak peduli juga dengan tubuhnya" lanjutnya kemudian meminum sedikit kopinya dan melanjutkan kembali dengan layar laptopnya.

"Mesum!" Celetuknya.

Mengangguk, Felisa kembali menghadap Yuri sambil tersenyum yang begitu terlihat menyeramkan di mata gadis yang sudah penuh luka itu. "M_ma_mau apa lagi kau?" Takut Yuri saat melihat pergerakan Felisa. Tak menjawab gadis itu hanya menyentuh bagian leher hingga tangannya berhenti di dada Yuri, seperti memeriksa sesuatu disana tapi kemudian rasa perih kembali dirasakan Yuri saat tanpa aba-aba Felisa menggigit atas dadanya seperti serigala buas yang ingin mengoyak mangsanya, menyakitkan dan perih yang tak terbayangkan tengah ia rasakan. "Sakiitt!!" Rintihnya.

"Ternyata kulitmu tebal juga, pasti bagus untuk bahan tas Rubby ku" ucap Felisa saat tak berhasil membuat luka di kulit Yuri. "Bodohnya aku, sebaiknya aku tak membuat jejak di kulit bersih ini, boleh aku mengulitinya J?" Kembali menghadap Justin yang masih setia berkutat di meja kerjanya. Di jawab anggukan dari pria itu.

"J-jangan, aku mohon jangan, aku tidak mau dikuliti hidup-hidup" memelas dengan seluruh air mata yang tumpah ruah kali ini, ia tak ingin berakhir seperti ini.

Ia harus bisa bebas dari sini. Ia sudah berbohong pada orang tuanya semalam jika ia menginap di rumah teman setelah lembur, namun jika ia tak bisa pulang bagaimana nanti kehidupan ayah dan ibunya juga adiknya yang membutuhkan biaya untuk les dan lain menunjang pendidikannya, siapa yang akan mencari uang? Ayahnya sudah tidak bekerja karena di pecat, ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Ia harusnya tak 7sah mengeluh semalam, bukankah lebih baik lembur hingga malam meskipun bayarannya tak seberapa di perusahaannya di banding gajinya dari Justin tapi berakhir seperti ini. Ini tak sebanding dengan kehidupannya yang berharga.

"Ssstttt.... jangan menangis, nanti kulitmu akan bengkak, baiklah-baiklah aku tidak akan mengulitimu__" ucap Felisa menjeda. "Tapi aku akan menjahit matamu saja bagaimana? Hihihihi....." girangnya ia segera mengambil peralatannya di tempat pembuatan bonekanya sambil berjalan sesekali melompat dan bersiul riang.

"Tu-tuan J kumohon lepaskan aku, aku tidak mau bekerja seperti ini lagi, biarkan aku pergi, kamu tidak perlu membayar ku" pintanya memelas, ia benar-benar tak ingin berakhir sia-sia di tempat ini. "Keluargaku membutuhkanku tuan, jika aku berakhir disini, siapa yang akan menghidupi mereka nanti?" Kembali mencoba bernegosiasi dengan mempertaruhkan nyawanya yang sudah diujung tanduk.

"Kamu lihat aku terlihat peduli? Tidak kan" balas Justin cuek tanpa melihat kearah wanita yang tengah meringkuk di bawah lantai. "Kalau ingin ku beri saran, lebih baik nikmati saja rasa sakitmu ini dan__ " menghela nafas, "aku akan kirim gajimu kepada keluargamu setelahnya" memandang Yuri dengan senyum ramahnya.

Cklek'

"Aku sudah membawa alat jahitku!" Seru gadis yang dengan riangnya masuk ke ruang kerja Justin, membawa sekotak alat jahit miliknya yang lengkap. "Dan juga gergaji, aku tadi baru memilirkannya, aku juga ingin memotong tangan dan kakinya." Lanjutnya.

psycoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang