11 | Proposal

3.7K 481 55
                                    

Pada marah-marah sama Garvin kenapa, sih? hahahaha
Emang Garvin hujat-able sih mulutnya. Mari kita siksa dia pelan-pelan 😁😁

***

Hari keempat.

Jenna sudah mendiamkan Garvin selama empat hari. Semua telepon dan pesan Garvin tidak ada yang dibalas, kecuali jika berurusan dengan pekerjaan. Selama di kantor pun, Jenna tidak pernah mau menatap Garvin jika kebetulan mereka berada dalam satu ruangan.

Garvin frustrasi berat. Rasanya jauh lebih menyiksa dari saat dia putus dari Keshia bulan lalu. Bahkan, proses galaunya setelah putus hanya berlangsung dalam hitungan hari karena Jenna langsung berada di sisinya setiap akhir pekan. Jadi, otak Garvin tidak punya waktu untuk overthinking soal Keshia.

Tapi sekarang? Otak Garvin terus dipenuhi oleh Jenna. Dia tidak bisa bekerja dengan benar karena sulit berkonsentrasi.

Rasa bersalah terus menggerogotinya. Bayangan Jenna yang menangis dan sorot matanya yang menunjukkan kekecewaan dan kemarahan yang teramat sangat, membuat Garvin semakin merasa kalau dirinya adalah pria paling bangsat yang pernah ada.

Garvin sadar kalau dia sudah mulai menaruh perasaan pada Jenna seiring kebersamaan mereka sebagai agent dan klien Mematch. Dia tahu itu salah karena peraturan utama dari Mematch adalah tidak boleh ada pihak yang baper. Tapi, kalau perasaan itu muncul dengan sendirinya, dia bisa apa?

Ada pepatah yang mengatakan, manusia bisa memilih dengan siapa dia mau menjalin hubungan, tapi manusia tidak bisa memilih akan jatuh hati pada siapa.

Yang Garvin belum tahu, perasaannya itu hanya bersifat temporer akibat sudah terbiasa karena adanya Jenna yang mengisi kekosongan setelah putus dari Keshia, atau memang dia tulus menyukai Jenna sebagai Jennaira Naeswari.

Setelah Jenna memaksa pulang minggu lalu, Garvin belum re-apply Mematch lagi. At least, dia tidak seberengsek itu untuk memanfaatkan situasi. Dia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Jenna terlebih dahulu sebelum ia mulai apply Mematch lagi. Lagipula, akhir pekan besok, ia tidak di Jakarta.

Suara ketukan dari luar ruangan dan disusul pintu yang terbuka membuat Garvin menoleh untuk mencari tahu siapa yang datang. Aska muncul tak lama kemudian, mengajaknya untuk segera berangkat rapat ke PT. Cipta Karya, salah satu perusahaan multinasional yang meminta penawaran kerjasama penyediaan rumah dinas untuk staf mereka.

"Lemes amat, Pak?" tanya Aska dalam perjalanan mereka menuju lift.

"Keliatan banget, ya?"

Aska bergumam membenarkan. "Lo kayak nggak punya semangat hidup."

Garvin mengembuskan napas panjang. "Emang kurang tidur gue beberapa hari terakhir."

"Why? Bukan galau karena Keshia, kan?"

Garvin mengernyit tak suka. "Kenapa tiba-tiba Keshia?"

"Yaaa, siapa tau aja. Lo kayak habis diputusin soalnya. Padahal, waktu habis putus sama Keshia aja nggak kayak gini bentukan lo."

"Bukan karena Keshia, kok."

"Then?"

"Just ...." Garvin mengangkat kedua bahunya.

Aska mengangguk, mengerti kalau Garvin sedang tidak ingin bercerita.

Mereka kini sudah berada di depan lift, menunggu kotak berjalan itu sampai di lantai tujuh, tempat mereka menunggu sekarang.

"Oh iya ...." Aska teringat akan sesuatu. Dia menarik ponselnya dari saku jas dan melakukan panggilan.

Garvin tidak menghiraukannya dan memilih untuk diam mengamati pantulan dirinya di pintu lift.

Pay Your Love ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang