Suara mobil berderu kencang memasuki pekarangan sebuah rumah yang nampak usang tak terawat.
Seorang pria bergidik ngeri melihat rumah itu.
Pria itu menghela nafas jengah lalu tersenyum girang.
Ia turun dari mobil merapikan sedikit penampilan dan tatanam rambutnya. Bersiul berjalan menuju pintu utama rumah itu.
Seseorang dalam rumah menatap nya jijik.
"SPADAAAAA..." tanpa perduli dengan wanita yang menatapnya tajam. "Wah tempat yang sangat kuno." Pria itu mendeskripsikan rumah ini.
Waanita itu berjalan mendekati lalu duduk di sofa.
"Selera mu masih sama ya." Cibirnya kini duduk berhadapan dengan wanita itu. "Bagaimana pelarian mu selama ini?" Pria itu sedikit mengendus. "Kamu sudah terikat dengan seseorang?" Pria itu memandang dengan penuh selidik.
Sebuah bantal terbang menuju pria itu.
"Aduh."
"Ini semua gara-gara kakanda."
"Loh aku?" Pria itu menyingkirkan bantal dari wajah nya. "Salah ku dimana? Sudah bagus aku menolak mu waktu itu."
"Ya paling tidak kita bisa bersadiwara dahulu."
"Ck. Not my style." Cibir pria itu. "Lagian kalau kita bersama memang nya bisa? Tidak kan? Percuma arum."
Sungguh arum ingin menghancurkan wajah tengil di depan nya ini.
"Paling tidak aku tidak harus hidup dalam pelarian." Arum melipat tangan nya di dada.
"Ini." Pria itu meletakan sebuah map. "bayaran yang setimpal untuk waktu mu selama ini."
"Aku tidak butuh uang mu."
"Lihat dulu." Pria itu membuka map itu. "Ini dokumen untuk mu, hidup baru bukan? Semua jejak hidup selama pelarian mu entah sebagai apa pun itu sudah ku pindahkan." Pria itu membeberkan dokumen itu di depan arum. "Ini identitas baru mu. Dan.."
"Apa?" Matanya menatap tak suka.
"Kamu menjadi adik ku."
"APA?" Arum berdiri, menatap dengan tidak suka. "Lebih baik kita menjadi orang asing sekalian.."
"Aku tau kamu masih dendam tapi ini jalan mu untuk hidup baru. Bukan kamu tak punya pilihan tapi ayahanda mu masih mengawasi tapi beliau tak bisa mengusik mu jika bersama ku." Jelas pria itu.
Arum kembali duduk dengan kesal. "Jadi.." arum menhela nafas. "Kakanda aditya." Panggil nya dengan malas.
Aditya beranjak lalu memeluk arum. "Kamu itu selalu menggemaskan jika sedang merajuk." Gemasnya.
"Kakanda lepas." Tolak arum meronta-ronta.
"Ututututu adinda arum sungguh lucu."
.
.
.
Aktifitas aksara kembali seperti semula, ia kembali berkuliah seperti biasa.
"Siang semua."
"Siang kak." Jawab semua mahasiswa.
"Karena bu ratna tak bisa mengajar cuti hamil jadi mulai hari ini akan ada dosen penggangti ya teman-teman." Si asisten dosen itu lalu menberi gestur pada seseorang untuk masuk.
"Dia.." aksara meyakinkan penglihatan nya.
"Perkenalkan Raden Ajeng Sekar Arum." Dosen pengganti itu pemperkenalkan diri. "Selama 1 semester saya menggantikan ibu ratna."
"Wah.." seru aksara tak percaya.
.
.
.
"Cukup untuk kelas hari ini, kita ketemu lagi pekan depan." Ucap arum mengakhiri kelasnya.
Seluruh mahasiswa mulai bubar ada yang menghampiri sekar untuk sekedar berkenalan dengan dosen muda itu.
Hingga tak ada satu pun orang selain aksara dengan arum.
Aksara perlahan berjalan menuju pintu keluar yang harus melewati arum.
"Bagaimana kabar mu aksara?"
"Wah. Jujur aku tak berpikir anda akan.. maaf aku rasa ini tak sopan."
"Mahluk?" Arum tersenyum.
"Aku rasa lebih baik aku menyebut anda seseorang yang berbeda. Ya pokok nya demikian." Aksara memperbaiki posisi tas milik nya. "Aku berpikir anda akan kembali ke tempat itu."
Arum menyilangkan kedua tangan nya di dada lalu tersenyum merasa lucu.
"Sejujurnya, aku sudah lama tinggal di sini. Bahkan pakaian yang ku kenakan waktu itu pun jauh lebih beradab seperti saat ini bukan?"
"Benar juga." Aksara mengingat saat pertama bertemu Arum.
"Aksara."
"Hm?" Perhatian aksara kembali pada Arum
"Boleh aku bertanya?"
"Tentu, bu."
Arum sedikit tertawa, aneh rasanya di panggil demikian.
"Kamu memiliki kalung yang bagus, dimana kamu membelinya?"
"Kalung ini?" Aksara menyentuh kalung nya. "Seseorang memberikan nya saat aku kecil."
"Aksara.." arum mendekat membuat tak ada jarak di antara mereka. "Jangan pernah lepaskan kalung itu dimana pun kamu berada dan jangan berikan pada siapa pun."
"Oh.. oke." Aksara mundur 1 langkah lalu membungkuk. "Permisi bu." Ia pun melenggang pergi.
"Menyusahkan saja." Keluh arum dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikatan Janji
FantasyAksara pikir kehidupan nya akan baik-baik saja, berjalan dengan santai seperti anak seusianya. namun tak ada yang tahu masa depan atau masa lalu seperti apa.