Arum itu..

72 5 0
                                    

Aksara sedang berbari di ranjang nya yang nyaman sembari memegang kalung nya, mata nya menerawang melihat langit-langit kamar nya.

Bagaimana aksara bisa mendapatkan kalung ini? Aksara mencoba mereka adega dalam benak nya namun buntu.

"Ck. Coba tanya bunda aja." Aksara pun keluar kamar. "Bun.." jalan nya terhenti setelah melihat seseorang di depan bunda.

"Sara sini nak." Panggil bunda.

"Loh kamu.." aksara berjalan mendekati bunda yang sedang bersama seseorang.

"Sini dulu maka nya jangan lah loh lah loh aja kamu." Sang bunda menarik tangan aksara agar lebih mendekat. "Rumah kita kan ada kamar kosong sama bunda disewakan saja."

"Terus?"

"Ya kebetulan nak arum sedang butuh jadi bunda sewakan ke dia."

"O..ke." aksara pun mengurungkan niat nya.

"Kamar nya arum sebelah kamar mu ya."

"Baik bunda."

Arum tersenyum tipis pada aksara

.

.

.

Aksara berada tepat di depan kamar arum, ada beberapa tanda tanya yang terus membayangi nya dan ia butuh jawaban.

Satu pertanyaan besar. Kenapa dia tak boleh melepas kalung nya?

Dengan yakin aksara melepas kalung nya.

Pintu kamar arum lalu terbuka, dengan arum yang tersenyum merekah.

"Apa kamu sedang menantang maut? Atau.." arum berjalan perlahan lalu menarik kerah baju aksara. "Mau menyelesaikan semua?"

Seketika bulu kuduk aksara berdiri merinding. Arum lalu menarik aksara masuk ke dalam kamar nya.

"Apa yang.." aksara berontak

"Ssstt.." telunjuk arum menutupi bibir aksara.

Sekilas ingatan malam dimana aksara dengan arum terputar kembali di benak aksara. Dan..

Mata aksara membulat sempurna begitu terkejut lantaran sosok wanita di depan nya kini berubah menjadi setengah ular berwarna hitam.

Jantung aksara berdebar kencang, perasaan takut dan takjub dengan apa yang dia lihat.

"Apa tutur kata ku kurang jelas untuk mu sampai kamu tetap melepas kalung itu?" Arum mengikis jarak di antara keduanya.

Aksara bisa melihat sebagian tubuh arum mengeliat kesana kemari memenuhi ruang.

"Takut?" Arum tersenyum picik. "Kemana anak yang kemarin dengan berani melawan 2 ular besar seorang diri?"

"Du..a u..ular besar?"

Arum mengangguk. "Di hutan, kamu menarik ku dari dua ular besar, kamu tak ingat?"

Ingatan aksara kembali ke saat itu, samar-samar ia memastikan ingatan itu.

"Anj..." aksara menutup mulutnya, ya kini diingatan itu tergambar jelas bagaimana kejadian yang sesungguh nya.

Aksara berlari menarik arum dalam bentuk manusia lalu ia dikejar dua manusia setengah ular.

Aksara menutup mulutnya, ingatan nya membawa kembali ke malam dimana ia tak bisa mengingat semua kejadian itu.

"Hmm.." jari arum memapah dagu aksara. "Aku rasa kamu sudah mengingat semuanya." Arum memiringkan kepalanya. "Jadi.."

Aksara memejamkan mata, ia sedikit nya takut dengan arum.

Arum mengalungkan tangan nya di leher aksara, senyum nya merekah.

Arum diam terus menantap aksara, lebih dari 10 menit mereka seperti ini.

Dengan ragu aksara membuka sebelah matanya lalu melihat arum masih di posisi yang sama lalu ia membuka lagi sebelah matanya setelah ia melihat tak ada lagi sebagian tubuh ular milik arum.

Aksara menelan ludah dengan susah payah ingin lepas dari arum.

"Jangan pernah sekali pun kamu melepas kalung ini apa pun alasan nya." Arum mengusap pipi aksara.

"Kenapa?"

"Kenapa?" Arum memicingkan matanya heran. "Sepertinya saat di rumah sakit kamu tak tahu siapa sebenar saya bukan?"

Aksara kembali menelan saliva nya dengan susah payah.

"Kamu memang nekad." Arum melepas tangan nya dari leher aksara. "Jika bukan aku yang kamu temui mungkin kamu tak akan pernah bertemu dengan bunda atau yang lain nya."

Aksara lalu memegang bandul di kalung nya.

"Nyai.."

"Hahaha.." arum tertawa. "Saya tak setua itu." Arum duduk di ranjang nya. "Kemari." Ia menepuk sisi ranjang nya agar aksara duduk dengan nya. "Jika kamu ingin rasa penasaran mu itu terpuaskan."

Aksara dengan ragu berjalan mendekati Arum lalu duduk di sebelahnya.

Arum tersenyum mengejek. "Sangat mudah membawa mu."

"Kamu sedang mengejek ku?"

"Mana sopan santun mu saat di kampus kemarin?"

Aksara menghela nafas kesal. "Maaf bu."

"Lucu nya." Arum mencubit pipi aksara gemas.

Batin aksara ingin sekali bersikap kurang ajar pada arum namun setelah mengetahui arum lebih tua darinya tentu itu bertolak belakang dengan moto hidupnya yang menghargai orang yang lebih tua darinya.

"Jadi bisa ibu jelaskan mengapa kalung ini tak boleh dilepas?"

"Dasar tak sabaran." Arum melipat kedua tangan nya di dada.

"Tolong jelaskan."

"Sebaiknya kamu ingat dahulu bagaimana kamu mendapatkan nya." Arum melipat kedua tangannya di dada.

Aksara menghela nafas kesal.

"Baiklah." Aksara berdiri lalu pergi keluar kamar arum.

Ikatan JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang