17. Tteokbokki

60 34 10
                                    

Bersyukurlah karena zaman belum terlalu canggih, orang-orang dizaman sekarang hanya menggunakan mulut ke mulut untuk membicarakan keburukan orang lain.

Kekuatannya cepat menyebar, namun tidak banyak orang yang akan percaya.





Eun Shana kini sedang menggunakan sepatunya, pemberian Joo Hyuk Oh. Ucapan Pak Jo saat itu, memberikan barang-barang serta uang hanya semata-mata menyambut Shana sebagai teman baik anaknya.

"Begitu mudah orang sepertinya memberi pada orang miskin sepertiku."

Ia menghela nafasnya setelah menepuk-nepuk ujung sepatunya agar debu yang menempel hilang. Diangkatnya paper bag berukuran sedang, ia melihat sejenak isi dari paper bag tersebut. Mencium aromanya membuat ia lapar.

: : :

Biasanya Dami pergi bersama Lee Heeseung ke sekolah. Namun sekarang, ia diantar oleh ayahnya hingga gerbang sekolah.

Saat Dami turun dari mobilnya, Pak Jo membunyikan klaksonnya hingga membuat orang-orang disana terkejut. Terlebih Dami yang masih berada disamping mobilnya.

"Eun Shana? apa kabarmu?" sapa Pak Jo.

Dami melihat Shana tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat sang ayah mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. Anggaplah Dami cemburu, padahal ia sudah berniat meminta maaf pada Shana, tapi perlakuan ayahnya pada Shana membuatnya kembali kesal.

"Baik, Paman. Kalau paman apa kabar?"
Tidak Dami sadari, Shana telah menghampiri ayahnya.

"Tentu baik sekali, Wow, kau memakainya? apakah ukurannya pas?"

Dami bingung dengan ucapan sang ayah, ia melirik pada keduanya, apa maksud dari ucapan ayahnya? apa yang pas?

"Pas kok, Paman. Terima kasih banyak sekali lagi."

"Hahaha, baiklah, bagus kalau begitu." lalu Joo Hyuk Oh kembali pada Jo Dami. "Pergilah bersamanya, semangat!"




Setelah mobilnya Joo Hyuk Oh menghilang dari pandangannya, Shana melirik Dami canggung. Ia menggigit bibirnya terlalu kencang sehingga menimbulkan luka disana.

"Jangan gigit bibirmu, ayo ke kelas." Dami menarik tangan Shana.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelasnya, tanpa hambatan sedikitpun. Namun, hening masih menyelimuti mereka. Dami tidak berniat bicara apapun, sedangkan Shana memikirkan bagaimana cara terbaik untuk bicara pada Dami.

Saat sampai depan kelas, Dami menerima banyak sapaan dari teman-temannya. Terlebih Jongseong, setelah menyapa, ia mengikuti Dami dan Shana dibelakang.

"Kau mau menguntit?" celetuk Dami.

Jongseong tertawa canggung, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku merindukanmu, apa kau juga merindukan aku yang begitu tampan setelah liburan?"

Dami berdecih, lalu ia menarik Shana menjauh dari Jongseong. Sampai dikursinya, ia langsung duduk lalu mengeluarkan buku catatannya. Entah Dami mencatat apa.

Shana masih terlihat canggung, namun ia memberanikan diri memberikan paper bag yang telah ia siapkan untuk Dami.

"Aku minta maaf, Dami, terimalah sebagai permintaan maafku."

"Hei, tidak usah repot, aku juga berniat meminta maaf padamu hari ini."

"Benarkah?"

Dami mengangguk membenarkan ucapannya. Ia melihat isi dari hadiah pemberian Shana, aromanya seperti ia kenal.

"Makanlah selagi hangat."

: : :

Kantin menjadi tujuan mereka berdua, perut Dami keroncongan setelah mencium aroma tteokbokki pemberian Shana.
Dami berniat mengajak Heeseung juga, namun Heeseung belum sampai disekolah. Ia menitip pesan pada teman sekelasnya, supaya Heeseung bisa menyusul mereka ke kantin.

Dami begitu menikmati tteokbokkinya, sudah lama ia menginginkannya namun tidak sempat untuk kepasar.

Ia mendengar kedai langganannya telah berpindah tempat, Dami terlalu malas untuk mencari. Tapi sekarang, sepertinya Tuhan mengabulkan salah satu permintaannya. Tteokbokki yang sama persis dengan langganannya sedang ia nikmati.

"Kau mendapatkan dari mana seenak ini? benar-benar seperti kesukaanku."

"Ibuku yang membuatnya."

"Ah.. benarkah? tolong ajak aku kerumahmu, ya?"

Shana tersenyum manis, ia menganggukan kepalanya tanda setuju. Entah rasa senang ini harus ia tunjukkan pada siapa, namun Shana merasa begitu senang bisa melihat sahabatnya kembali baik padanya.




"Hei, apakah aku terlambat?"

Mereka berdua menengok berbarengan, melihat Heeseung yang baru saja sampai. Kini, mereka bertiga kembali berkumpul dalam satu meja yang sama.

Saat libur, rasanya mereka begitu merenggang. Karena tidak selalu bersama, akhirnya komunikasi sempat terhambat.

Karena sesungguhnya persahabatan itu adalah komunikasi yang baik.

"Ethan coba ini," Dami menyuapi satu tusuk kue beras pada Heeseung.

"Enak 'kan? seperti buatan bibi langganan kita."

Heeseung menjawab dengan mengangguk-angguk kuat, mulutnya terus mengunyah seakan melepas rindu pada sesuatu yang sudah lama tidak bertemu.

"Enak. Benar-benar seperti buatan bibi."

Mendengar pujian dari kedua sahabatnya, Shana semakin senang. Senyuman bahagianya tidak bisa ia sembunyikan lagi.

Mereka bertiga berbaikan dengan sepiring tteokbokki enak pemberian Shana. Cukup terbilang sederhana, namun pasti ada kesan tersendiri dalam momen seperti ini.

Kejadian kemarin menjadi penyesalan bagi mereka, keegoisan dan emosi yang tidak terkendali membuatnya kacau. Membutuhkan kepala dingin untuk membuatnya kembali normal, namun mereka berhasil melewati itu semua.

Aku harap kita bertahan lama.







Misconceive ; Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang