Garvin sudah menunggu di lobi hotel saat Jenna sampai di sana. Koper Jenna langsung diambil alih oleh Garvin, lalu mereka berjalan menuju kamar.
Sebuah kamar berkelas premiere dengan balkon menghadap kolam renang menjadi tempat menginap Jenna selama di Yogya kali ini. Tentu saja, kamar itu pilihan Garvin, bukan dia.
Kalau Jenna yang memesan hotel, dia pasti akan memesan kamar standart saja. Again, kalau dia yang memesan, dia mungkin akan memilih hotel lain yang jauh lebih ramah di kantong. Apalagi, tujuannya menginap bukan untuk staycation. Istilahnya, dia hanya akan menumpang tidur karena dia ingin jalan-jalan mengeksplor Yogya. Jadi, dia tidak butuh kamar hotel yang terlalu mewah dan mahal.
Jenna tidak suka menghambur-hamburkan uang seperti Garvin, meskipun sebenarnya dia pun mampu. Garvin bahkan tadi sempat cerita kalau lelaki itu sebenarnya ingin booking kamar executive suite, tapi sudah penuh, makanya mereka hanya bisa memakai kamar kelas premiere—yang menurut Jenna sudah lebih dari cukup. Jenna sungguh tidak bisa relate dengan cara Garvin menggunakan uangnya.
"Kamar lo di mana?" tanya Jenna seraya mendudukkan dirinya di pinggiran kasur.
"Di sebelah," jawab Garvin sambil menunjuk kamar sebelah. "Gue sengaja minta yang ada connecting door-nya, haha."
"Buat apa?" tanya Jenna heran.
"Ya, biar gampang kalau ke sini. Nggak perlu ketok-ketok pintu."
Jenna memutar bola matanya. "Gue kunci dari sini connecting door-nya."
"Jangan! Gue umpetin kuncinya!" Garvin lalu ikut duduk di samping Jenna. Dan secara mengejutkan, Jenna langsung merebahkan dirinya dan menjadikan paha Garvin sebagai bantalan. Garvin sempat menegang sejenak, tapi dengan cepat menguasai dirinya kembali. Ia mengusap kepala Jenna dengan lembut. "Capek?"
Jenna mengangguk.
"Mau cerita kenapa tiba-tiba ke sini? Bukannya lo harusnya ada di Solo sampe besok?"
Jenna menghela napas panjang. "Biasalah. Dikasih hati, minta jeroan."
"Maksudnya?"
"Gue udah bantuin dia jadi pacar pura-pura biar orang tuanya nggak maksa dia segera nikah. Eh, malah dianya yang maksa dan ngajak gue nikah beneran. Ada gila-gilanya gue rasa tu orang," gerutu Jenna.
Garvin terkekeh pelan. "Ya, masa lo nggak memprediksi hal kayak gitu, sih?"
"Ya, ada sih kecurigaan itu waktu gue berangkat tadi pagi. Tapi, gue berusaha tepis karena dia udah lumayan sering sewa gue. Eh, ternyata sama aja busuknya."
Garvin menghentikan usapan tangannya di kepala Jenna dan menunduk untuk menatap gadis di bawahnya. "Emang kalau ada klien yang beneran suka sama lo, selalu lo anggep busuk?"
"Kalau udah jadi user Mematch, harusnya udah tau kalau mereka nggak boleh baper sama agent-nya. Kalau masih nekat, ya berarti dia busuk, nggak paham konsep."
Garvin menghela napas pelan, berusaha mengendalikan dirinya. Sepertinya, untuk mendapatkan hati Jenna bukanlah perkara mudah.
"Ada rencana mau ke mana nggak hari ini?" tanya Garvin mengalihkan pembicaraan. Dia kembali mengusap-usap kepala Jenna.
"Kayaknya mau di kamar aja, deh, Vin," jawab Jenna dengan mata terpejam. Usapan tangan Garvin membuatnya diserang kantuk.
"Nggak mau malem mingguan di Yogya?"
Jenna sontak membuka matanya dan memutar kepalanya hingga menghadap ke atas, menghadap ke arah Garvin. "Ini hari Sabtu, ya?"
Garvin mengangguk membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pay Your Love ✓ [Completed]
Romantizm✨ Shortlist WattysID 2023 ✨ ---- Welcome to Mematch. Wanna experience a date without official bond? Just rent! ---- The story may contain harsh words and R19+ ---- Start : 22.02.23 End : 15.07.23