33 | Konseling

3.1K 361 29
                                    

Jenna terbangun dari tidurnya saat tenggorokannya mendadak terasa kering. Ia turun dari kasur, berniat untuk mengambil minum di dapur. Namun, begitu ia keluar dari kamar, ia mengurungkan niatnya ke dapur karena ia melihat sosok Garvin di ruang tengah sedang menonton televisi. "Garvin?"

Kaget karena ada yang memanggil namanya, Garvin pun menoleh cepat. Matanya membulat mendapati Jenna yang sudah berdiri di sampingnya. Dia pun berdiri untuk menyamai tinggi mereka. "Jenna? Kenapa bangun? Masih jam satu. Mimpi buruk?"

Gelengan kepala menjadi jawaban Jenna atas pertanyaan beruntun Garvin. "Aku haus, pengin minum."

Dengan memegangi kedua lengan Jenna, Garvin mendorong lembut gadis itu supaya duduk di atas sofabed. "Aku ambilin. Kamu di sini aja."

Jenna menurut saja dan membiarkan Garvin ke dapur untuk mengambil minum untuknya. Tak lama kemudian, Garvin sudah kembali ke ruang tengah dengan satu gelas air putih di tangan kanannya. Dia mengulurkan gelas tersebut kepada Jenna seraya duduk di sampingnya.

Matanya terus menatap lekat gadis yang tengah meneguk habis minumannya. Sepertinya, dia sangat kehausan. Diusapnya surai Jenna, lalu menyugarnya ke belakang supaya tidak menutupi wajah bantal sang gadis.

"Udah?" tanya Garvin saat Jenna meletakkan gelasnya ke meja.

Jenna mengangguk mengiakan.

"Yaudah, sana tidur lagi. Mau aku temenin?"

Jenna menggeleng. "Aku mau di sini dulu aja, nemenin kamu."

"Kamu masih ngantuk itu, lho," balas Garvin sambil mengelus-elus area glabela Jenna hingga membuat gadis itu keenakan dan kantuknya kembali datang.

"Kamu tiduran." Jenna mendorong tubuh besar Garvin agar rebahan di sofabed yang mereka duduki. Setelah itu, Jenna ikut merebahkan dirinya dengan posisi membelakangi Garvin. Dia menjadikan lengan berotot Garvin sebagai bantal, lalu ikut menonton film yang sedang ditonton Garvin.

Saat ini, mereka sedang berada di apartemen Jenna. Usai pulang dari kantor, mereka langsung pulang dan makan malam di apartemen saja. Karena merasa sangat lelah, Garvin pun memutuskan untuk menginap saja. Kebetulan, besok sudah hari Sabtu.

"Tidur di kamar aja, Jennaira. Nanti sakit badanmu di sini," titah Garvin.

Jenna mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan muka Garvin—yang pastinya dibalas oleh Garvin. "Kamu kenapa nggak tidur, Vin?" tanya Jenna, mengabaikan perintah Garvin tadi.

"Belum ngantuk aja."

"Kamu akhir-akhir ini sering begadang, ya?" Tangan Jenna terangkat untuk menyentuh area bawah mata Garvin. "Aku baru sadar kalau mata panda kamu tebel banget."

"Masa, sih?" tanya Garvin seraya meraih tangan Jenna yang ada di wajahnya, lalu menggenggamnya erat.

Jenna mengangguk membenarkan.

Garvin mengedikkan bahunya sekilas. "Emang lagi agak kumat insom-nya akhir-akhir ini."

"Lagi ada masalah?"

Senyum tipis muncul di bibir Garvin. Lelaki itu pun menggeleng. "Nggak ada. Don't worry. Emang lagi pas kumat aja insom-nya. Udah biasa. Dah, kamu tidur aja. Besok pagi-pagi, kita mesti ke tempat Bian."

"Nanti pagi," ralat Jenna sebab hari sudah berganti Sabtu.

Garvin tergelak pelan, lalu mendaratkan kecupan ringan di puncak kepala Jenna yang berada tepat di bawah dagunya.

Setelah ajakan Garvin ke psikolog tempo hari, akhirnya besok mereka akan mendatangi Fabian, seorang psikolog yang kebetulan adalah teman Garvin saat kuliah—hanya beda fakultas.

Pay Your Love ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang