Rasa bangga dan haru sangat kental terasa menyelimuti sebuah ballroom di salah satu hotel bintang lima di kawasan Jakarta Selatan. Tawa, canda, bahkan tangis bahagia menghiasi setiap wajah yang ada di sana. Mereka saling bertukar cerita dengan bangga dan memberikan pelukan hangat sebagai apresiasi karena telah bekerja keras selama bertahun-tahun.
Hal itu pula yang dirasakan Garvin saat ini. Berbalut jas berwarna putih dengan kemeja hitam di dalamnya, Garvin berjalan menghampiri orang tuanya dengan senyum terulas lebar. Senang, bangga, dan puas semua tercampur jadi satu.
Dengan kedua tangan yang masing-masing memegang plakat dan map berisi ijazah serta segala berkas terkait profesi kedokterannya, Garvin memeluk ayah dan ibunya bergantian. "I did it, Dad, Mom."
"Good job, Son." Handaka—ayah Garvin—menepuk punggung sang anak, bangga.
"Finally, after a very long waited. Congratulations, Honey." Nafa memeluk Garvin dengan erat diiringi air mata bahagia yang tidak bisa dibendung. Dia juga mendaratkan kecupan sayang di kedua pipi sang putra.
Hari ini, Garvin resmi mendapatkan gelar dokter di depan namanya. Penantian yang cukup panjang bagi orang tua Garvin untuk melihat anaknya menjadi dokter setelah sempat kehilangan passion-nya akibat trauma kehilangan sang nenek.
Entah apa atau siapa yang menjadi pemicu semangat Garvin untuk kembali ke dunia kedokteran, kedua orang tuanya tidak peduli. Yang penting, Garvin menjalani pilihannya sebaik mungkin, tanpa ada rasa terpaksa.
Garvin kemudian beralih ke seseorang yang berdiri di samping ibunya. Menjepit map di ketiaknya, Garvin lalu menengadahkan tangannya, seakan meminta sesuatu. "Bunganya?"
"Najis!" Tangan Garvin ditepis kasar, tapi pada detik berikutnya orang tersebut menarik Garvin dalam pelukan khas lelaki. "Congrats, Brother! Nggak nyangka gue kalau lo beneran jadi dokter."
Garvin tertawa keras. "Hahaha, thanks. Gue bisa double gardan, kok. Dokter oke, staf promosi juga oke. Lumayan duitnya bisa buat ngehidupin anak istri. Rekrut gue lagi dong, Pak Direktur."
"Lho, Aska sudah jadi direktur sekarang?" tanya Nafa kaget.
Aska langsung menggeleng cepat. "Enggak, Tante! Anak Tante tu emang kalau ngomong suka nggak pake bismillah dulu."
"Di-aamiin-in kek. Kan, lo baru aja bikin gebrakan lagi. Bentar lagi pasti naik pangkat," ujar Garvin setengah bangga, setengah meledek.
"Nggak sekarang juga kali. Gue aja masih kagetan sama posisi GM, ini langsung jadi direktur. Wuuu, gue bakal sering check up ke tempat lo kali."
"Ngapain?"
"Periksa jantung."
Garvin sontak menoyor kepala sahabatnya itu. "Tolol! Gue masih dokter umum, Nyet!"
"Halah, sama aja!"
Handaka menghentikan pertengkaran dua pria di depannya dan mengajak mereka untuk segera pulang. Hari sudah siang dan mereka harus beristirahat karena besok masih ada acara besar yang menunggu. Mereka semua harus menghemat tenaga, terutama Garvin.
Suasana hening di dalam mobil membuat Garvin yang berada di kursi penumpang depan mulai mengantuk. Acara wisuda tadi berlangsung sejak pagi dan berakhir sampai tengah hari begini. Rasanya lelah sekali.
"Ka, gue tidur, nggak apa-apa?" tanya Garvin pada Aska yang menyetir. Kedua orang tua Garvin di kursi belakang.
"Nggak apa-apa, tidur aja. Paling ntar gue mainin aja jendela di samping lo."
"Bajingan!" umpat Garvin memicu tawa keduanya.
"Om, Tante, anaknya ngomong kasar, ni," adu Aska.
Sementara, orang tua Garvin yang duduk di kursi belakang hanya tertawa lirih sambil geleng-geleng. Sudah sangat terbiasa dengan kelakuan dua sahabat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pay Your Love ✓ [Completed]
Romance✨ Shortlist WattysID 2023 ✨ ---- Welcome to Mematch. Wanna experience a date without official bond? Just rent! ---- The story may contain harsh words and R19+ ---- Start : 22.02.23 End : 15.07.23